Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Kenapa Masyarakat di Negara dengan Cuaca Panas Suka Makanan Kaya Rempah?
3 Februari 2025 8:09 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Masakan di beberapa negara seperti India, Thailand, hingga Indonesia identik dengan rempah dan rasanya yang pedas. Sementara di negara lain seperti Inggris dan Skandinavia, masakannya lebih minimalis dalam hal bumbu.
ADVERTISEMENT
Ada fakta menarik yang menyebut bahwa ternyata masyarakat yang tinggal di negara panas lebih suka makan makanan pedas kaya rempah. Masakan kaya rempah tidak hanya membuat hidangan terasa lebih pedas dan beraroma, tapi sebuah teori menyatakan bahwa masakan pedas berevolusi di iklim panas karena rempah secara mengejutkan efektif menangkal mikroba berbahaya yang berkembang biak di suhu yang lebih hangat.
Fakta ini diselidiki oleh para peneliti yang studinya terbit di The University of Chicago Press Journals pada 1998. Mereka menganalisis penggunaan 43 rempah-rempah dalam 4.578 resep dari 93 buku masak tradisional di 36 negara untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan rempah-rempah.
Peneliti mencatat, suhu yang lebih hangat berkorelasi dengan peningkatan penggunaan rempah-rempah. Di 10 negara termasuk Ethiopia, Kenya, Yunani, India, Indonesia, Iran, Malaysia, Maroko, Nigeria, dan Thailand, setiap resep berbahan dasar daging membutuhkan setidaknya satu rempah-rempah.
ADVERTISEMENT
Mereka juga menggunakan lebih banyak rempah yang berbeda dalam makanannya. Semua negara ini diketahui memiliki suhu cuaca yang cukup panas. Sebaliknya, negara-negara yang lebih dingin, seperti Finlandia dan Norwegia, memiliki banyak resep makanan yang tidak memerlukan rempah-rempah.
Tren ini juga dapat dilihat di negara yang beriklim campuran, meski polanya lebih halus. Di China barat daya, bagian negara dengan suhu subtropis, 40 persen resep membutuhkan setidaknya satu dari empat rempah-rempah, dibandingkan dengan 30 persen resep dari China timur laut yang terkenal dengan pegunungan dan cuacanya yang lebih dingin.
Penasaran dengan kaitan tersebut, para peneliti meneliti sifat antimikroba dari berbagai rempah yang dapat menghambat dan membunuh mikroorganisme bawaan dalam makanan, termasuk bakteri, virus, dan jamur. Jahe, misalnya, mengandung gingerol yang berguna untuk melawan bakteri dan virus. Sementara kunyit mengandung kurkumin yang dianggap memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan antivirus.
ADVERTISEMENT
Hasil analisis mengungkap, rempah-rempah antibakteri yang lebih kuat digunakan di daerah yang lebih panas, mendukung gagasan bahwa rempah-rempah membantu mencegah penyakit bawaan makanan yang berkembang biak di cuaca hangat. Lebih jauh lagi, daerah yang lebih hangat di dunia cenderung menggunakan kombinasi rempah-rempah pembasmi patogen tertentu.
“Banyak rempah-rempah juga bersifat sinergis. Ketika dikombinasikan, rempah-rempah tersebut menunjukkan efek antibakteri yang lebih besar daripada ketika menggunakan hanya satu rempah. Ini menarik karena resep dalam contoh kami membutuhkan rata-rata empat rempah-rempah yang berbeda,” papar peneliti dalam studinya, mengutip IFL Science.
“Beberapa rempah sering dikombinasikan sehingga campuran tersebut memperoleh nama khusus, seperti ‘bubuk cabai’, campuran cabai merah, bawang merah, paprika, bawang putih, jinten, dan oregano, serta ‘lima rempah oriental’ (lada, kayu manis, adas manis, fennel, dan cengkeh).”
ADVERTISEMENT
Namun, menurut studi lain yang terbit di jurnal Nature pada 2021, hubungan rempah dengan mencegah penyakit mungkin tidak sesederhana itu. Studi menyimpulkan, hanya ada sedikit bukti bahwa makanan pedas di negara-negara panas merupakan adaptasi untuk mengurangi risiko infeksi.
Masakan di negara panas tidak menggunakan lebih banyak cuka atau alkohol, dua bahan yang mudah diperoleh dan terkenal efektif dalam mengendalikan mikroba. Dengan begitu, rempah-rempah yang digunakan dalam hidangan kemungkinan bukan karena makanan itu berisiko menyebabkan penyakit. Hidangan daging dan makanan laut cenderung diolah dengan rasa yang lebih pedas, keduanya mengandung lebih banyak rempah, dan tingkat kepedasan tampaknya tidak ada korelasinya dengan risiko penyakit bawaan makanan.
Suhu di Seoul, Korea Selatan, sering turun hingga di bawah nol derajat selama bulan-bulan musim dingin. Namun, kita akan tetap menemukan banyak makanan dan bahan-bahan pedas, seperti kimchi, gochujang, dan gochugaru.
ADVERTISEMENT
Studi keluaran tahun 2021 menunjukkan, hubungan antara penggunaan rempah dan suhu tampaknya lebih kompleks daripada yang diasumsikan sebelumnya, menyoroti bahwa konsumsi rempah-rempah juga ada kaitannya dengan faktor sosial ekonomi yang lebih luas, seperti PDB dan harapan hidup, bukan hanya mengurangi risiko infeksi.
Pada akhirnya, hubungan antara penggunaan rempah dan iklim jauh lebih rumit daripada yang kita bayangkan. Konsumsi rempah-rempah bukan sekadar respons terhadap panas, tapi itu terjalin dalam jaringan pengaruh budaya, lingkungan, dan ekonomi yang kompleks.
Cara kita memilih untuk membumbui makanan tidak mencerminkan interaksi yang lebih dalam antara sejarah, geografi, kelangsungan hidup, dan identitas, sebuah kisah yang terus berkembang dan tidak dapat dijawab dengan satu baris.