Penjelasan Sains di Balik Awan Gelombang Tsunami di Kalimantan Barat

29 Januari 2021 15:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fenomena awan Arcus ini dapat menimbulkan angin kencang dan hujan lebat disertai kilat atau petir di sekitar pertumbuhan awan. Foto: Dok Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Fenomena awan Arcus ini dapat menimbulkan angin kencang dan hujan lebat disertai kilat atau petir di sekitar pertumbuhan awan. Foto: Dok Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Fenomena alam langka berupa gumpalan awan berbentuk gelombang tsunami terjadi di langit Sungai Asam, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, pada Kamis sore, 28 Januari 2021.
ADVERTISEMENT
Dalam foto yang beredar, tampak awan di langit Kubu Raya menggumpal membentuk ombak raksasa bak tsunami. Menyisakan pemandangan ngeri sekaligus menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya.
Fenomena alam semacam ini ternyata bukan kali pertama terjadi. Tahun lalu, 10 Agustus 2020, awan gelombang tsunami juga terjadi di Meulaboh, Aceh Barat. Penampakannya langsung viral di media sosial Twitter. Beberapa netizen mengunggahnya dalam bentuk foto dan video.
Peristiwa serupa juga pernah terjadi di langit kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada 1 Januari 2019. Kala itu, menurut kesaksian warga sekitar yang melihat dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, awan tsunami muncul selama 15 menit sebelum akhirnya terurai dan hilang. Sebelum awan muncul, langit di kota tersebut tiba-tiba mendung, diikuti angin kencang hingga gerimis.
Awan menyerupai gelombang tsunami. Foto: Twitter/@SmasMv12

Mengapa Awan Gelombang Tsunami Bisa Terbentuk?

Diberitakan HiPontianak, partner 1001 media online kumparan, Kepala Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak, Nanang Buchori, mengatakan secara ilmiah dalam dunia meteorologi, fenomena ini disebut awan Arcus.
ADVERTISEMENT
“Kondisi cuaca di sekitar wilayah Sungai Raya terjadi hujan mulai pukul 13.00 WIB hingga 15.00 WIB. Kemudian, terlihat pada pantauan radar cuaca terdapat sel awan Cumulonimbus berbentuk memanjang yang biasa disebut squalline dari arah utara, dari sekitar wilayah Kabupaten Mempawah pada pukul 15.40 WIB dan bergerak menuju ke Kota Pontianak sekitar pukul 16.30 WIB,” ungkapnya.
“Berlanjut menuju wilayah Sungai Raya pada pukul 17.00 WIB. Diduga pada sekitar pukul 17.00 WIB ini terbentuknya awan Arcus, karena wilayah Sungai Raya sudah dingin akibat telah terjadinya hujan sebelumnya,” lanjut Nanang.
Kecepatan angin maksimum yang tercatat di Stasiun Meteorologi Supadio sebesar 15 knot (setara 28 km/jam), sementara di Kota Pontianak maksimum 17 knot (setara 30 km/jam). Akumulasi jumlah curah hujan di Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak selama 24 jam sebesar 27,6 mm, kategori hujan intensitas sedang.
ADVERTISEMENT
Sementara menurut Kepala Sub Bidang Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Agie Wulanda Putra, bentuk awan macam tsunami adalah fenomena yang lazim terjadi. Awan itu terbentuk dari kombinasi beberapa jenis awan, yakni awan cumulonimbus, awan rendah stratus, dan awan menengah dan tinggi.
“Awan tsunami merupakan dua fenomena kombinasi antara cumulonimbus dan roll cloud atau jenis awan lain yang terlihat seperti gelombang,” kata Agie saat dihubungi kumparanSAINS, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Agie mengatakan, dua kombinasi awan ini sangat jarang terjadi. Penyebab munculnya awan roll cloud sendiri tak lain karena terjadi perbedaan suhu dan kelembaban yang cukup signifikan di dekat permukaan. Awan tsunami berpotensi menimbulkan hujan lebat dan angin kencang.
Awan gelombang tsunami di Kalbar. Foto: dok HiPontianak
Awan roll cloud memang relatif unik dan jarang terjadi. Meski dalam konteks cumulonimbus, awan ini bisa terbentuk di manapun, tergantung pada kondisi di wilayah tersebut. Karakteristik daerah yang berpotensi muncul awan cumulonimbus biasanya karena ada interaksi antara pesisir dan pegunungan.
ADVERTISEMENT
Wilayah yang dekat pesisir dan tak jauh dari daerah pegunungan berpotensi memunculkan awan cumulonimbus yang lebih tinggi. Keberadaan awan cumulonimbus bisa juga dikaitkan dengan karakteristik topografi suatu daerah.
Namun yang pasti, kata Agie, awan tsunami tidak akan memicu gempa atau tsunami asli, tapi memang berpotensi menimbulkan hujan lebat dan angin kencang. Awan ini sejatinya tidak berbahaya, kecuali bagi pesawat yang melewatinya.
Sebelumnya, awan arcus juga pernah terlihat di wilayah Kalbar, yakni di Stasiun Meteorologi Supadio pada 6 Desember 2015, di Sanggau pada 26 September 2020, dan di Kota Pontianak pada 9 Oktober 2020.