Ilmuwan LIPI: Plastik Penyumbang Utama Sampah di Teluk Jakarta

14 Desember 2019 11:08 WIB
comment
19
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sampah plastik. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sampah plastik. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Polemik sampah plastik seakan tak ada titik terang. Ia menjadi masalah yang tak kunjung usai. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meminimalisir sampah yang terbuang kelautan, atau memenuhi sungai-sungai yang mengalir dari hulu ke hilir.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring dengan kampanye yang terus digaungkan organisasi peduli sampah macam Greenpeace, dan berbagai program yang dibuat oleh pemerintah, beberapa orang tampaknya tetap abai dengan masalah sampah yang sudah kronis ini.
Hal itu terbukti dari hasil riset monitoring yang dilakukan oleh Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati, ilmuwan dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Peneliti LIPI, Muhammad Reza Cordova Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
Riset yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports berjudul “Major Sources and Monthly Variations in the Release of Land-derived marine debris from the Greater Jakarta Area, Indonesia” ini merupakan studi monitoring bulanan sampah pertama di Indonesia yang mengidentifikasi enam tipe sampah dan 19 kategori sampah plastik dari sembilan muara sungai di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi selama Juni 2015 hingga 2016.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, 59 persen plastik di Jakarta merupakan sampah kiriman dari daerah lain, terbawa arus sungai yang mengalir ke lautan di Teluk Jakarta.
“Sekitar 59 persen dari sampah yang mengalir di sembilan muara sungai tersebut merupakan sampah plastik yang didominasi styrofoam,” ujar Reza dalam siaran pers yang diterima kumparan, Jumat (13/12).
Berdasarkan hasil monitoring selama periode pemantauan, Reza mengestimasi aliran sampah plastik di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi, setiap harinya bisa mencapai 8,42 ton sampah. Angka tersebut 8 hingga 16 kali lebih rendah dibandingkan dengan estimasi dari studi-studi berbasis model.
“Fakta ini menekankan pentingnya data monitoring di lapangan untuk memvalidasi kontribusi sampah plastik di Indonesia,” papar Reza.
Sampah plastik dan styrofoam di garis pantai di Cilincing di Jakarta. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Hasil monitoring juga mengungkap bahwa kontribusi sampah dari Jakarta lebih rendah ketimbang kawasan sekitarnya, di mana sungai Tangerang menjadi penyumbang sampah plastik tertinggi dari segi jumlah. Sementara sungai Bekasi menyumbang sampah plastik tertinggi dari segi berat.
ADVERTISEMENT
“Hasil ini memperlihatkan sejauh mana efektifitas dari program lokal seperti bersih sungai, khususnya pemasangan jaring sampah dan pengerahan pasukan kebersihan,” katanya.
Ribuan ton sampah diketahui mengambang dan mencemari lautan Indonesia, mulai dari permukaan hingga dasar. Sampah yang terlantar itu 80 persen dihasilkan dari aktivitas manusia di daratan. Sampah-sampah ini bervariasi, tergantung faktor geografis, manusia, populasi pesisir, dan jumlah limbah yang dihasilkan.
Pantai Indonesia yang sangat luas meliputi garis pantai sepanjang 99.093 kilometer. Ditambah, populasi manusia terbanyak keempat di dunia, mencapai 255,46 juta, di mana 57 persennya tinggal di Pulau Jawa dengan konsentrasi tinggi berada di sekitar Kota Jakarta. Dengan kondisi ini, tak heran Indonesia digadang sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua ke samudra dunia setelah China. Rata-rata penghasilan sekitar 1,65 juta ton sampah setiap tahun, dan 64 persennya tidak dikelola dengan baik dan berakhir di alam atau lingkungan.
Sampah plastik dan styrofoam di garis pantai di Cilincing di Jakarta. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Sampah-sampah yang berakhir di lautan tentu bisa berdampak buruk bagi organisme laut dan perikanan di Indonesia, atau bahkan di dunia. Maka dari itu, penting kiranya menerapkan dan menegakkan kembali peraturan seperti mengurangi sampah plastik, mengurangi penjualan plastik, atau bahkan melarang penggunaan plastik.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dilakukan di Bandung yang melarang penggunaan styrofoam untuk mengemas makanan atau minuman. Aturan ini harus mulai diterapkan di Jabodetabek.
Menurut Intan, sampah-sampah plastik di Jabodetabek akan membludak kala musim hujan tiba. Hasil riset monitoring menunjukkan banyaknya jumlah sampah yang terbawa ke Teluk Jakarta ketika intensitas hujan meningkat.
Aliran sampah paling tinggi terjadi pada puncak musim hujan, sekitar Desember hingga Februari. Dan ini akan terus terjadi secara berulang, jika kesadaran masyarakat akan pentingnya memerangi sampah tidak ditingkatkan.
“Kesadaran masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik dan styrofoam serta program bersih sungai oleh pemerintah daerah yang konsisten menjadi kunci untuk mengurangi sampah plastik ke laut,” ujar Intan.