Guci Milik Kaisar China Laku dengan Harga Selangit, Capai Rp 26,3 Miliar

29 Mei 2022 14:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guci dari Dinasti Qing punya harga selangit.  Foto: YouTube/Dreweatts
zoom-in-whitePerbesar
Guci dari Dinasti Qing punya harga selangit. Foto: YouTube/Dreweatts
ADVERTISEMENT
Sebuah guci China berasal dari abad ke-18 baru saja laku terjual dengan harga fantastis, sekitar 1,8 juta dollar atau setara Rp 26,3 miliar. Guci itu berwarna biru dengan corak kerajaan berlapis emas dan perak. Menurut sejarawan, guci tersebut pernah menjadi milik seorang kaisar China.
ADVERTISEMENT
Guci dicat dengan warna yang disebut "biru pengorbanan." Disebut demikian karena warna yang sama juga disematkan pada bagian Kuil Surga di Beijing. Di Kuil Surga, kaisar Tiongkok kerap mengorbankan hewan dengan harapan bisa mendatangkan panen yang berlimpah.
Dekorasi pada guci dibuat dari campuran perak dan emas, menggambarkan awan, burung bangau, kipas angin, seruling dan kelelawar. Ini semua merupakan simbol kepercayaan kaisar Taois yang diartikan sebagai kehidupan baik dan panjang umur. Kombinasi emas dan perak pada guci sangat sulit ditemukan, ini membuat guci istimewa dan langka.
Adapun guci punya ukuran yang cukup besar, sekitar 0,6 meter, ditandai dengan simbol kaisar Qianlong, kaisar keenam dinasti Qing atau dinasti terakhir di China yang memerintah dari tahun 1735 hingga 1795, sebagaimana pernyataan rumah lelang Drewatts.
ADVERTISEMENT
Zaman pemerintahan kaisar Qianlong menjadi masa penumpasan pemberontak. Pada masa ini pula seni berkembang dengan pesat di Tiongkok. Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 situasi politik di China memburuk. China kalah dalam perang melawan Eropa dan Amerika, dan pasukan asing menjarah sejumlah barang antik di istana.
“Setelah ahli bedah meninggal, guci itu diberikan kepada putranya. Baik ahli bedah maupun putranya tidak menyadari nilai sebenarnya dan guci ditempatkan di dapur putranya selama beberapa waktu. Saya pertama kali melihatnya pada akhir 1990-an.”
ADVERTISEMENT
Menurut Justin Jacobs, profesor sejarah di American University di Washington, DC, guci tersebut bisa saja merupakan hadiah dari kaisar kepada salah satu pejabat dan keluarga pejabat kemudian menjualnya di pasar pada abad ke-20 ketika mereka jatuh miskin. Atau bisa jadi guci merupakan benda jarahan militer tahun 1860 atau 1901. Kalau ini benar, ini bisa menimbulkan masalah etik.