Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Penyebab Kambing Punya Bau Prengus yang Menyengat
22 Agustus 2018 8:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu hewan kurban saat Idul Adha, kambing memiliki bau yang khas dan lebih kuat dibanding sapi atau kerbau. Adakah alasan di balik aroma kambing yang begitu kuat?
ADVERTISEMENT
Menurut hasil riset yang dilakukan sekelompok ilmuwan University of Tokyo, Jepang, bau prengus yang kuat dan menyengat tersebut merupakan cara kambing jantan untuk menarik perhatian sekaligus merangsang kambing betina.
Hasil riset yang telah diterbitkan di jurnal Current Biology ini menjelaskan, bau khas kambing berasal dari senyawa 4-ethyloctanal yang dilepaskan ke udara oleh kambing jantan. Ketika senyawa itu terekspos oleh udara, mereka berubah menjadi asam 4-ethyloctanal yang merupakan penyebab aroma khas kambing.
Senyawa 4-ethyloctanal banyak ditemukan di bagian janggut kambing . Dalam riset dijelaskan bahwa senyawa tersebut menyebabkan otak kambing betina untuk mulai melakukan ovulasi, proses pelepasan telur yang telah matang dari indung telur atau ovarium untuk kemudian berjalan menuju tuba falopi untuk dibuahi.
Cara riset dilakukan
ADVERTISEMENT
Dengan menggunakan sebuah topi khusus yang bisa menyerap gas, para peneliti mengumpulkan aroma dari kambing jantan normal dan membandingkannya dengan aroma kambing jantan yang sudah dikebiri.
Hasilnya, ditemukan bahwa bagian kepala kambing jantan normal mengeluarkan sebuah aroma dari campuran zat kimia kompleks yang tidak diproduksi oleh kambing yang sudah dikebiri.
Ketika aroma tersebut kemudian dicium oleh kambing betina, ternyata di otaknya terjadi peningkatan hormon luteinizing atau hormon pelutein, dua hormon yang bisa membuat kambing betina berovulasi.
Keunggulan dan batasan riset
"Peneliti dalam riset ini bisa secara langsung merekam neuron di otak kambing dan melihat responsnya terhadap suatu feromon tertentu di sana," ujar Stephen Liberles, ahli biologi sel dari Harvard University, saat mengomentari keunggulan riset ini, sebagaimana dikutip dari Science News.
ADVERTISEMENT
"Sebelumnya belum ada yang pernah melakukan eksperimen seperti itu dan ini sangat menarik."
Meski begitu, Liberles mengingatkan bahwa karena riset ini dilakukan pada kambing betina yang ovariumnya telah diangkat, maka peneliti di Jepang itu tidak bisa mengonfirmasi apakah eksposur terhadap 4-ehtyloctanal benar-benar menyebabkan terjadinya ovulasi.
"Langkah selanjutnya adalah untuk mempelajari apakah hal tersebut benar-benar mempengaruhi keadaan reproduksi pada kambing ," tambah Liberles.
Hikmah riset dan peluang riset lanjutan
Jeremy Smith, ilmuwan dari University of Western Australia, berpendapat riset ini bisa membuka jalan untuk riset identifikasi feromon pada spesies lain.
Memahami feromon yang bisa menyebar melalui aroma dan membuat betina berovulasi akan sangat membantu para peternak, menurut Smith. Jadi aroma bisa menjadi cara mudah dan tidak terlalu invasif untuk membantu peternak mengembangbiakkan hewannya.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, jika para peneliti bisa mengembangkan feromon serupa tapi untuk manusia, maka hal itu bisa membantu mengatasi masalah kesuburan tanpa perlu adanya suatu terapi hormon yang invasif atau melukai tubuh.