Jakarta Masuk Kota Besar Dunia yang Bakal Cepat Tenggelam

5 April 2021 6:32 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menanti Jakarta Tenggelam. Foto: Herun Ricky/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menanti Jakarta Tenggelam. Foto: Herun Ricky/kumparan
ADVERTISEMENT
Kota Jakarta memiliki ancaman serius terhadap naiknya permukaan laut dan penurunan tanah. Masalah-masalah itu, menurut riset, menyebabkan Jakarta masuk dalam daftar kota besar di dunia yang paling cepat tenggelam.
ADVERTISEMENT
Sebuah riset yang diterbitkan di jurnal Nature Climate Change mengungkapkan kota-kota besar dunia yang letaknya di pesisir mengalami kenaikan permukaan laut yang lebih ekstrem, karena dampak perubahan iklim dan membuat daratannya tenggelam dengan cepat.
Tidak hanya itu, dalam skala kecil, penurunan permukaan tanah dapat memperburuk masalah. Kota-kota seperti New Orleans dan Jakarta mengalami kenaikan permukaan laut yang sangat cepat dibandingkan dengan garis pantainya. Hal itu menyebabkan daratannya akan tenggelam saat air naik.
Penurunan muka tanah yang lambat terjadi secara alami di delta sungai, namun aktivitas manusia, seperti pengambilan air tanah, ekstrasi minyak atau gas, penambangan pasir, pembangunan di sekitar pesisir, dapat mempercepatnya.
Dulu, Muara Baru cuma empang. Pengembangan pantai utara Jakarta sejak 1960an membawa kampung, kawasan industri, gedung tinggi, juga kawasan elite menjorok ke laut. Foto: shutterstock
Seorang Profesor Universitas East Anglia, Robert James Nicholls, mengatakan aktivitas manusia yang berlebihan tersebut dapat membuat permukaan tanah kehilangan ketinggian.
ADVERTISEMENT
"Penurunan muka tanah menyebabkan kenaikan permukaan laut relatif ditambah tenggelamnya daratan. Akibatnya lahan pertanian menjadi asin, merusak bangunan, menyebabkan banjir yang meluas bahkan bisa berarti hilangnya seluruh wilayah pesisir," tulis Nicholls dalam tulisannya di The Conversation.
Untuk memperkirakan laju kenaikan permukaan laut yang terjadi di daerah wilayah pesisir di seluruh dunia, Nicholls dan rekan-rekannya mengumpulkan data dari empat sumber utama: pengamatan satelit atas kenaikan permukaan laut yang dipicu oleh perubahan iklim; perkiraan model tentang bagaimana tanah menyesuaikan kondisi dari zaman es terakhir; data penurunan alami di 117 delta sungai; dan perkiraan penurunan muka tanah yang disebabkan oleh manusia di 138 kota besar pesisir.
Penyedotan air tanah menjadi faktor penurunan tanah. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Faktanya, riset menemukan rata-rata wilayah pesisir mengalami kenaikan permukaan laut relatif kurang dari 3 milimeter per tahun, namun wilayah-wilayah yang padat penduduk di daerah pesisir mengalami kenaikan sekitar 8 milimeter hingga 10 milimeter per tahun pada periode yang sama.
ADVERTISEMENT
Temuan riset itu juga mencerminkan bahwa orang sering memilih untuk tinggal di delta sungai, dataran banjir, dan daerah lain yang sudah rawan tenggelam, dan dengan demikian akan semakin meningkatkan penurunan muka tanah. Hal tersebut juga yang membuat Jakarta, Shanghai, dan New Orleans menjadi kota-kota yang bakal cepat tenggelam. Berikut hasil analisanya.

Jakarta

Kota Jakarta adalah rumah bagi 10 juta penduduk yang terletak di dataran rendah, tepat bersebelahan dengan laut. Penyedotan air tanah menyebabkan penurunan tanah lebih dari tiga meter dari tahun 1947 hingga 2010. Kini, sebagian besar wilayah kota mengalami penurunan 10 centimeter atau lebih setiap tahun.
Penurunan muka tanah yang tidak terjadi secara merata, sehingga menimbulkan risiko yang tidak sama, membuat perencanaan kota menjadi sulit. Sudah banyak bangunan dan infrastruktur yang ditinggalkan akibat terendam air laut.
ADVERTISEMENT
TPU Karet Bivak di Tanah Abang, Jakarta Pusat, terendam banjir. Foto: Shutter Stock
Jakarta telah membangun tanggul laut yang lebih tinggi untuk mengimbangi penurunan muka tanah. Namun karena penyedotan air tanah terus berlanjut, solusi tersebut tidak dapat berlangsung lama, sebelum masalah yang sama terulang kembali.
Penduduk kota Jakarta perlu terus memompa karena air tanah digunakan untuk minum dan kebutuhan lainnya. Mengambil air, hal yang sangat dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup, pada akhirnya membuat risiko kota tergenang air.
Perjuangan melawan penurunan permukaan tanah perlahan-lahan hilang, dengan pemerintah mengusulkan pada 2019 untuk memindahkan ibu kota ke kota yang dibangun khusus di pulau Kalimantan. Penurunan tanah menjadi salah satu dari banyak alasan memutuskan kebijakan itu.

Shanghai

Kota Shanghai, China, berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, dan sekarang memiliki populasi 26 juta jiwa. Kota ini memiliki tingkat penurunan muka tanah maksimum sekitar 2,5 cm per tahun. Sekali lagi hal ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan muka air tanah untuk drainase pembangunan gedung pencakar langit, jalur metro dan jalan raya.
ADVERTISEMENT
Jika tidak ada perlindungan tambahan yang dibangun, pada tahun 2100 tingkat penurunan dan kenaikan permukaan laut dapat membanjiri sekitar 15 persen kota.
The Bund, Shanghai, China. Foto: Jofie Yordan/kumparan

New Orleans

Di New Orleans, AS, tanggul dan parit yang dibangun sejak lama telah secara efektif mengeringkan tanah dan menenggelamkan kota. Ketika badai Katrina menerjang tanggul pada tahun 2005, kota New Orleans luluh lantak.
Badai Katrina menyebabkan kerusakan setidaknya 40 miliar dolar AS dan terutama berdampak pada komunitas Afrika Amerika di kota itu. Lebih dari 1.570 orang tewas di seluruh negara bagian Louisiana. Jika kota tidak mengalami penurunan tanah, kerusakan akan sangat berkurang dan banyak nyawa terselamatkan.
Wilayah Asia Tenggara menjadi yang terburuk soal kenaikan air laut, diikuti oleh Asia bagian selatan dan timur, serta Mediterania bagian selatan. Foto: Dok. Robert James Nicholls
Membangun tanggul memang merupakan salah satu solusi cepat. Ini tentu saja bisa mencegah air masuk ke kota. Tetapi, harus diingat bahwa tanggul juga terus turun, sehingga harus dibuat sangat besar untuk bisa efektif dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Tidak ada solusi yang mudah dan penurunan tanah dalam skala besar tak bisa dicegah. Keinginan Indonesia untuk memindahkan ibu kota negara mungkin menjadi solusi akhir.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: