BMKG: Suhu Panas Masih Akan Melanda Beberapa Wilayah Indonesia

22 Oktober 2019 9:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cuaca panas Foto: Tim Wimborne/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cuaca panas Foto: Tim Wimborne/REUTERS
ADVERTISEMENT
Senin (21/20) kemarin, suhu udara di Jakarta terasa lebih panas dari biasanya. Tercatat, suhu udara saat itu mencapai 36 derajat Celcius. Banyak orang yang mengeluhkan cuaca kemarin di media sosial.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pantauan beberapa stasiun pengamatan milik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada Senin (21/10), pukul 13.00 WIB, tercatat suhu udara di Halim mencapai 36,2 derajat Celcius, Kemayoran 34 derajat Celcius, Cengkareng 34,2 derajat Celcius, dan Tanjung Priok 33,6 derajat Celcius.
Menurut BMKG, suhu udara panas ini sebenarnya telah terjadi sejak 19 Oktober 2019, dengan suhu maksimum mencapai 37 derajat Celcius. Bahkan pada 20 Oktober 2019, ada tiga stasiun pengamatan BMKG di Sulawesi yang mencatat suhu maksimum, yakni Stasiun Meteorologi Hasanuddin (Makassar) 38,8 derajat Celcius, Stasiun Klimatologi Maros 38,3 derajat Celcius, dan Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera 37,8 derajat Celcius.
Suhu tersebut merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun terakhir, di mana pada periode Oktober tahun 2018 lalu, tercatat suhu maksimum mencapai 37 derajat Celcius.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Agie Wandala Putra, suhu panas ini terjadi karena radiasi Matahari sedang cukup tinggi, ditambah dengan tutupan awan di daerah-daerah tersebut yang tergolong rendah.
Persebaran suhu panas yang dominan berada di selatan Khatulistiwa, erat kaitannya dengan gerak semu Matahari. Pada September lalu, Matahari berada di sekitar wilayah Khatulistiwa, dan terus bergerak ke belahan Bumi selatan hingga bulan Desember mendatang. Maka, pada Oktober 2019, posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Pemanasan global. Foto: Pixabay
Kondisi ini menyebabkan radiasi Matahari yang diterima oleh permukaan bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak, sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari. Selain itu, pantauan dalam dua hari terakhir, atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan juga relatif kering, sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik Matahari.
ADVERTISEMENT
Minimnya tutupan awan ini akan mendukung pemanasan permukaan yang kemudian berdampak pada meningkatnya suhu udara. Gerak semu Matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, maka potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Menurut BMKG, dalam waktu sekitar satu pekan ke depan, suhu panas masih akan terjadi di sekitar wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, masyarakat yang terdampak suhu udara panas ini diimbau untuk minum air putih yang cukup untuk menghindari dehidrasi, mengenakan pakaian yang melindungi kulit dari sinar Matahari jika beraktivitas di luar ruangan, serta mewaspadai aktivitas yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi karhutla.
ADVERTISEMENT
Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk mewaspadai adanya angin kencang yang berpotensi terjadi di pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.