Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Virus corona penyebab penyakit COVID-19 yang saat ini menjadi pandemi, pertama kali muncul pada Desember 2019 lalu. Di tengah pandemi virus corona ini, muncul laporan kasus hantavirus di China yang membuat heboh warganet.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19, kemunculan hantavirus sudah diidentifikasi para ilmuwan sejak 70 tahun lalu.
Ya, kedua virus yang sama-sama bersifat zoonosis (bisa menular dari hewan ke manusia) itu memang bikin geger seantero dunia pada tahun 2020. Seorang pria di China dilaporkan meninggal dunia setelah terinfeksi hantavirus pada Senin (23/3). Kematian pria asal Provinsi Yunnan itu tentu saja mengejutkan publik, sebab belum rampung urusan COVID-19, muncul lagi korban jiwa gara-gara terjangkit virus yang berbeda.
Virus SARS-CoV-2 yang menyerang sistem pernapasan manusia datang dari keluarga besar virus corona. Hantavirus juga menyerang sistem pernapasan, ia menjadi salah satu penyebab penyakit pernapasan Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS). Hanya saja keduanya berasal dari keluarga virus yang berbeda.
Saat menjangkiti tubuh manusia, baik virus corona jenis baru penyebab COVID-19 maupun hantavirus sama-sama mengincar korban jiwa. Dengan kata lain, kedua virus sama-sama mematikan.
ADVERTISEMENT
Pertama kali muncul pada tahun 1950-an, hantavirus punya case fatality rate hingga 38 persen. Amerika Serikat termasuk negara yang pernah dihampiri wabah HPS pada Mei 1993. Korban pertamanya adalah seorang pemuda dari Suku Navajo.
Tikus rusa atau Peromuscus maniculatus disebut-sebut sebagai dalang dari wabah HPS yang menghinggapi AS kala itu. Tikus rusa banyak menghuni wilayah pedesaan. Mereka bersarang di tumpukan kayu dan di dalam rumah-rumah penduduk.
Sedangkan virus corona dengan penambahan jumlah kasus kematian yang masih bergerak dinamis sampai saat ini, memiliki tingkat kematian sekitar 4,6 persen. Dengan rincian, ada 20.485 orang meninggal dunia dari 444.916 orang yang terjangkit di seluruh dunia. Data terakhir diperoleh dari South China Morning Post per Kamis (26/3).
ADVERTISEMENT
Bergeser ke soal inang virus, melalui berbagai penelitian, ilmuwan sudah bisa memastikan bahwa inang virus dari hantavirus adalah tikus. Lain halnya dengan SARS-CoV-2 yang masih bikin ilmuwan bingung. Belum jelas muasal virus corona jenis baru ini meski muncul dugaan ia berasal dari hewan liar.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah menyebut bahwa sejatinya virus dari keluarga besar corona berasal dari hewan seperti seperti kelelawar, burung, monyet, ayam, sapi, hingga tikus.
Dulu, saat COVID-19 belum dideklarasikan sebagai pandemi global, ada yang beranggapan virus SARS-CoV-2 berasal dari ular. Ada pula yang menyebut inangnya adalah kelelawar, sampai-sampai ada larangan keras untuk mengonsumsi sup kelelawar yang dituding sebagai penyebab awal munculnya wabah. Terakhir, hasil penelitian ilmuwan dari South China Agricultural University menemukan, trenggiling yang biasa dikonsumsi daging dan sisiknya berpotensi sebagai inang virus corona.
ADVERTISEMENT
Bicara soal penularan, hantavirus hanya menginfeksi manusia apabila terjadi kontak dengan cairan urin, feses, ataupun air liur tikus. Nah, sedangkan virus corona yang disebut memiliki sifat host-specific, sebenarnya sangat jarang menginfeksi manusia.
Itu terjadi apabila virus corona bermutasi. Berdasarkan hasil penelitian The Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat, ditemukan bahwa gen protein yang membentuk tubuh virus corona penyebab sindrom pernapasan akut (SARS) jauh berbeda dengan virus corona yang diketahui selama ini, baik dibandingkan dengan virus yang menginfeksi manusia maupun binatang.
Dilihat dari jenis antigennya, virus corona dibagi atas tiga kelompok. Detailnya begini, hasil analisis gen dan asam amino pembentuk protein N, protein S, dan protein M menunjukkan bahwa virus corona SARS terpisah dari ketiga kelompok ini. Artinya, virus corona yang menjadi penyebab SARS adalah jenis virus corona baru yang merupakan hasil dari mutasi, virus ini diberi nama virus SARS-CoV.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan novel coronavirus (SARS-CoV-2) yang kini tengah mewabah di 156 negara. Novel coronavirus itu diduga merupakan virus corona yang telah bermutasi, dan masih satu keluarga dengan virus penyebab penyakit SARS. Penyebaran virus COVID-19 umumnya terjadi lewat bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kepada orang sehat yang berada di dekatnya.
Dalam bentuk fisik, hantavirus berwujud bulat atau pleomorfik, nukleokapsid berbentuk helical. Ia merupakan virus single stranded RNA dengan selubung yang mengandung lipid atau lemak, berpolarisasi negatif dan berdiameter 80 hingga 120 nanometer.
Virus hanta seperti disebut dalam laporan penelitian di jurnal Balaba tahun 2009, kurang infeksius. Kecuali di lingkungan tertentu. Lamanya waktu virus ini dapat bertahan di lingkungan, setelah keluar dari tubuh tikus tidaklah diketahui secara pasti. Tetapi percobaan laboratorium menunjukkan bahwa, daya infektifitasnya tak dijumpai setelah dua hari pengeringan.
ADVERTISEMENT
Sementara virus corona digambarkan memiliki bentuk bulat dengan diameter sekitar 100-120 nanometer. Ia memiliki RNA positif sebagai genomnya, dan biasanya sering disebut RNA virus. Mutasi virus terjadi pada saat replikasi. Virus RNA bermutasi sekitar 1 juta kali lebih cepat ketimbang virus DNA.
Belum ada vaksin atau obat spesifik untuk menyembuhkan infeksi hantavirus maupun COVID-19 sejauh ini. Penderita hanya dirawat dengan pengobatan suportif sesuai gejalanya, termasuk penggunaan alat ventilator jika timbul sesak yang membuat pasien kesulitan bernapas.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!