Fenomena Langka Bulan Biru Hiasi Langit Indonesia Malam Ini

31 Oktober 2020 9:20 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Blue Moon. Foto: Crefollet via Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Blue Moon. Foto: Crefollet via Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Bulan Biru (Blue Moon) akan menghiasi langit malam di Indonesia, Sabtu (31/10). Fenomena alam ini bisa dibilang langka karena hanya terjadi sekitar dua hingga tiga tahun sekali.
ADVERTISEMENT
Menurut penjelasan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), fenomena Bulan Biru di Indonesia akan mencapai puncaknya pada 21.49 WIB. Ia dapat diamati pada arah Timur-Timur Laut sebelum Matahari terbenam hingga Barat-Barat Laut setelah Matahari terbit.
Meski namanya Bulan Biru, fenomena alam yang langka ini tak akan menampilkan Bulan dengan warna biru. Menurut penjelasan lembaga luar angkasa AS (NASA) Bulan Biru sebenarnya adalah istilah dari peristiwa munculnya bulan purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan yang sama.
Dalam satu tahun, biasanya kita akan melihat satu kali Bulan purnama per bulan. Jadi, total ada 12 kali Bulan purnama per tahun.
Ilustrasi Bulan. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
Namun, karena siklus lunar dan tahun kalender tidak sinkron secara sempurna (di mana satu bulan ada 28 hari, 30 hari, hingga 31 hari), maka setiap tiga tahun kita bisa menemukan dua Bulan purnama dalam satu bulan kalender yang sama. Menurut catatan CNN, Bulan Biru terakhir kali muncul pada 31 Maret 2018.
ADVERTISEMENT
Pada bulan ini, Bulan purnama telah muncul pada 1 Oktober 2020. Adapun Bulan purnama kedua, yang disebut Bulan Biru, akan muncul pada 31 Oktober 2020. Bulan Biru sendiri terakhir kali muncul pada 31 Maret 2018.
Lalu, kalau fenomena Bulan Biru tak ada hubungannya dengan warna, dari mana penamaan ini berasal?
Istilah Bulan Biru sebenarnya telah dikenal sejak 1946. Pada majalah Sky and Telescope, seorang astronom amatir bernama James Hugh Pruett menuliskan artikel berjudul “Once in a Blue Moon” atau “Sekali dalam Bulan Biru” yang merangkum pengamatannya soal keberadaan 13 Bulan purnama dalam satu tahun yang sama.
Ilustrasi Bulan. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
“Tujuh kali dalam 19 tahun terdapat 13 bulan purnama penuh dalam satu tahun. Ini memberikan 11 bulan masing-masing satu bulan purnama penuh dan satu bulan (lainnya) dua (Bulan) purnama," begitu tulis Pruett, yang mereferensikan tulisannya kepada catatan astronomi Almanak Maine Farmer tahun 1937.
ADVERTISEMENT
"Purnama penuh kedua dalam satu bulan ini, saya interpretasikan, disebut sebagai Bulan Biru.”
Menurut laporan EarthSky, tulisan Pruett kemudian lebih dikenal karena penjelasannya yang sangat sederhana. Pada 1970, jurnalis sains sekaligus penyiar radio Deborah Byrd membawa artikel Pruett tersebut ke departemen astronomi University of Texas.
Byrd kemudian membuat istilah 'Bulan Biru' semakin terkenal, karena ia selalu menggunakan istilah tersebut ketika menjelaskan fenomena unik ini. Seiring berjalannya waktu, sebutan tersebut semakin jamak digunakan oleh masyarakat umum dan para ahli.