Daratan Islandia Justru Naik saat Pantai Jakarta Tenggelam, Kok Bisa?

21 April 2022 18:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Wall Adhuna di Muara Baru, Jakarta Utara, tak lagi berfungsi karena terendam air laut. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Wall Adhuna di Muara Baru, Jakarta Utara, tak lagi berfungsi karena terendam air laut. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemanasan global menyebabkan es di kutub meleleh dan menumpahkan lelehan airnya ke laut. Dalam waktu beberapa puluh tahun, ketinggian permukaan laut akan naik. Wilayah seperti pesisir Jakarta yang diperparah dengan penurunan permukaan tanah akan mengalami efek yang lebih parah.
ADVERTISEMENT
Namun, tahukah kamu, di tengah banyaknya negara kewalahan dengan meningginya muka air laut, ada daerah justru malah air lautnya semakin dangkal. Daerah itu yakni Islandia.
Di pesisir selatan Islandia, di daerah bernama Höfn, ada banyak nelayan mengalami kesulitan melepas kapalnya ke laut karena pantai yang semakin lama semakin dangkal akibat dataran yang semakin tinggi. Kapal yang ingin berlabuh pun mengalami kesulitan ke dermaga. Dangkalnya air laut dapat merusak kapal mereka.
Apa yang dialami para nelayan di Höfn ini disebabkan oleh fenomena unik yang terjadi di dekat mereka tinggal. Ada tudung es raksasa Islandia, Vatnajökull, di Höfn yang perlahan meleleh.

Kenapa air laut di Islandia malah menurun, padahal esnya meleleh?

Selama berabad-abad, tudung es seluas 7.900 km persegi ini menjadi pemberat daratan Islandia. Massa es yang besar menekan dataran ke bawah. Ketika es ini meleleh ke laut, dataran menjadi semakin ringan dan terdorong ke atas.
ADVERTISEMENT
Meski dataran meninggi, belum tentu fenomena ini baik untuk dunia. Islandia--sesuai namanya--dulu dikenal dengan dataran yang diselimuti es. Karena pemanasan global, negara ini terancam tak memiliki es lagi di tahun 2200.
Tudung Es Islandia Vatnajokull Foto: Guitar photographer/Shutterstock
Pengukuran GPS menunjukkan bahwa dataran Höfn naik 1,7 cm per tahunnya. Beberapa titik bahkan mengalami kenaikan 3,8 cm per tahun. Rupanya, ada faktor lain yang membuat penurunan permukaan air laut, yakni gravitasi.
“Tudung es sangat berat (beku dan membuat) laut (tertarik) ke arah lapisan es, karena gravitasi. Tetapi ketika lapisan es mencair, daya tarik ini mulai melemah dan air bergerak menjauh (kembali jatuh ke laut),” kata Thomas Frederikse, seorang postdoctoral di NASA Jet Propulsion Laboratory, kepada CNN.
"Semakin jauh Anda dari lapisan es, semakin banyak air yang Anda dapatkan."
ADVERTISEMENT
Ilmuwan NASA mengestimasi, jika rata-rata permukaan laut global naik 1 meter, maka di Islandia akan turun 20 cm. Es meleleh di Greenland adalah yang paling berpengaruh atas efek ini, ditambah gravitasi.
Jika semua es di Islandia meleleh, maka rata-rata permukaan laut akan naik 1 cm. Jika es di Greenland meleleh, permukaan laut akan naik 7,5 meter. Namun jika semua es di Antartika meleleh, maka permukaan laut naik sampai 60 meter.
Gletser Sermeq yang mencair, terletak sekitar 80 km selatan Nuuk, terlihat, Greenland, 11 September 2021. Foto: Hannibal Hanschke/REUTERS
Fenomena melelehnya es berkontribusi pada 2/3 kenaikan permukaan laut saat ini. Sisanya, pemanasan global mengakibatkan laut memuai. Memuai artinya dengan jumlah molekul yang sama, volume air laut akan bertambah hanya karena panas. Hal ini diperparah dengan penggunaan bahan bakar fosil dan pelepasan emisi ke atmosfer.
ADVERTISEMENT
Peneliti mengungkap, bahwa pun jika penggunaan bahan bakar fosil dihentikan saat ini, efek kenaikan permukaan laut tetap akan bertahan sampai 2050. Kenyataannya, bahan bakar fosil saat ini masih dipakai dan kenaikan permukaan laut akan berlangsung lebih lama.
Dengan kenaikan temperatur global 3 sampai 4 derajat saja, estimasi rata-rata kenaikan permukaan laut akan mencapai 70 cm.

Bagaimana dengan Jakarta?

Yang pasti, Jakarta tidak diselimuti es seperti Islandia. Begitu juga kontur daratan dan letak geografisnya yang jelas berbeda.
Masih ingat Agustus 2021 lalu Presiden AS Joe Biden menyinggung bahwa Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun? Sebenarnya narasi bahwa Jakarta akan tenggelam sudah ada sejak lama. Meski semuanya punya proyeksi dan datanya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Riset tim ahli geodesi Institut Teknologi Bandung memproyeksikan 95 persen daerah di Jakarta Utara akan berada di bawah permukaan laut pada 2050.
“Ada potensi tenggelam,” ujar Heri Andreas, pakar geodesi ITB yang terlibat penelitian tersebut, saat berbincang dengan kumparan, Selasa (23/10/2018).
Menurut Heri, permukaan tanah di Jakarta turun setiap tahun dengan kedalaman bervariasi, antara 1–25 sentimeter. Untuk daerah utara Jakarta, penurunan mencapai 20–25 cm per tahun. Maka 10 tahun ke depan, tanah di Jakarta Utara akan amblas hingga 2,5 meter.
Masjid Wall Adhuna menjadi contoh paling kentara betapa derasnya laju kenaikan permukaan laut, dan penurunan tanah, di Jakarta Utara. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Liputan VOX tahun 2021 lalu menyorot penyedotan air tanah secara masif di Jakarta bertanggung jawab tingginya tingkat penurunan tanah di Jakarta. Ditambah, konstruksi beton menutup serapan tanah sehingga lapisan equifer (yang berfungsi menyimpan air), kosong dan rapuh sehingga sulit menahan beban bangunan di atasnya.
ADVERTISEMENT
Riset oleh Joko Widodo dkk pada tahun 2019 menggunakan analisis InSAR mengungkap bahwa tanah di Jakarta turun dengan kecepatan 6 cm per tahun. Data NOAA menunjukkan bahwa permukaan air laut naik 3,6 milimeter per tahunnya.
Penurunan permukaan tanah ditambah kenaikan air laut membuat Jakarta menjadi kota metropolitan dengan risiko tenggelam terbesar. World Economic Forum menulis bahwa sebagian dari Jakarta akan berada di bawah air per 2050.
John Englander, pakar kelautan dan pendiri International Sea Level Institute, menempatkan Jakarta di urutan teratas dalam daftar 10 kota yang paling cepat tenggelam di dunia, melewati Manila, Ho Chi Minh, Bangkok, Shanghai, Venesia, dan lain-lain.
Pemeringkatan tersebut, menurut John dalam situsnya johnenglander.net, Januari 2018, tidak bersifat mutlak. Hasil berbeda dapat diperoleh, tergantung parameter dan periode penelitian.
ADVERTISEMENT
Yang jelas, tulis John, “Dalam setengah abad terakhir, beberapa kota yang rentan tenggelam seperti Tokyo dan Venesia mengalami perbaikan kondisi karena pembatasan ketat pada pemompaan air tanah. Namun Jakarta dan Bangkok tenggelam lebih cepat.”