CDC AS Ralat Pernyataan Penyebaran Utama Corona Lewat Udara, Klaim Salah Upload

22 September 2020 15:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga melewati mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Warga melewati mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters
ADVERTISEMENT
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers of Disease Control and Prevention/CDC) Amerika Serikat, meralat panduan baru tentang penyebaran virus corona SARS-CoV-2 lewat udara yang sebelumnya disebut sebagai penularan utama corona. Panduan itu diunggah pada Jumat (18/9).
ADVERTISEMENT
Sebelum diralat, CDC sempat menyebut bahwa virus corona penyebab penyakit COVID-19 banyak menular lewat udara alias melalui tetesan pernapasan atau partikel kecil seperti aerosol yang keluar dari pernapasan manusia, terutama saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, bernyanyi, berbicara dan bernapas.
Partikel aerosol dapat menyebabkan infeksi ketika terhirup ke dalam hidung, mulut, saluran udara, dan paru-paru orang sehat. Oleh karena itu, CDC mengimbau agar orang-orang menjaga jarak fisik sejauh 1,8 meter untuk mencegah penularan virus corona. Namun, panduan itu kini telah ditarik karena diklaim salah upload.
CDC lalu mencoba meluruskan apa yang dimaksud dengan transmisi aerosol. Mereka menyebut bahwa penularan lewat udara memang bisa terjadi, namun tidak menjadi cara utama dari penularan corona. Saat ini, pedoman virus corona menyebar lewat udara sedang direvisi.
Ilustrasi virus corona. Foto: NEXU Science Communication/via REUTERS
"Versi draf dari perubahan rekomendasi yang diajukan, salah diunggah ke situs resmi CDC. Saat ini CDC telah memperbarui rekomendasi mengenai penularan SARS-CoV-2 melalui udara," ujar Jason McDonald, juru bicara CDC dilansir CNN, Selasa (22/9).
ADVERTISEMENT
"Setelah proses penyuntingan sudah selesai, pembaruan akan segera di-posting,” lanjut dia.
Seorang pejabat pemerintah AS yang tidak disebutkan namanya menegaskan bahwa perubahan pedoman saat ini tak ada kaitannya dengan intervensi politik. Hal tersebut adalah murni kesalahan CDC.
“Ini sepenuhnya dilakukan CDC. Ini di-posting secara tidak sengaja dan belum siap untuk di-posting,” katanya.
Pejabat itu menyebut, perubahan pedoman yang diterbitkan sebelumnya, belum ditinjau secara menyeluruh oleh para peneliti di CDC. “Seseorang menekan tombol yang seharusnya tidak ditekan,” tambah dia.

Ilmuwan desak penularan corona aerosol dimasukan dalam pedoman kesehatan

Para peneliti dan ilmuwan kesehatan dunia sebenarnya sudah jauh-jauh hari mendesak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan organisasi kesehatan masyarakat untuk memasukan penularan corona secara aerosol ke dalam panduan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Desakan para peneliti memang memiliki dasar empiris yang jelas. Mereka mengutip beberapa studi yang mendukung pandangan bahwa virus corona memang menyebar lewat udara.
Warga menggunakan masker saat beraktivitas untuk menghindari virus corona di Jepang. Foto: AFP/PHILIP FONG
Salah satu studi yang dirujuk para peneliti, menurut Los Angeles Times, adalah laporan berjudul ‘Consideration of the Aerosol Transmission for COVID-19 and Public Health’ yang dimuat oleh penerbit akademik Wiley pada 1 Mei 2020. Dalam studi tersebut, para peneliti memperingatkan potensi penularan virus corona lewat udara berdasarkan tiga argumen.
Tak lama dari situ, WHO kemudian mengakui bahwa virus corona bisa menular melalui udara atau aerosol. Mereka lantas mengeluarkan protokol kesehatan soal penyebaran aerosol. Dalam pedoman baru itu, WHO memasukkan beberapa tempat yang rawan terjadi penularan melalui udara, termasuk di tempat berventilasi buruk.
ADVERTISEMENT
“Berdasarkan bukti, WHO yakin ada banyak cara penularan. Kami yakin penyakit ini banyak disebarkan melalui droplet dan tetesan yang lebih besar. Tapi kami juga yakin bahwa partikel yang lebih kecil dapat menyebarkan penyakit ini, dan itu sangat dipengaruhi oleh tempat atau lingkungan,” kata Dr. Mike Ryan, direktur eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO.