Kenapa Luar Angkasa Gelap padahal Ada Matahari?

7 Mei 2024 11:59 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Detik-detik Bruce McCandless II melayang di ruang angkasa tanpa tali pengaman.   Foto: NASA
zoom-in-whitePerbesar
Detik-detik Bruce McCandless II melayang di ruang angkasa tanpa tali pengaman. Foto: NASA
ADVERTISEMENT
Apakah kamu pernah bertanya, kenapa luar angkasa terlihat gelap? Padahal di sana ada miliaran bintang yang sangat terang, termasuk bintang raksasa yang menjadi sumber cahaya di Bumi, yakni Matahari.
ADVERTISEMENT
Dilansir Orbital Today, pertanyaan ini menjadi dasar apa yang disebut paradoks Olbers, mengacu pada misteri mengapa langit malam terasa gelap meski terdapat miliaran bintang di luar angkasa. Astronom Jerman, Heinrich Olbers, pernah mengusulkan jawaban terkait pertanyaan ini. Menurutnya, langit tetap gelap karena ruang antarbintang diisi dengan materi seperti awan debu yang menyerap cahaya.
Namun hipotesis ini diragukan oleh hukum pertama termodinamika. Ini karena materi antarbintang yang menyerap cahaya akan menghasilkan panas dan mulai memancarkan cahaya itu sendiri.
Paradoks Olbers ini akhirnya terpecahkan pada abad ke-20. Ternyata, alam semesta terus mengembang, membuat cahaya dari galaksi yang menjauh bergeser masuk ke dalam spektrum inframerah, ultraviolet, dan gelombang radio yang tak terlihat oleh mata manusia. Artinya, jika kita bisa melihat gelombang mikro, seluruh ruangan akan tampak bersinar.
ADVERTISEMENT
Cahaya merambat dengan kecepatan 300.000 kilometer per detik. Cahaya dari bintang terjauh membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai mata kita, bahkan sampai jutaan tahun lamanya. Dengan kata lain, cahaya Matahari atau bintang yang kita lihat saat ini di Bumi adalah cahaya dari masa lalu, bahkan bisa jadi bintang yang memancarkan sumber cahaya itu telah lama padam.
Kru Apollo 11 Buzz Aldrin, terlihat memberi hormat bendera Amerika Serikat di permukaan Bulan. Foto: AFP/NASA
Jawaban kenapa luar angkasa terlihat gelap ada pada keberadaan atmosfer. Jadi begini, ruang angkasa hampir seperti ruang hampa, hanya ada sedikit gas dan debu kosmik serta tidak ada atmosfer di sana. Ketika cahaya memasuki ruang hampa, tidak ada objek untuk memantulkannya.
Cahaya akan bergerak lurus sampai bertemu objek yang memantulkannya. Bumi bisa terang karena cahaya memantul dari atmosfer. Atmosfer berperan menghamburkan spektrum cahaya sehingga bisa dilihat oleh mata kita. Ketika Bumi berputar, sisi yang tidak terkena sinar Matahari menjadi gelap, atau dikenal sebagai malam. Di siang hari, interaksi antara foton dengan atom, molekul, dan debu atmosfer menyebabkan hamburan cahaya.
ADVERTISEMENT
Di Bumi, sebagian besar atmosfer menyebarkan cahaya biru karena memiliki panjang gelombang yang lebih pendek daripada cahaya merah. Oleh karena itu, langit siang hari akan tampak berwarna biru. Sementara di Mars, atmosfernya lebih tipis, sekitar 100 kali lebih tipis dari Bumi. Namun masih cukup untuk bikin langit tampak biru keabu-abuan saat siang hari, dan ketika angin Mars meniup awan debu di permukaan, langit planet menjadi lebih tipis, warnanya kemarahan.
Jika kita berada di planet atau satelit yang tak memiliki atmosfer atau dengan atmosfer yang sangat tipis, seperti Bulan atau Merkurius, maka langit akan terlihat gelap baik di siang maupun malam hari.
Kalau kamu melihat foto-foto yang diambil oleh pesawat luar angkasa Apollo di Bulan, kamu akan melihat langit di sana berwarna hitam, bahkan saat sinar Matahari terlihat di permukaannya. Ini juga menjelaskan kenapa ruang angkasa terlihat gelap meski Matahari berada di sana.
ADVERTISEMENT