Perubahan Iklim Bikin Suhu di Atas 50 Derajat Celsius Bakal Sering Terjadi

20 September 2021 11:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Dengan keadaan seluruh dunia menghangat, suhu ekstrem menjadi lebih mungkin terjadi. Ini terlihat dari jumlah hari dengan suhu di atas 50 derajat Celcius yang meningkat di setiap dekade sejak tahun 1980.
ADVERTISEMENT
Efek perubahan iklim yang semakin menjadi-jadi bukan hanya dapat mematikan manusia dan alam, namun juga menyebabkan masalah besar pada ekosistem lain, seperti bangunan dan jalan.
Dikutip BBC, antara tahun 1980 dan 2009 rata-rata suhu melewati 50 derajat Celsius sekitar 14 hari setahun. Namun, jumlahnya meningkat menjadi 26 hari dalam setahun antara 2010 dan 2019. Bahkan pada periode yang sama, suhu di atas 45 derajat Celsius rata-rata terjadi dua minggu dalam setahun.
"Peningkatannya bisa 100 persen dikaitkan dengan pembakaran bahan bakar fosil," kata Dr Friederike Otto, direktur asosiasi Institut Perubahan Lingkungan di Universitas Oxford.

Akan Merembes ke Tempat Lain

Suhu 50 derajat Celsius utamanya terjadi di kawasan Timur Tengah dan Teluk. Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa hari-hari di atas 50 derajat Celsius akan terjadi di tempat lain — setelah musim panas tahun ini pecah rekor 48,8 derajat Celsius di Italia dan 49,6C di Kanada, kecuali emisi bahan bakar fosil dikurangi.
ADVERTISEMENT
"Kita perlu bertindak cepat. Semakin cepat kita mengurangi emisi kita, semakin baik kita semua," kata Dr. Sihan Li, peneliti iklim di School of Geography and the Environment di Universitas Oxford.
Dr. Li memperingatkan dengan emisi yang berkelanjutan dan kurangnya tindakan, tanggap darurat dan pemulihan suhu panas ekstrem ini akan menjadi lebih menantang. Apalagi, analisis BBC menemukan bahwa dalam dekade terakhir, suhu maksimum meningkat 0,5 derajat Celsius dibandingkan dengan rata-rata jangka panjang 1980-2009.
Namun peningkatan ini belum dirasakan secara merata di seluruh dunia. Tercatat Eropa Timur, Afrika bagian selatan, dan Brasil mengalami kenaikan suhu maksimum lebih dari 1 derajat Celsius, dan sebagian Kutub Utara dan Timur Tengah mencatat kenaikan lebih dari 2 derajat Celsius.
ADVERTISEMENT

Dampak panas yang ekstrem

Ilustrasi kekeringan akibat perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
Dalam studi dari Universitas Rutgers, Amerika Serikat yang terbit tahun lalu, ditemukan 1,2 miliar orang di seluruh dunia dapat menghadapi kondisi tekanan panas pada tahun 2100 jika tingkat pemanasan global saat ini terus berlanjut.
Masyarakat akan menghadapi pilihan sulit ketika lanskap di sekitar mereka berubah, karena kekeringan dan kebakaran hutan lebih mungkin terjadi.
Pada kisah Sheikh Kazem Al Kaabi misalnya, yang muncul pada dokumenter BBC berjudul “Life at 50 C”. Ia adalah seorang petani gandum dari sebuah desa di Irak tengah. Tanah di sekitarnya dulunya cukup subur untuk menopang dia dan tetangganya, tetapi secara bertahap menjadi kering dan tandus. Bahkan hampir semua orang dari desanya telah pindah untuk mencari pekerjaan di provinsi lain.
ADVERTISEMENT
"Semua tanah ini hijau, tapi semuanya hilang. Sekarang gurun, kekeringan," katanya. "Saya kehilangan saudara laki-laki saya, teman-teman terkasih, dan tetangga yang setia. Mereka berbagi segalanya dengan saya, bahkan tawa saya. Sekarang tidak ada yang berbagi apa pun dengan saya, saya hanya bertatap muka dengan tanah kosong ini."
Urgensi ini telah membuat para ilmuwan menyerukan tindakan segera dari para pemimpin dunia pada pertemuan puncak PBB di Glasgow pada bulan November mendatang. Mereka akan meminta pemerintah untuk berkomitmen pada pengurangan emisi baru untuk membatasi kenaikan suhu global.