Pecah Rekor, Semarang Alami Suhu Terpanas dalam 47 Tahun Terakhir

23 Oktober 2019 10:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tugu Muda Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Tugu Muda Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan.
ADVERTISEMENT
Sejak Sabtu (19/10), suhu panas terus melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Wilayah itu di antaranya Jakarta, Bali, hingga Nusa Tenggara.
ADVERTISEMENT
Puncaknya pada Selasa (22/10), berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu di kota Semarang, Jawa Tengah, ternyata menjadi yang terpanas sejak 1972.
Udara panas di Kota Semarang ini berhasil memecahkan rekor dengan suhu mencapai 39,4 derajat Celcius. Angka ini menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu 47 tahun terakhir. Dengan suhu tertinggi sebelumnya mencapai 38,5 derajat Celcius.
“Masih seputar suhu panas yang melanda Indonesia. Kali ini giliran Semarang yang mengalami rekor suhu tertinggi sejak tahun 1972. Selalu jaga kesehatan yah sob,” tulis BMKG, dalam postingan di akun Instagram resminya.
Tak hanya di Semarang, suhu panas juga dirasakan di beberapa daerah lainnya, seperti Jakarta, Surabaya, Bali, Nusa Tenggara, dan beberapa wilayah di Sulawesi. Adapun di Jakarta, suhu udara pada Selasa (22/10) mencapai 35 derajat Celcius dengan kelembaban antara 45 sampai 80 persen.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca BMKG, Agie Wandala Putra, suhu panas ini terjadi akibat radiasi Matahari sedang cukup tinggi, ditambah dengan tutupan awan di daerah-daerah tersebut yang tergolong rendah.
Pada September lalu, Matahari berada di sekitar wilayah Khatulistiwa, dan terus bergerak ke belahan Bumi selatan hingga Desember mendatang. Sehingga pada Oktober 2019, posisi semu Matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Seorang warga menggunakan payung guna terhindar dari panasnya matahari, Jakarta, pada Selasa (22/10/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kondisi ini menyebabkan radiasi Matahari yang diterima oleh permukaan Bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak, sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari.
"Radiasi yang cukup intens ditambah dengan kondisi uap air yang masih sangat minim di pulau Jawa. Uap air yang minim akibat kurangnya hujan mengakibatkan pemanasan ke permukaan itu tinggi. Sehingga, Bumi menerima energi pemanasan Matahari cukup intens," ujar Agie, kepada kumparanSAINS.
ADVERTISEMENT
Menurut BMKG, kondisi ini akan berlangsung selama kurang lebih satu pekan ke depan. Oleh sebab itu, masyarakat yang terdampak suhu udara panas ini diimbau untuk minum air putih yang cukup untuk menghindari dehidrasi, mengenakan pakaian yang melindungi kulit dari sinar Matahari jika beraktivitas di luar ruangan.