Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Fenomena Dwi Hartanto yang belakangan ramai dibicarakan mengejutkan banyak pihak. Sosok yang dua tahun belakangan digadang sebagai “The Next Habibie” itu mengakui kebohongannya selama ini. Melalui lima lembar surat pengakuan setelah ditegur hingga diinvestigasi oleh institusi terkait, Dwi Hartanto akhirnya melakukan klarifikasi dan meminta maaf.
Nama Dwi Hartanto meroket sejak 2015, setelah ia diberitakan oleh beberapa media daring nasional. Dwi Hartanto, sebagai satu-satunya narasumber, menyatakan dirinya sebagai asisten profesor di TU Delft Belanda, menggeluti bidang aerospcae, dan telah berhasil meluncurkan sebuah peluncur satelit yang mumpuni.
Siapa yang tak terkagum-kagum mendengar prestasi mentereng di tengah kerinduan publik akan prestasi anak bangsa di dunia.
Dalam acara Mata Najwa Goes to Netherland episode Jejak Bapak Bangsa yang tayang 16 November 2016, Dwi bercerita bagaimana ia bisa menjadi satu-satunya orang non-Eropa yang masuk Ring 1 European Space Agency.
ADVERTISEMENT
Pada tahun itu pula ia ikut serta dalam acara Visiting World Class Professor (WCP) yang diselenggarakan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti)
“Ada program WCP. Dia (Dwi) melamar dan mencantumkan CV-nya, dan kami lihat memang mantap ini CV-nya, sesuai kebutuhan kami. Termasuk spesifikasi keilmuannya, ahli dalam pertahanan udara,” kata Ali Ghufron Mukti, Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Kemenristekdikti pada kumparan, Kamis (12/10).
Dwi pun dianugerahi penghargaan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Belanda, yang kemudian dicabut pada 15 September 2017 setelah kebohongannya terungkap.
Pernyataan resmi Dwi Hartanto sendiri baru diketahui publik Indonesia pada 7 Oktober, setelah dokumen klarifikasinya diunggah di situs resmi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Delft.
ADVERTISEMENT
Terkejut. Marah. Kecewa.
Barangkali itu menjadi respons umum masyarakat dalam menanggapi kehebohan kasus Dwi Hartanto. Gema “peneliti boleh salah tapi tidak boleh bohong” kembali nyaring didengungkan.
Kasus ini menjadi momentum otokritik bagi komunitas ilmiah, terlebih lagi media massa yang ikut membesarkan namanya.
Namun setelah pengakuannya, adakah jalan bagi Dwi Hartanto untuk beroleh maaf dan kepercayaan?