Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ganas Merkuri Meracuni Masyarakat Adat Cisitu Banten
21 Mei 2018 22:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian di Kampung Adat Cisitu, Banten , mengungkap satu fakta mengagetkan. Sebanyak 37 warga diduga mengalami keracunan merkuri yang diproduksi dari lokasi pengolahan emas hasil tambang liar. Ironisnya, sebagian dari mereka yang diduga keracunan itu bukanlah penambang ataupun pengolah hasil tambang, melainkan warga biasa.
ADVERTISEMENT
Temuan itu diungkapkan lewat laporan hasil penelitian bersama lembaga BaliFokus dan Yayasan Medicuss Group, tahun 2014. BaliFokus adalah lembaga yang bergelut meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, sedangkan Medicuss pada layanan kesehatannya.
Tim itu mengecek kondisi kesehatan dan serangkaian tes pada 140 warga di Kampung Adat Cisitu, Desa Situmulya dan Desa Kujangsari, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Dua di antara 37 warga yang diduga keracunan merkuri adalah Eno (43) yang kini hidup seorang diri setelah ditinggal cerai istrinya dan Ocih (63) yang meninggal dua bulan lalu. Kisah mereka selengkapnya dapat dibaca pada tulisan sebelumnya di tautan ini .
Eno dan Ocih bukanlah petambang emas ataupun pekerja yang menggunakan air raksa alias merkuri. Mereka hanyalah petani dan ibu rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana merkuri akhirnya melumpuhkan mereka?
Cara Merkuri Meracuni Tubuh
Peneliti sekaligus penasihat senior BaliFokus, Yuyun Ismawati, menyebut tiga cara merkuri masuk ke dalam tubuh seseorang. Pertama, kontak langsung, kedua, lewat udara, dan ketiga, paparan lewat makanan.
Yuyun menuturkan merkuri bisa masuk ke dalam tubuh melalui persentuhan. Sebab, merkuri bisa meresap masuk ke dalam tubuh lewat kulit. Yang rentan terpapar langsung oleh merkuri melalui cara ini adalah para penambang dan pekerja pengolahan hasil tambang.
Paparan lainnya lewat udara. Prosesnya, logam cair itu menguap ke udara dari hasil pembakaran. Aktivitas itu umum ditemui dalam pengolahan emas di Cisitu.
Menurut Yuyun, merkuri yang menguap akibat pembakaran bisa terbawa ke tempat lain dan terhirup oleh orang lain yang tidak berada lokasi tersebut. “Hg (simbol latin merkuri) yang menguap ke udara akan berputar-putar di udara dan terbawa angin. Lalu saat hujan jatuh, merkuri juga akan jatuh atau terdeposisi di sawah, tanah, sungai, dan lain-lain,” papar Yuyun.
Selain akibat pembakaran, air raksa atau merkuri juga bisa menguap dengan sendirinya. Dokter Jossep Frederick William dari Medicuss mengatakan, “Dalam suhu kamar, 25 derajat Celcius, merkuri juga bisa menguap.”
ADVERTISEMENT
Selain melalui udara, merkuri juga bisa meracuni tubuh melalui makanan dan minuman. Penyebabnya adalah pembuangan limbah dari pengolahan emas yang mengalir ke lokasi sumber air dan pangan warga.
Berdasarkan pengamatan kumparan pada Sabtu (19/5) kemarin, di Kampung Adat Cisitu memang banyak tempat pengolahan emas dengan merkuri yang berdekatan dengan kolam dan sawah warga.
Selain mengalir langsung melalui pembuangan limbah, merkuri juga bisa mencemari air dan tanaman yang lebih jauh melalui hujan yang turun setelah merkuri tersebut menguap ke atas.
Ikan dan Beras Masyarakat Adat Cisitu Tercemar Merkuri
Selain udara yang tercemar merkuri, BaliFokus menemukan bahwa padi dan hewan yang menjadi sumber pangan warga di Kampung Adat Cisitu juga telah tercemar logam berat tersebut.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang sama mendapati beras dari berbagai macam padi yang disimpan di leuit alias lumbung padi di Kampung Adat Cisitu memiliki kandungan merkuri sebesar 0,068 hingga 1,186 part per million (ppm). Satuan ppm ini menujukkan jumlah per sejuta.
Padahal ambang batas normal kandungan merkuri dalam beras berdasakan Organisasi Pangan Dunia (FAO) adalah sebesar 30 part per billion (ppb) yang berarti senilai 30 per semiliar atau 0,03 ppm, dan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah 500 ppb atau 0,5 ppm.
Jadi, beras-beras di Cisitu benar-benar telah tercemar merkuri dan sebenarnya tidak layak dikonsumsi.
Selain pada beras, BaliFokus juga menemukan kandungan merkuri yang tinggi pada ikan-ikan tawar di Cisitu. Nilainya sebesar 0,125 hingga 1,325 ppm.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut SNI, kandungan Hg yang bisa ditorelansi untuk produksi pangan ikan dan hasil olahannya adalah 0,5 ppm. Jadi, sebagian ikan di Kampung Adat Cisitu pun sudah tak lagi aman untuk dikonsumsi.
