news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengenal Megaflash, Kilatan Petir Super Besar

27 Desember 2019 10:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi petir. Foto: pixabaya/chrischanfilm
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petir. Foto: pixabaya/chrischanfilm
ADVERTISEMENT
Pada 22 Oktober 2017 silam, terjadi peristiwa langka di atas langit Amerika Serikat bagian tengah, di mana awan badai yang berkumpul di atas langit mengeluarkan kilatan petir yang luar bisa besar.
ADVERTISEMENT
Kilatannya mampu menerangi langit Texas, Oklahoma, dan Kansas, yang secara horizontal membentang lebih dari 500 kilometer di ketiga negara bagian itu. Sekelompok peneliti menyebut peristiwa itu dengan sebutan "megaflash" yang tercatat sebagai salah satu kilatan petir terpanjang yang pernah terekam.
Kilat biasa sebenarnya hanya memiliki ukuran panjang 1 sampai 20 km. Tetapi, dalam peristiwa "megaflash", petir mampu melebihi perkiraan itu. Berdasarkan catatan penelitian tentang petir yang telah berlangsung selama dekade ini, ada tiga kejadian Megaflash dalam kurun waktu tertentu.
Megaflash pertama kali tercatat oleh seorang ahli meteorologi bernama Myron Ligda pada 1956 sialm. Ia menggunakan radar untuk mendeteksi kilatan petir sepanjang 100 km. Peristiwa kedua tercatat pada 2007 lalu, saat para peneliti berhasil mengidentifikasi panjang Megaflash yang berada di atas negara bagian Oklahoma, yakni 321 km. Dan yang terakhir pada 2017 lalu.
ADVERTISEMENT
Petir Megaflash
Melihat fenomena Megaflash yang terjadi, para peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik pemetaan canggih dalam mengukur kecepatan dan panjang dari kilatan petir. Ide ini muncul karena pertanyaan di benak para ilmuwan tentang seberapa besar petir mampu menciptakan kilatan, serta pengaruhnya terhadap atmosfer Bumi.
llustrasi petir megaflash Foto: Journal Nature
Pada awalnya, petir tercipta ketika awan dalam kondisi badai yang salah satunya bermuatan positif dan awan badai lainnya bermuatan negatif. Kedua kekuatan itu menciptakan arus listrik yang kuat.
"Kilat dimulai dari daerah yang berkekuatan listrik sangat kuat. Mereka menjadi cukup kuat sehingga udara tidak dapat menahan kekuatan listrik lagi dan rusak," ujar Don MacGorman, seorang ahli fisika dan peneliti senior di National Ocean Atmospheric Administration (NOAA) serta peneliti yang terkait dalam riset Megaflash tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Itu berarti, ketika dua kekuatan listrik positif dan negatif tumbuh dan memecahkan isolasi udara yang biasanya memisahkan mereka, terjadilah penumpukkan gaya listrik berlebihan yang mulai mempercepat elektron bebas di udara (tidak terikat pada atom atau molekul) yang pada gilirannya mengetuk elektron lain (yang juga terlepas dari atom dan molekulnya).
"Para ilmuwan menyebut proses ini sebagai longsoran elektron, dan itulah yang kami maksud ketika kami mengatakan udara rusak," kata MacGorman sebagaimana dikutip dari Live Science.
Keadaan ini menciptakan saluran yang sangat panas di udara dan bertindak seperti kawat, ujungnya tumbuh ke arah muatan positif dan negatif hingga menyebabkan kerusakan. Saluran yang tumbuh itu menghubungkan dua muatan listrik berbeda. Ketika itu terjadi, timbul arus listrik yang sangat besar yang kita kenal sebagai petir.
Ilustrasi Petir Megaflash. Foto: Pixabay
Wilayah awan yang lebih rendah pun biasanya berisi muatan positif dan tidak cukup untuk menghentikan saluran tersebut. Alhasil, petir terus tumbuh membentang ke bawah dan menuju tanah.
