Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Keistimewaan Bulan Merah Darah 31 Januari 2018
29 Januari 2018 8:12 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Bulan merah darah.
Mendengar namanya saja sudah cukup menggugah hati kita. Bayangkan jika kita bisa menikmati penampakan Bulan merah darah (blood moon) alias gerhana Bulan total itu secara langsung dengan menggunakan mata kepala kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Penampakan Bulan merah darah yang sebentar lagi akan terjadi, tepatnya pada 31 Januari 2018, telah dinanti banyak orang. Mulai dari organisiasi astronomi amatir, hingga para fotografer di seluruh penjuru Indonesia.
Bahkan, masyarakat umum pun tak ingin ketinggalan untuk menikmati gerhana Bulan total yang satu ini.
Pasalnya, gerhana Bulan total yang akan terjadi pada 31 Januari ini bukanlah gerhana biasa. Para ahli mengatakan, fenomena yang satu ini merupakan fenomena yang istimewa.
Menurut Thomas Djamaluddin, kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), fenomena ini cukup istimewa karena ada beberapa kejadian yang terjadi secara bersamaan.
"Jadi gabungan antara supermoon, karena jarak purnamanya yang terdekat. Disebut juga sebagai blue moon karena ini purnama kedua pada bulan Januari. Dan terjadi gerhana bulan total yang menyebabkan Bulan itu menjadi merah darah sehingga disebut sebagai blood moon," terang Thomas saat dijumpai kumparan (kumparan.com) di ruang kerjanya di Jakarta .
Namun begitu, Thomas menambahkan, sebenarnya fenomena ini bukanlah suatu fenomena langka dalam bidang astronomi.
ADVERTISEMENT
"Karena sebutannya saja itu menjadi langka," ujar Thomas merujuk pada nama super blue blood moon yang disandang pada fenomena yang akan terjadi di 31 Januari ini.
Meski demikian, ia mengatakan bahwa keberulangan terjadinya tiga kejadian supermoon, blue moon, dan blood moon dalam satu waktu memang langka, yakni hanya terjadi sekitar 150 tahun sekali.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Hakim L. Malasan, astronom di ITB yang pernah memimpin Observatorium Bosscha.
Saat dihubungi kumparan melalui sambungan telepon, Hakim menuturkan bahwa kejadian Bulan merah darah pada 31 Januari ini memang cukup unik.
"Koinsidensi dari tiga hal seperti itu (supermoon, bluemoon, gerhana Bulan total) hanya bisa berulang 150 tahunan sekali," jelas Hakim.
Tiga fenomena yang terjadi bersamaan ini nantinya akan memberikan sebuah pemandangan yang cukup spektakuler.
ADVERTISEMENT
Menurut Eko Wahyu Wibowo, Kepala Satuan Pelaksana Teknis Pertunjukan dan Publikasi Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Bulan merah darah di akhir Januari ini akan terlihat memukau.
"Jadi (Bulan) terlihat lebih jelas dan lebih indah," kata Eko saat ditemui kumparan di kantornya di Jakarta.
Ia menjelaskan, hal itu terjadi karena gerhana Bulan total ini bersamaan dengan supermoon yang membuat Bulan tampak lebih besar.
Ketiganya mendorong masyarakat luas untuk sejenak mengamati dan mengobservasi kejadian langka ini. Karena menurut mereka, fenomena di 31 Januari ini sangatlah tepat untuk jadi sarana edukasi terkait ilmu astronomi bagi masyarakat luas.
"Yang diharapkan, masyarakat itu lebih mencintai astronomi, lebih mengerti dunia astronomi dan tidak ada lagi kata takhayul di dalam peristiwa fenomena alam," ujar Eko.
ADVERTISEMENT
Maksud takhayul yang Eko sebutkan misalnya adalah kepercayaan pada cerita rakyat bahwa ketika terjadi gerhana Bulan atau Matahari, itu artinya Bulan atau Matahari tersebut sedang dimakan oleh raksasa atau buto.
Padahal tentu saja ini hanyalah fenomena alam biasa. Ya, fenomena alam biasa yang menarik untuk kita amati dan pelajari.