Dampak Keracunan Merkuri pada Kesehatan
Ganasnya merkuri yang meracuni tubuh tentu saja menimbulkan dampak yang besar pada kesehatan. Pada perempuan, menurut William, merkuri dapat mengganggu sistem reproduksi sehingga menyebabkan gangguan menstruasi hingga sulit punya keturunan.
Selain itu, menurut Yuyun, dampak keracunan merkuri juga dapat menurun dari ibu kepada anak yang dilahirkannya. Akibatnya, anak itu bisa lahir dengan gangguan motorik, emosi, retardasi atau memiliki IQ rendah alias lahir dengan kondisi cacat mental ataupun fisik.
William mengatakan dampak paling ringan dari keracunan merkuri adalah “gangguan kemampuan untuk belajar.” Jadi keracunan logam berat ini membuat kemampuan seseorang untuk fokus menangkap dan mempelajari sesuatu jadi turun.
Adapun terkait gangguan yang sering dialami para penambang yang terpapar merkuri, William menyebut nyeri otot dan sakit kepala. Selain itu, menurutnya, sering juga muncul penyakit yang disebut sebagai Mad Hatter.
ADVERTISEMENT
Mad Hatter adalah tokoh dalam film Alice in Wonderland yang memiliki karakater pemarah. Jadi, Mad Hatter adalah istilah untuk gangguan emosi.
Merkuri di dalam tubuh yang berikatan dengan karbon, menurut William, dapat “merusak di sistem otak kita, terutama di daerah frontal atau otak bagian depan.” Otak yang ada di bagian depan berfungsi kuat sebagai pengatur emosi.
Itulah kenapa penduduk di daerah pertambangan yang menggunakan merkuri, beber William, memiliki emosi yang tinggi. Mudah marah dan mudah tersinggung.
“Kemudian di atas itu, kalau sudah terpapar 5 sampai 10 tahun, biasanya mudah ada gangguan pembuluh darah dan jantung,” tutur William. Gangguan pembuluh darah dapat menyebabkan penyakit hipertensi, stroke, hingga gagal ginjal.
ADVERTISEMENT
Di samping gangguan pembuluh darah, William mengaku pernah “menemukan adanya gangguan hati” pada orang yang keracunan merkuri. Sebab, ketika ada merkuri di dalam tubuh, tuturnya, beban kerja hati untuk membuang racun tersebut jadi meningkat secara signifikan.
Gangguan Saraf akibat Keracunan Merkuri
Tremor atau tangan dan kaki yang selalu gemetar dan sulit dikendalikan merupakan bentuk dari gangguan saraf. Hal inilah yang dialami Eno dan mendiang Ocih.
William menjelaskan, biasanya penyebab gangguan saraf adalah apabila kita mengonsumsi metil merkuri. “Metil merkuri itu adalah merkuri yang sudah berikatan dengan bahan-bahan organik. Jadi itu merkuri yang sudah diserap tanaman, merkuri yang sudah diserap binatang, yang masuk ke dalam sistem tubuh mereka, berikatan dengan karbon mereka.”
ADVERTISEMENT
Jika kita mengonsumi tanaman atau binatang yang sudah mengandung merkuri, maka metil merkuri itu akan diserap juga ke dalam tubuh kita. Metil merkuri itu kemudian akan terikat di dalam sistem lemak kita.
“Pada saat si merkuri ini terdeposit di tubuh kita, itu dia menempel di dalam lemak-lemak.” Bahayanya, lemak merupakan jaringan yang membungkus sistem saraf. Menempelnya merkuri di selubung saraf inilah yang seringkali menyebabkan terjadinya kerusakan selubung saraf pada sistem saraf.
William menganalogikan sistem saraf manusia seperti kabel. Ketika selubung saraf rusak, maka saraf akan jadi seperti kabel yang bungkusnya hilang. “Akibatnya, kabelnya jadi telanjang, ya. Akibatnya jadi gampang korsleting 'kan,” ujarnya
Jika misalnya gangguan sistem saraf itu terjadi di daerah yang tak terlalu vital, seperti di tangan, akibatnya mungkin hanya kesemutan. “Nah tapi kalau misalkan itu gangguannya ada di sistem saraf pusat, seperti otak, ini mengakibatkan gangguan koordinasi tadi.”
ADVERTISEMENT
Gangguan koordinasi inilah yang membuat Eno maupun mendiang Ocih sulit mengendalikan gerakan tangannya sendiri.
Apa yang terjadi pada Eno, mendiang Ocih, dan 35 warga lainnya menunjukkan bahwa pencemaran merkuri pada sumber pangan di Kampung Adat Cisitu merupakan perkara besar.
Pasalnya, selama ini warga di sana telah terbiasa memenuhi kebutuhan pangan mereka dengan mengonsumsi hasil tani dan perikanan mereka sendiri, tidak membelinya dari luar.
Jika masyarakat adat Cisitu terus mengonsumsi beras dan ikan di sana yang telah tercemar merkuri, bisa dibayangkan petaka besar apa yang akan mereka hadapi di tahun-tahun mendatang?