Hati-hati, Serangan Jantung Senyap Intai Pengidap Diabetes

20 Februari 2020 7:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ashraf Sinclair, berasal dari Malaysia. Foto: Munady Widjaja/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ashraf Sinclair, berasal dari Malaysia. Foto: Munady Widjaja/kumparan
ADVERTISEMENT
Wafatnya Ashraf Sinclair karena serangan jantung masih mengejutkan publik Tanah Air. Suami penyanyi Bunga Citra Lestari (BCL) itu mengembuskan napas terakhirnya di usia 40 tahun pada Selasa (18/2) dini hari.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak mengagetkan, Ashraf terbilang masih muda dan rajin berolahraga. Sebetulnya, kasus serangan jantung pada usia muda sudah lama menjadi perhatian di kalangan ilmuwan dan praktisi medis. Sebagaimana dikutip laman situs Harvard Health Publishing, sebanyak 4 hingga 10 persen kasus serangan jantung di seluruh dunia bahkan terjadi sebelum usia pengidap mencapai 45 tahun.
Selain tak sepenuhnya bergantung pada faktor usia, serangan jantung terkadang bisa muncul tanpa gejala. Menurut dr. Ade Meidian Ambari, SpJp (K), FIHA, dokter spesialis jantung yang berpraktik di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, ada sejumlah kondisi yang memicu serangan jantung tanpa gejala.
“Kadang serangan jantung tidak khas, nyeri dada tuh enggak semua timbul dengan khas, contohnya pada pasien diabetes karena saraf-sarafnya lebih tumpul. Jadi kadang-kadang pasiennya enggak ngerasa nyeri dada, seperti agak sesak, jadi enggak khas. Pada orang tua yang usianya di atas 65 tahun, kadang-kadang enggak (ada gejala) khas, atau pada wanita kadang-kadang enggak khas,” tutur dr. Ade saat dihubungi kumparanSAINS pada Rabu (19/2).
Ilustrasi diabetes Foto: dok.shutterstock
Menyinggung soal diabetes, penyakit ini memang menjadi salah satu faktor pemicu meningkatnya risiko serangan jantung. Penyebabnya, penderitanya, khususnya diabetes tipe 2, tak jarang mengalami sejumlah kondisi yang menyumbang risiko penyakit jantung, antara lain hipertensi, tingkat kolesterol dan trigliserida tinggi, dan obesitas.
ADVERTISEMENT
Dalam tingkat yang lebih parah, pengidap diabetes neuropati, kerusakan pada sistem saraf peripheral. Kerusakan sistem saraf dapat terjadi karena adanya kenaikan kadar glukosa darah. Saraf-saraf yang terganggu dapat mengakibatkan gejala-gejala vital serangan jantung tidak dirasakan penderitanya sama sekali.
Sebagaimana yang disebutkan dalam laman situs Harvard Health Publishing, seseorang bisa menderita serangan jantung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan tanpa menyadarinya sama sekali, sebab serangan jantung timbul tanpa gejala. Meskipun bergejala, intensitasnya sangat ringan dan singkat.
com-Ilustrasi diabetes. Foto: Shutterstock

Serangan Jantung Senyap

Dalam bidang medis, serangan jantung yang berlangsung senyap ini disebut silent myocardial infarction (SMI) atau silent heart attack. Tanda-tanda saat serangan jantung terjadi pun rentan disalahpahami sebagai masalah medis biasa.
“Bahkan kalau kita enggak teliti, nyeri ulu hati itu bisa dianggap sebagai sakit maag padahal itu sebenarnya serangan jantung. Karena dari EKG (elektrokardiogram) baru kelihatan,” ujar dr. Ade.
ADVERTISEMENT
Terkait risiko serangan jantung yang tak terdeteksi, dr. Ade menekankan pentingnya pencegahan dengan rutin medical check-up, terutama bagi laki-laki di atas 40 tahun dan wanita di atas 50 tahun, setidaknya selama setahun sekali. Pemeriksaan medis juga disarankan bagi kelompok di bawah batasan usia tersebut, jika memiliki faktor pemicu risiko penyakit jantung.
“Mereka yang punya faktor risiko jantung, kalau dia punya darah tinggi, perokok, punya kencing manis, kolesterol tinggi, atau dia ada faktor keturunan, misalnya, nah itu dia bisa medical check-up,” lanjutnya.
Untuk menegakkan diagnosis, dokter biasanya akan memulai dari yang ringan, seperti anamnesis atau wawancara pasien. Pertanyaan-pertanyaannya akan berkutat seputar ada tidaknya keluhan nyeri di dada, sesak napas, jantung berdebar, riwayat penyakit dalam keluarga, atau faktor risiko, seperti hipertensi atau diabetes.
ADVERTISEMENT
Anamnesis akan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, mulai dari tensi, nadi, pemeriksaan fisik jantung, paru-paru, dan organ lain. Pemeriksaan fisik akan disusul oleh pemeriksaan penunjang jika diperlukan, antara lain foto rontgen, EKG, laboratorium, dan screening.