Benarkah Kiamat Serangga Sudah Dekat? Ini Penjelasan LIPI

10 Juni 2020 17:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penjual belalang menunjukkan serangga yang dapat dimakan di pasar Al-Rai, Barat Laut Kota Kuwait. Foto: YASSER AL-ZAYYAT / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Penjual belalang menunjukkan serangga yang dapat dimakan di pasar Al-Rai, Barat Laut Kota Kuwait. Foto: YASSER AL-ZAYYAT / AFP
ADVERTISEMENT
Saat ini, populasi serangga terus mengalami penurunan. Ironisnya, dari 5,5 juta serangga yang hidup di dunia, baru 20 persennya saja yang berhasil diidentifikasi. Ini berarti masih ada 80 persen serangga yang belum diketahui dan sekarang populasinya diprediksi semakin menurun.
ADVERTISEMENT
Pada 2017, laporan Caspar Hallman dari Radboud University Belanda menunjukkan bahwa populasi serangga terbang di cagar alam Jerman menurun lebih dari 75 persen selama 27 tahun terakhir. Bahkan menurut laporan peneliti Bayo dan Wyckhuys, penurunan terus terjadi di tempat cagar alam yang belum terjamah sekalipun.
Menurut Djunijanti Peggie, peneliti bidang Entomologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), isu penurunan populasi serangga sudah terlihat nyata. Bahkan dirinya tak menampik jika serangga disebut sebagai makhluk yang berada di ambang kepunahan.
“Status kiamat serangga saya setuju dan sangat mengkhawatirkan,” ungkap Peggie, seperti dikutip dari situ resmi LIPI, Rabu (10/6).
kupu-kupu belerang mendung menghinggapi bunga, di Cromwell, Conn. Foto: Michael Thomas via AP
Penyebab utama penurunan populasi serangga ini, kata Peggie, tak lain karena alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis, serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif. Kelangkaan semakin terasa jika kita melihat kondisi sekarang. Ini dapat dirasakan dari sulitnya menemukan kupu-kupu yang berkeliaran di sekitar lingkungan.
ADVERTISEMENT
“Menemukan kupu-kupu tak langka pun sudah cukup sulit. Apalagi mendata dan memperoleh spesies yang tergolong endemik dan langka seperti Ornithoptera croesus yang merupakan spesies endemik di Maluku Utara dan baru dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia pada tahun 2018,” ungkapnya.
Jika laju penurunan serangga ini terus terjadi, maka akan sangat berpengaruh pada keselamatan Bumi. Sebagaimana diketahui, serangga dan tumbuhan adalah penyusun dasar kehidupan. Peran serangga sangat vital dalam ekosistem.
Ilustrasi serangga spesies baru Foto: Thinkstock/ quangpraha
Peggie menjelaskan, serangga adalah penyerbuk, pengontrol hama, pengelola limbah dan pengurai jasad. Selain itu, serangga juga merupakan makanan bagi hewan lain. Jadi, tatkala serangga punah, akan banyak jasad yang menumpuk dan tidak terurai.
“Status kiamat serangga ini memang nyata dan sangat mengkhawatirkan. Kita dapat berkontribusi dengan mengubah perilaku sehingga lebih ramah pada lingkungan, dapat menekan tingkat polusi, dan hidup berdampingan dengan serangga,” ujar Peggie.
ADVERTISEMENT
“Serangga tanpa manusia akan baik-baik saja, tetapi manusia tanpa serangga akan menuju pada kepunahannya sendiri.”