Gerhana, Fenomena Alam yang Dahulu Lekat dengan Mitos

26 Desember 2019 19:32 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gerhana matahari cincin.  Foto: AFP/ YASSER AL-ZAYYAT
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gerhana matahari cincin. Foto: AFP/ YASSER AL-ZAYYAT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dahulu, gerhana merupakan fenomena alam yang begitu lekat dengan mitos di masyarakat Indonesia. Kala fenomena itu berlangsung, konon disebut sosok Batara Kala dihidupkan kembali. Sebagian masyarakat Jawa, misalnya, percaya bahwa raksasa jahat itu menjadi dalang terjadinya gerhana.
ADVERTISEMENT
Hal itu, masih terasa ketika Indonesia kedapatan fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) pada 11 Juni 1983. Sebagian besar warga memilih untuk tinggal di rumah ketimbang mengamati GMT.
Ilustrasi gerhana matahari cincin. Foto: REUTERS / Soe Zeya Tun
Pemerintah Orde Baru kala itu mengeluarkan imbauan agar warga tidak melihat matahari secara langsung. Imbauan ini berubah tafsir jadi sebuah kengerian. Apalagi, masih banyak masyarakat yang percaya mitos, dan tidak mengkonfirmasi seluruh kabar yang beredar.
Padahal, Gerhana Matahari Total pada 11 Juni 1983 itu sangat mengagumkan karena totalitasnya terjadi pukul 12 siang. Gerhana ini benar-benar mengubah siang jadi seperti malam. Bintang di langit seketika jelas terlihat.
Cecep Nurwendaya, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, membenarkan kondisi masa lalu itu, di mana mitos tentang gerhana masih dipercaya sebagian orang Indonesia. Salah satu mitos yang juga beredar, adalah gerhana matahari dapat menyebabkan kebutaan bagi orang yang melihatnya.
ADVERTISEMENT
“Waktu itu terjadi kebanyakan malah berdiam di rumah, jendela-jendela ditutup, masyarakat takut keluar rumah karena ada gerhana,” kata Cecep, mengisahkan kondisi GMT pada 1983 di Planetarium, Jakarta, Kamis (26/12).
Cecep bilang, kondisi ini justru bertolak belakang dengan masyarakat dari luar negeri yang rela berkunjung ke Indonesia hanya untuk menyaksikan Gerhana Matahar Total kala itu. Fenomena saintifik semacam ini, merupakan peristiwa langka bagi mereka.
Momen ini justru dimanfaatkan para peneliti untuk mengamati Gerhana Matahari Total. Salah satu tempat yang jadi destinasi penelitian adalah Rembang, Jawa Timur.
Proses terjadinya gerhana matahari cincin di Jakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
“Teman-teman saya dari luar negeri bilang ‘saya bertahun-tahun menanti peristiwa langka ini'. Rela berkunjung ke Indonesia cuma mau menyaksikan gerhana yang hanya berlangsung 5 menit. Tapi, orang-orang sini malah masuk ke rumah’,” ujar Cecep.
ADVERTISEMENT
Gerhana Matahari terjadi ketika posisi bulan terletak sejajar di antara Bumi dan Matahari. Gerhana matahari itu sendiri bisa total, sebagian, cincin, atau hibrida.
Fenomena gerhana matahari ternyata juga dimanfaatkan Kementerian Agama RI, sebagai salah satu parameter untuk penentuan hilal dalam penanggalan kalender Hijriah. Sistem penanggalan ini didasarkan pada dua metode, yaitu hisab dan rukyat. Hisab merupakan teori perhitungan berbasis kaidah matematika dan fisika. Sementara Rukyat dihitung berdasarkan pengamatan astronomi.
Cecep menekankan, kedua metode tersebut sama-sama penting. Hisab dilakukan sebagai tahap penghitungan awal, sementara pembuktiannya dengan observasi rukyat.
Dalam metode rukyat, Cecep menegaskan, hanya gerhana matahari saja yang dapat dijadikan acuan dal am penentuan hilal, sebab waktu terjadinya saat bulan baru atau ijtimak. Sedangkan Gerhana Bulan hanya terjadi pada fase bulan purnama.
ADVERTISEMENT
"Gerhana (matahari) ini menjadi satu-satunya yang bisa mengukur akurasi perhitungan, misalnya ketinggian hilal untuk menentukan awal bulan Hijriyah, itu kan harus dihitung menjelang Ramadan, Syawal, Dzulhijjah. Nah perhitungan semua ini kan misalnya hanya (metode) Hisab, nah sekarang dibuktikan (dengan fase bulan baru saat Gerhana Matahari),” jelasnya.
Ilustrasi gerhana matahari cincin. Foto: AFP/Arif ALI
Fenomena gerhana juga dimanfaatkan oleh umat Muslim untuk melaksanakan ibadah salat sunah gerhana.
Oleh karena pentingnya gerhana matahari, ahli rukyat macam Cecep tidak pernah melewatkan fenomena ini untuk diamati. Ia mengajak masyarakat untuk mengamati gerhana dan melihatnya dari sudut pandang ilmu pengetahuan.
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda kekuasaan Allah, agar hamba takut kepadaNya. Terjadinya gerhana matahari dan bulan itu bukanlah karena kematian seeorang. Maka jika engkau melihatnya, maka shalatlah dan berdoalah hingga gerhana itu tersingkap dari kalian” (HR. An Nasa’i; shahih).
ADVERTISEMENT