ADVERTISEMENT
Saat itu terjadi, petir menarik percikan ke atas dari tanah dan memicu kilatan dengan arus listrik besar yang mengangkut sebagian muatan badai ke tanah. Saluran itu disebut "cloud-to-ground", awan kelabu yang sering kita bayangkan ketika berpikir tentang petir.
Faktor yang memengaruhi panjangnya petir, menurut penelitian, secara vertikal berkaitan dengan panjang kilat yang dibatasi oleh ketinggian awan badai, atau jarak dari tanah ke puncaknya, tingginya sekitar 20 km. Namun, secara horizontal, sistem atau jaringan awan yang luas menyediakan lebih banyak ruang untuk pergerakan kilat.
Penyebab Petir Bisa Sebesar Megaflash Masih Misterius
Penelitian terbaru MacGorman dan rekan-rekannya menunjukkan, cahaya yang terpancar dari megaflash tahun 2017 sangat kuat sehingga mampu menerangi area tanah seluas 67.845 kilometer persegi. Megaflash semacam itu jarang terjadi.
ADVERTISEMENT
Peneliti kemudian menggunakan sistem pendeteksi darat, antena atau radar khusus kilat, dan satelit untuk mulai mengobservasi dari sudut pandang yang berbeda. Kedua Megaflash terakhir ini menjadi rekor juga diukur menggunakan teknologi yang disebut Geostationary Lightning Mapper atau sebuah sensor yang ada pada dua satelit yang mengorbit Bumi untuk dapat memberikan gambaran luas tentang sistem badai di bumi.
Suasana hujan lebat disertai petir. Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Dengan kombinasi data dari sistem berbasis darat yang disebut Lightning Mapping Array, data satelit visual beresolusi tinggi ini mampu melukiskan gambaran besarnya kilatan petir pada Oktober 2017 lalu.
"Sistem itu merespons cahaya yang dipancarkan dari puncak awan, jadi kami melihat cahaya dari kilat menyala dan kemudian memetakannya, hampir di seluruh belahan bumi ini," kata MacGorman
ADVERTISEMENT
Kecanggihan teknologi pengukuran panjang kilatan petir seperti itu ternyata belum mampu mengungkap bagaimana iluminasi listrik raksasa ini tumbuh begitu lama. Dugaan sementara para peneliti mengarah pada ukuran awan yang menjadi pemicu panjangnya kilat. Semakin besar jaringan awan, semakin besar pula potensi terjadinya kilat di dalamnya.
MacGorman menambahkan, bahwa mungkin itu disebabkan oleh proses mesoscale tertentu-- aliran angin skala besar yang memungkinkan sistem itu untuk diikat bersama untuk bertahan lama.
Sedangkan menurut Christopher Emersic, seorang peneliti yang mempelajari elektrifikasi badai petir dari University of Manchester di Inggris mengungkapkan, bahwa pemicu Megaflash bisa jadi akibat sistem awan induk yang bermuatan listrik yang melintasi area luas dengan serangkaian pembuangan yang menyebar seperti garis domino.
ADVERTISEMENT
“Jika celah penyebarannya tidak terlalu besar maka satu awan induk dapat memicu awan lainnya yang menyebar layaknya domino lalu terjadilah Megaflash. Namun, jika 'gagal' maka yang terjadi hanya peristiwa petir spasial dengan kilatan lebih kecil dari Megaflash. Prinsipnya semakin besar awan induk, semakin banyak peluang untuk dapat menyebarkan muatan listrik," katanya.
Peneliti juga mengungkapkan kilatan Megaflash tidak selalu lebih berbahaya daripada kilat biasa. "Lampu kilat yang luas tidak berarti ia membawa lebih banyak energi," jelas Emersic.
Hal ini karena awan induk yang menjadi pemicu Megaflash sulit diprediksi keberadaannya. Kendati begitu, kita tidak perlu merasa ketakutan akan kehadiran fenomena alam Megaflash.
Menurut MacGorman, kemungkinan kehadiran fenomena Megaflash hanya 1 persen setiap kilat terjadi. Bagi para peneliti, mereka justru tertantang untuk berburu dan meneliti lebih jauh tentang Megaflash demi perkembangan ilmu pengetahuan di masa depan.
ADVERTISEMENT