Pelari Maraton Bisa Mencret di Celana Tiba-tiba saat Lomba, Ini Alasannya

1 September 2021 12:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi lari maraton.  Foto: AFP/Angela Weis
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lari maraton. Foto: AFP/Angela Weis
ADVERTISEMENT
Di balik kerennya ketahanan tubuh para atlet maraton yang berlari sepanjang 42 ribu lebih kilometer, tersimpan rahasia ‘kotor’, yakni hubungan erat dengan usus mereka. Karena percaya atau tidak, sejarah maraton dipenuhi dengan catatan kaki soal tinja.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2016, atlet jalan cepat dari Prancis, Yohann Diniz, mengotori dirinya sendiri dan dengan heroik melanjutkan perlombaan dan mampu finis di tempat kedelapan – meskipun pingsan beberapa kali karena gangguan pencernaannya.
Di tengah Maraton London tahun 2005, peserta (dan pemenang) Paula Radcliffe dipaksa untuk berhenti berulang kali dan membiarkan isi ususnya kosong di depan penonton dan kamera televisi.
Dan yang paling ikonik, atlet triathlon Julie Moss yang awalnya mengikuti lomba sebagai bagian dari penelitian untuk tesis fisiologinya, malah mengotori dirinya sendiri di depan 20 juta pemirsa yang menonton Wide World Sports pada tahun 1982.
Pada cabang olahraga lain, kejadian tak terduga itu bisa saja tiba-tiba muncul dan mungkin ada kaitannya dengan keracunan makanan atau penyakit. Namun dalam dunia maraton, aktivitas fisik yang terus menerus yang justri dapat membuat seseorang 'mencret'.
ADVERTISEMENT
"Ini terkait dengan fakta bahwa selama periode stres fisik, tubuh mengeluarkan darah dari organ-organ yang belum tentu kritis pada saat itu," kata Michael Dobson, ahli bedah usus dan dubur dari Novant Health, Amerika Serikat via Mental Floss.
Dobson menjelaskan, untuk atlet ketahanan, tubuh akan mengalirkan darah dari usus ke otot. Jika aliran darah ke sistem usus kurang, akan menyebabkan banyak gangguan pada fungsi normal. Ini dapat menyebabkan iritasi pada usus dan sistem usus, yang berakibat pada buang air besar.
"Seseorang di tengah aktivitas fisik yang berat, sangat sulit untuk secara sukarela menjaga otot tetap tertutup saat melakukan aktivitas lain dengan otot lain di kaki dan panggul," katanya. "Anda tidak dapat mengontrol otot saat menggunakan otot.”
Ilustrasi event maraton besar. Foto: AFP PHOTO / KAZUHIRO NOGI

Hubungan usus dan pelari yang tak dapat dipisahkan

Sebuah penelitian yang terbit di National Library of Medicine pada tahun 1992 bertanya pada 109 atlet jarak jauh tentang gerakan usus mereka pada saat lomba. 62 persen melaporkan bahwa mereka berhenti untuk buang air besar selama pelatihan, 43 persen mengatakan mengalami diare "gugup" sebelum perlombaan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, 51 persen mengatakan bahwa mereka telah mengalami diare setelah perlombaan, dan 12 persen melaporkan hasrat buang air besar dan inkontinensia saat berlari. Seringkali, bagian ini terjadi bersamaan dengan sakit perut dan pendarahan dubur, dilansir Live Science.
Disimpulkan, diare pada pelari adalah hal yang nyata. Namun studi tersebut menyatakan bahwa segala bentuk diare pelari tidak terkait dengan usia, infeksi usus sebelumnya atau keracunan makanan, alergi makanan, atau serat makanan.
“Selama latihan fisik, peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik ... mendistribusikan kembali aliran darah dari organ splanknik ke otot yang bekerja,” kata salah satu ulasan. “Pengurangan [aliran darah ke organ pencernaan perut] yang parah dapat sering menyebabkan gastrointestinal ischemia [suatu kondisi, yang menyebabkan gejala diare dan sakit perut,].”
ADVERTISEMENT
Selain itu, pelari mungkin merasa sulit untuk mengontrol sfingter anal (anus) mereka saat mereka bekerja sangat keras dengan otot-otot yang lain. Dorongan terus-menerus – naik turun saat berlari membuat makanan tumpah. Apalagi ditambah stres yang dialami sebelum balapan, memungkinkan kontribusi pada fenomena ini.