Peneliti UI: Kasus Corona di Indonesia Sudah Ada Sejak Akhir Januari 2020

8 April 2020 11:17 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas Ambulans Puskesmas Kebayoran Baru, bersiap membawa pasien yang diduga terkena virus Corona di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Senin (2/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Ambulans Puskesmas Kebayoran Baru, bersiap membawa pasien yang diduga terkena virus Corona di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Senin (2/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus virus corona di Indonesia pertama kali diumumkan pada 3 Maret lalu. Sejak pengumuman itu disampaikan kepada publik oleh Presiden Joko Widodo, kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat. Per Selasa (7/4), kasus positif corona telah mencapai 2.738 kasus, dengan terbanyak berada di wilayah DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Namun, kasus virus corona di Indonesia diyakini sebenarnya sudah ada sejak akhir Januari atau awal Februari. Pendapat ini disampaikan oleh dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D, Staf Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, yang mengacu pada lonjakan laporan kasus gejala COVID-19 (penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2) di beberapa fasilitas kesehatan.
“Dari data laporan pelayanan kesehatan masyarakat, itu sudah terjadi kenaikan orang dengan gejala kasus COVID-19 seperti demam, batuk, dan sesak napas. Data kasusnya melonjak sekali (sejak Januari), dan kemudian baru Maret ada laporan yang 3 orang positif COVID-19,” ujar dr Pandu, dalam wawancara bersama kumparan, Senin (6/4).
Data itulah yang kemudian dipakai dr Pandu sebagai acuan untuk melakukan riset proyeksi jumlah kasus virus corona di Indonesia, dengan studi berjudul “COVID-19 Modelling Scenarios Indonesia” yang dibuat tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Petugas kesehatan mengambil sampel darah seorang polisi untuk test virus corona, di Bogor, Selasa (7/4). Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
“Kita konsepnya (penelitian) mulai awal Februari. Jadi bukan yang dilaporkan dari pemerintah. Kita tidak mau memprediksi yang dilaporkan oleh jubir, karena itu laporan yang sangat under reported. Ingat, yang dilakukan pemerintah itu adalah laporan yang didapatkan dari lima hari yang lalu. Jadi tidak mencerminkan kasus pada hari itu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain meningkatnya laporan kasus gejala COVID-19 di beberapa fasilitas kesehatan, bukti dugaan virus corona telah masuk sejak akhir Januari 2020, adalah tingginya volume penerbangan dari dan ke Wuhan. Di mana, Jakarta menjadi kota yang paling besar menerima volume penerbangannya.
Pada awal Januari, Indonesia masih memiliki sejumlah penerbangan dari dan ke Wuhan, China, saat di mana kasus COVID-19 telah banyak dilaporkan di kota tersebut. Pandu mengasumsikan, makin banyak penumpang dari dan ke Wuhan, maka kemungkinan kasus infeksi virus corona semakin tinggi.
Selain itu, beberapa kota di Indonesia juga diketahui memiliki penerbangan langsung dari Wuhan, di antaranya Manado, Batam, dan Makassar. Maka, kemungkinan besar kasus SARS-CoV-2 tidak hanya terjadi di Jakarta saja, namun terjadi pula di beberapa wilayah lain di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Jadi secara teoritis, tidak mungkin Indonesia bebas corona. Dan secara teoritis pula tidak mungkin hanya bulan Maret. Yang saya prediksi, mungkin kasus corona di Indonesia sudah terjadi pada akhir Januari,” paparnya.
Dugaan serupa juga disampaikan oleh penelitian Harvard, yang memprediksi bahwa kasus virus corona kemungkinan besar sudah masuk Indonesia sejak Januari lalu, mengingat tingginya volume penerbangan dari dan ke Wuhan.
Dari bukti-bukti tersebut, ditambah adanya laporan kasus-kasus virus corona yang sudah terdeteksi di Australia, Singapura, dan negara lain pada awal Januari lalu, maka dugaan kasus virus corona di Indonesia sudah ada sejak akhir Januari, menjadi lebih tinggi.
Dengan demikian, kata dr Pandu, episenter COVID-19 tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi telah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Keterbatasan Indonesia dalam melakukan tes COVID-19, menjadi kendala tersendiri. Hal ini terlihat dari laporan kasus SARS-CoV-2 yang tampak lebih sedikit jika dibandingkan dengan negara lain. Padahal, orang-orang yang terinfeksi sebenarnya jauh lebih banyak dari data yang terkonfirmasi.
ADVERTISEMENT
“Hal ini bisa kita lihat dari tingkat kematian yang tinggi sekali. Di mana sebagian besar kematian justru tidak sempat dites, sebagian lagi mungkin tidak terdeteksi, tapi mereka sudah dimakamkan dengan protokol pemakaman COVID-19,” paparnya.
Menyikapi hal ini, dr Pandu mendorong agar pemerintah segera menerapkan intervensi tinggi untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus COVID-19. Semakin tinggi intervensi pemerintah dalam menekan laju penyebaran, semakin sedikit pula angka kematian akibat virus corona.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!