Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
ADVERTISEMENT
Institut Teknologi Bandung (ITB) baru-baru ini membangun sebuah startup bernama Biorefinery Society atau disingkat BIOS. Startup ini bergerak dalam bidang pengolahan sampah organik.
ADVERTISEMENT
Apa yang dilakukannya ini bukan pengolahan sampah biasa. BIOS memanfaatkan lalat tentara hitam atau black soldier flies (BSF) untuk mengolah limbah. Larva lalat tentara hitam sendiri merupakan tipe lalat yang berukuran lebih besar dari lalat biasa dan terkenal akan kemampuannya untuk mengonsumsi dan mengurangi sampah organik.
“Saat ini BIOS fokus untuk mengembangkan konsep biorefinery melalui pemanfaatan larva lalat tentara hitam yang kaya protein untuk dijadikan pakan hewan premium. Pakan premium yang dikembangkan oleh BIOS memiliki nama Magic Pet Feed,” papar Bagoes Muhammad Inderaja, Co-founder dan CEO BIOS, dalam siaran pers yang diterima kumparan.
"Bedanya apa dengan pengolahan sampah yang konvensional seperti biodigester atau komposter, kalau biodigester dan komposter biasanya membutuhkan waktu yang lama. Dalam waktu 6 minggu sampai 2 bulan baru bisa diolah limbahnya. Tapi kalau pakai BSF, pengolahan limbahnya bisa lebih cepat, hingga 2-3 kali lipatnya," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Startup yang beranggotakan lima orang ini telah berhasil memiliki dua produk unggulan, yakni pupuk untuk tanaman, dan larva kering yang mengandung protein. Mereka bahkan telah berhasil mengolah limbah hingga 150 kilogram dalam waktu 6 bulan.
Dari pengolahan tersebut, sudah dihasilkan pula larva kaya protein berbasis BSF dengan label Magic serta pupuk organik.
"Protein larvanya sangat tinggi, sangat cocok untuk ikan hias dan peliharaan seperti kura-kura, sugar glider, gecko, dan lain-lain. Selain limbah rumah tangga dan pasar, kita juga fokus dalam pengolahan limbah roti,” papar Bagoes.
Sementara itu, terkait produk pupuk dihasilkan oleh BIOS, mereka juga sudah masuk dalam standar SNI, meski belum keluar sertifikasinya. Produk tersebut belum masuk pasar karena BIOS sedang berusaha untuk terus melakukan pengembangan.
ADVERTISEMENT
Adapun pembuatan startup ini dilatarbelakangi oleh tingginya produksi sampah organik di Indonesia dan banyaknya hasil riset dosen terkait limbah yang tidak masuk pasar. Mereka juga ingin mentransformasikan pengolahan limbah yang tadinya membutuhkan lahan luas, kini bisa dilakukan di ruangan yang ukurannya 3x3 meter dengan menggunakan BIOS.
“Saat ini kita punya tempat ukuran 3x3, isinya rak-rak di situ BSF makan limbah bergulir setiap hari. Sekarang kita sedang kerja sama dengan peneliti di ITB lain, karena ini akan menjadi multidisiplin penelitiannya, yaitu bagaimana nantinya sarang BSF bisa digunakan di rumah-rumah warga. Kita ingin ada pengolahan limbah berbasis komunitas. Itu mimpi besar kita,” ucapnya.