Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Di beberapa negara, khususnya Indonesia, banyak manusia yang mengaku bisa mendengar suara makhluk astral alias hantu dari orang yang sudah meninggal dunia. Orang-orang dengan kemampuan tidak biasa ini sering diangkat ke layar televisi, jadi tontonan dan laku di pasaran, bahkan sampai dibikin acara reality show. Kini, para ilmuwan melakukan serangkaian penelitian terhadap mereka yang mengaku bisa mendengar suara orang yang sudah meninggal.
ADVERTISEMENT
Menurut studi terbaru, ada beberapa faktor kenapa seseorang bisa mendengar suara orang mati, di antaranya adalah pengalaman mendengar hal tidak biasa di masa kanak-kanak, dan sering berhalusinasi yang membuat clairaudience atau kemampuan mendengar hal-hal metafisik lebih tajam ketimbang orang biasanya.
Penemuan ini bisa membantu kita lebih memahami halusinasi pendengaran yang menyiksa disertai penyakit mental seperti skizofrenia. Pengalaman spiritual tentang clairvoyance dan clairaudience--pengalaman melihat atau mendengar sesuatu tanpa adanya stimulus eksternal dan dikaitkan dengan roh orang mati-- sangat menarik para peneliti untuk membedahnya secara ilmiah, di mana mereka mulai mempelajari yang namanya halusinasi patologis.
Secara khusus, peneliti ingin memahami lebih lanjut mengapa beberapa orang dengan clairaudience kerap mengaku mengalami pengalaman spiritual, sementara yang lainnya mengaku tertekan dan didiagnosis mengalami gangguan kesehatan mental.
“Spiritualis (paranormal ) cenderung melaporkan pengalaman pendengaran yang tidak biasa, dimulai sejak awal kehidupan yang kemudian bisa mereka kendalikan (kemampuannya),” jelas Peter Moseley, psikolog dari Northumbria University di Inggris.
ADVERTISEMENT
"Memahami bagaimana hal ini berkembang adalah penting karena dapat membantu kami memahami lebih banyak tentang pengalaman mendengar suara yang menyedihkan atau tidak dapat dikontrol juga."
Dia dan koleganya, Adam Powell, dari Durham University di Inggris merekrut dan menyurvei 65 orang dengan kemampuan clairaudience dari serikat Spiritualists' National Union di Inggris, dan 143 orang biasa yang direkrut di media sosial untuk menentukan apa yang membedakan spiritualis dengan masyarakat umum.
Secara keseluruhan, 44,6 persen spiritualis mengaku mendengar suara orang meninggal setiap hari, dan 79 persen mengatakan mendengar suara orang mati adalah hal biasa dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Sebagian besar dari mereka mengaku mendengar suara orang yang sudah meninggal di pikirannya, dan 31,7 persen mendengar suara astral yang berasal dari dalam dan luar kepala.
ADVERTISEMENT
Hasil survei
Dibandingkan masyarakat biasa, spiritualis memiliki keyakinan yang jauh lebih tinggi terhadap makhluk-makhluk astral dan cenderung tidak peduli pada pandangan orang lain terhadap mereka.
Secara keseluruhan, spiritualis mulai memiliki kemampuan mendengar orang meninggal di usia muda sekitar umur 21 tahun, yang mengaku pendengarannya semakin sensitif. Ini menandakan adanya tekanan hidup yang menyebabkan perubahan mental atau keadaan sehingga individu mulai mengabaikan lingkungan di sekitarnya.
Mereka juga mengaku lebih sering berhalusinasi. Peneliti mencatat, para spiritualis tidak pernah mendengar dunia spiritualisme sebelum mereka mengalami hal-hal aneh di hidupnya. Sebaliknya, mereka mengalami hal mistis sambil mencari jawaban.
Pada masyarakat umum, tingkat pendengaran sensitif juga berkorelasi pada kepercayaan kuat akan dunia astral, kendati mereka tidak atau sedikit mengalami halusinasi. Hasil ini menunjukkan bahwa mendengarkan suara orang mati bukan karena adanya tekanan teman, konteks sosial, atau sugestibilitas karena kepercayaan akan dunia metafisika.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, mereka menemukan spiritualisme karena mengalami pengalaman yang tidak biasa dalam kehidupan. "Temuan kami mengungkapkan banyak hal tentang 'belajar dan kerinduan'. Bagi peserta kami, prinsip Spiritualisme tampaknya memahami pengalaman masa kanak-kanak yang luar biasa serta fenomena pendengaran yang sering mereka alami sebagai media latihan," kata Powell.
"Tapi semua pengalaman itu mungkin lebih dihasilkan karena kecenderungan tertentu atau kemampuan awal daripada sekadar percaya pada kemungkinan menghubungi orang mati jika seseorang berusaha cukup keras."