Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ini Sungai Tergelap di Dunia, Airnya seperti Tercampur Minyak Mentah
25 Oktober 2023 7:40 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hanya sedikit orang Afrika yang mengetahui Sungai Ruki. Bagi mereka yang tinggal di tepi sungai, warna air Sungai Ruki mungkin tampak biasa saja. Namun, bagi peneliti dari ETH Zurich, air di sungai tersebut tampak mengagumkan, memiliki warna lebih gelap jika dibanding dengan sungai lain di seluruh dunia .
Masih banyak sungai di Bumi yang airnya berwarna gelap seperti Ruki. Sungai dengan air gelap ini biasanya dijuluki “blackwaters”. Di Amazon ada Sungai Rio Negro yang airnya terlihat sangat pekat akibat bahan organik yang terkandung di dalamnya.
Seperti blackwaters lainnya, warna gelap air Sungai Ruki akibat dari senyawa organik terlarut (dissolved organic compounds/DOCs) yang terkandung di dalamnya. Kurangnya sedimen juga berkontribusi terhadap kepekatan air.
ADVERTISEMENT
Meski tanah membuat aliran air yang awalnya jernih menjadi lebih gelap, tapi sekali lagi tidak segelap warna Sungai Ruki. Terlebih, Ruki sebenarnya melewati hamparan tanah yang hampir datar sehingga tidak mengikis banyak sedimen.
Sebaliknya, hujan di kawasan itu menyapu DOC dari material tanaman yang ada di hutan. Selama musim hujan, daratan di sana menyebabkan sebagian besar wilayah terendam banjir. Banjir itu merendam kawasan tersebut selama berminggu-minggu sehingga menyebabkan lebih banyak senyawa yang terlarut keluar.
“Ruki pada dasarnya adalah teh hutan.” kata Dr Travis Drake, peneliti dari ETH Zurich sebagaimana dikutip IFL Science.
Untuk mengungkap lebih lanjut kenapa Sungai Ruki punya air lebih hitam ketimbang blackwaters lain di Bumi, Drake dan rekannya mencoba melakukan penelitian. Mereka mendirikan stasiun pemantau untuk mengeksplorasi kandungan kimia Sungai Ruki. Stasiun itu dibangun tepat di tempat Sungai Ruki bergabung dengan Kongo.
ADVERTISEMENT
Area tempat stasiun itu didirikan masuk dalam wilayah termiskin di dunia. Di sana, masyarakatnya tidak memiliki pasokan listrik, padahal kota tersebut dihuni oleh lebih dari satu juta orang. Akibatnya, metode penelitian pada Sungai Ruki harus dilakukan secara lebih sederhana.
Meski sederhana, tim dapat mengukur konsentrasi DOC di dalam air, serta usia DOC untuk menentukan apakah ada DOC yang berasal dari rawa gambut di sepanjang tepi sungai. Rawa-rawa ini menjebak banyak materi tanaman yang belum terurai. Hal ini menjadikan wilayah tersebut sebagai penyerap karbon terbesar.
Namun, jika karbon di rawa-rawa itu lepas dan akhirnya mencapai atmosfer, ini bisa menjadi pemicu pemanasan global. Kendati begitu, penanggalan radiokarbon yang peneliti lakukan menunjukkan hanya sedikit karbon yang lepas ke atmosfer.
ADVERTISEMENT
Drake dan rekannya menemukan bahwa Sungai Ruki memiliki DOC per liter empat kali lebih banyak ketimbang sungai yang dilaluinya, dan 1,5 klai lebih banyak dibandingkan Rio Negro. Ini membuat Sungai Ruki punya pengaruh besar terhadap jumlah karbon di Bumi.
“Emisi CO2 relatif tinggi di seluruh daerah aliran sungai Ruki, tapi tidak berbeda dengan sungai-sungai tropis lainnya,” kata Drake. “Sungai tersebut tenang dan ketika sudah penuh dengan karbon dioksida, gas tidak dapat keluar dengan mudah sehingga mencegah lebih banyak karbon lepas ke atmosfer. Dalam sungai yang bergejolak, kita akan melihat emisi yang lebih tinggi.”
Perubahan di sekitar wilayah sungai seperti peningkatan alih fungsi lahan pertanian dapat menurunkan aliran sungai pada musim kemarau, membuat rawa gambut terkena udara lebih lama atau menyebabkan aliran lebih bergejolak pada musim hujan.
ADVERTISEMENT
Perubahan pada Cekungan Kongo juga secara umum bisa menimbulkan ancaman besar bagi Bumi, dan penelitian yang terbit di jurnal Limnology and Oceanography ini menunjukkan bahwa Ruki sangatlah penting.