BMKG Semarang Pamerkan Alat Pengukur Curah Hujan, Begini Cara Kerjanya

31 Maret 2019 17:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ikhsan Yuliono, petugas teknisi Stasiun Klimatologi Kelas I BMKG Semarang, saat menunjukan cara kerja alat penakar hujan dalam pameran BMKG di DP Mall Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ikhsan Yuliono, petugas teknisi Stasiun Klimatologi Kelas I BMKG Semarang, saat menunjukan cara kerja alat penakar hujan dalam pameran BMKG di DP Mall Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah mesin berukuran sedang mengisi sudut ruang pameran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di lantai satu DP Mall Semarang. Alat tersebut adalah Automatic Rain Gauge (ARG) atau biasa disebut sebagai alat pengukur curah hujan otomatis.
ADVERTISEMENT
Ikhsan Yuliono, petugas teknisi Stasiun Klimatologi Kelas I BMKG Kota Semarang, menjelaskan bahwa alat pengukur curah hujan otomatis ini adalah peralatan vital baginya untuk menakar curah hujan di Semarang dan sekitarnya.
"Alat penakar hujan ini setiap hari kami taruh di luar ruangan untuk mendeteksi ketinggian curah hujan yang terjadi di semua daerah," kata Ikhsan saat ditemui kumparan di lokasi pameran, Minggu (31/3).
Pengunjung mal saat menjajal game cuaca yang ada di ruang pameran BMKG Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Cara kerjanya tak terlalu rumit. Ikhsan menjelaskan bahwa mula-mula air hujan yang jatuh dari langit ditampung dalam corong besi yang terpasang di ujung alat.
Kemudian air hujan yang tertampung dihitung menggunakan mesin data logger, alat perekam atau pengumpul data otomatis, yang dilengkapi internet dengan sinyal GSM.
Dengan alat ini, kata Ikhsan, BMKG mampu memberikan peringatan dini kepada masyarakat luas terkait intensitas curah hujan lebat yang mengguyur di setiap daerah. "Ini bisa menghitung intensitas curah hujan secara real time. Dari yang hujan ringan hingga kadar ekstrem," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Potensi hujan ekstrem dihitung secara variatif sesuai masing-masing topografi daerahnya. Misal di Baturaden Banyumas, masyarakat setempat sudah terbiasa dengan hujan intensitas lebat.
"Tapi kalau di Semarang hujan lebat bisa jadi peringatan untuk warning potensi banjir. Nah maka kita pakai juga kearifan lokal setiap daerah," ujarnya.
Banjir Semarang Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Di Jawa Tengah sendiri, setidaknya ada 42 alat pengukur curah hujan otomatis yang terpasang di 35 kabupaten/kota. Pemasangannya terbesar merata. Mulai di Kecamatan Karanganyar, Demak, Juwana Pati, Malahayu Brebes, Kebumen hingga Wadaslintang.
"Kita memasangnya bekerja sama dengan PTPN (PT Perkebunan Nusantara), Dinas Kehutanan, Dinas PU (Pekerjaan Umum) dan Pertanian setiap daerah. Karena mereka juga butuh alat itu untuk memperkirakan perubahan cuaca," tuturnya.
Selain 42 ARG, terpasang juga 30 Automatic Water Level Station di Jawa Tengah. Jenis alat yang satu ini berguna untuk memperkirakan kelembapan suhu, tanah, dan temperatur udara.
ADVERTISEMENT
Selain kedua jenis alat itu, peralatan lain yang dipakai BMKG Semarang untuk mendeteksi perubahan cuaca adalah Ombrometer yang saat ini sudah disebar di 850 titik.
"Cara kerjanya Ombrometer ini sangat sederhana karena hanya bisa menakar curah hujan secara manual. Kita berharap kementerian memfasilitasi penambahan alat-alat ini supaya proses analisis cuaca menjadi semakin akurat," ujarnya.