Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Memasuki bulan Juli 2020, Bumi berada di titik Aphelion, yakni fenomena di mana posisi Bumi berada pada titik terjauh dengan Matahari. Apakah ini membuat cuaca Bumi semakin dingin? Apakah fenomena ini memberikan dampak bagi planet kita?
ADVERTISEMENT
Thomas Djamaluddin, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berkata, setiap tahun pada bulan Juli, Bumi akan memasuki fase di mana ia berada di titik Aphelion atau titik terjauh dengan Matahari . Hal ini dikarenakan orbit Bumi tidak sepenuhnya lingkaran sempurna, melainkan bentuk elips dengan kelonjongan sekitar 1/60.
Selain memasuki fase terjauh, Bumi juga ada kalanya akan memasuki fase terdekat dengan Matahari yang disebut Perihelion. Perihelion biasanya terjadi setiap Januari.
Thomas menjelaskan, fenomena yang setiap tahun terjadi ini sebenarnya tidak terlalu berdampak signifikan pada Bumi. Bahkan, nyaris tidak dirasakan. Posisi Bumi di titik terjauh Matahari juga tidak memengaruhi panas yang diterima Bumi.
“Tidak ada dampak sama sekali. Kondisi musim dan cuaca karena perubahan distribusi energi matahari akibat kemiringan sumbu rotasi Bumi. Faktor jarak Bumi-Matahari tidak signifikan berpengaruh,” ujar Thomas saat dihubungi kumparan, Selasa (7/7).
ADVERTISEMENT
Adapun udara dingin yang dirasakan di beberapa daerah seperti Bandung, Malang, Solo, dan beberapa daerah lain di Indonesia, merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau, bukan karena Aphelion. Udara dingin merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau. Ini diperkirakan berlangsung hingga Agustus mendatang.
Menurut Thomas, udara dingin yang terjadi di Indonesia lebih diakibatkan oleh embusan angin dingin dari Australia yang sedang mengalami musim dingin. Dengan begitu, dampak signifikan dari Aphelion tidak ada. Cuaca dingin di Indonesia tak lain karena angin muson tenggara yang bertiup dari Australia ke Asia.
Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia (dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia) semakin signifikan sehingga berimplikasi pada penurunan cuaca udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia, terutama Jawa, Bali, NTB, dan NTT.
Pada saat puncak kemarau, memang umumnya suhu udara lebih dingin dan permukaan bumi lebih kering. Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan.
ADVERTISEMENT
Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.