Saran Peneliti ITB untuk Tekan Jumlah Pasien Virus Corona di Indonesia

20 Maret 2020 11:12 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas membawa pasien dari mobil ambulans yang diduga terkena virus corona di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Rabu (4/3).  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas membawa pasien dari mobil ambulans yang diduga terkena virus corona di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Rabu (4/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Jumlah kasus virus corona di Indonesia terus bertambah. Terakhir per Kamis (19/3), pemerintah mengumumkan pasien positif COVID-19 telah mencapai 309 orang, yang di antaranya 25 orang meninggal, dan 15 dinyatakan sembuh.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, para ilmuwan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah melakukan serangkaian penelitian menggunakan metode matematika untuk menentukan puncak dan akhir pandemi virus corona di Indonesia.
Tim peneliti yang terdiri dari Dr. Nuning Nuraini, Lektor Kepala di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, bersama dua rekannya, Kamal Khairudin dan Mochamad Apri, menggunakan model pengembangan dari logistik Richard’s Curve yang diperkenalkan oleh F.J.Richards.
Mereka menghitung parameter kasus COVID-19 di lima negara yang paling parah mengalami pandemi, yakni China, Italia, Iran, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Hasilnya, mereka menemukan bahwa tren kasus di Korea Selatan relatif sama dengan yang terjadi di Indonesia.
Simulasi penanganan pasien virus corona di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. pada Jumat (06/3). Foto: Dok. Pemkab Bojonegoro
Dengan begitu, periset mengambil model di Korea Selatan untuk melakukan proyeksi kasus di Indonesia. Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut didapatkan kesimpulan, bahwa kasus COVID-19 di Indonesia diprediksi akan memuncak pada akhir Maret 2020, dan berakhir di pertengahan April 2020, dengan jumlah kasus maksimum sekitar 8.000 kasus. Sedangkan kasus baru harian terbesar diperkirakan mencapai 600 kasus.
ADVERTISEMENT
Meski kasus COVID-19 di Indonesia diprediksi masih akan terus meningkat, angka tersebut bisa ditekan asalkan masyarakat dan pemerintah menjalankan SOP pencegahan penularan pandemi sesuai rekomendasi pakar kesehatan atau WHO.
“Jumlah kasus di Indonesia bisa saja ditekan, asal melakukan pencegahan sesuai SOP pandemi,” kata Nuning, melalui pesan singkat kepada kumparanSAINS, Kamis (19/3).
Ia lantas merekomendasikan beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan, terutama yang disarankan oleh WHO. Menurutnya, ada langkah sederhana yang bisa orang-orang lakukan dan diharapkan berhasil untuk mencegah laju penyebaran, yakni jaga jarak sosial (social distancing).
Jarak sosial bisa diimplementasikan dengan cara menjauhi kerumunan dan membatasi keinginan untuk keluar rumah tanpa keperluan yang penting. Selanjutnya melakukan Work From Home atau kerja dari rumah, meliburkan sekolah dan mengubahnya menjadi sistem pendidikan secara daring, serta membatalkan atau menunda rekreasi dan kegiatan-kegiatan yang bersifat massal.
ADVERTISEMENT
Ini telah dilakukan oleh pemerintah China. Pembatasan perjalanan yang mereka lakukan telah mendorong pandemi sampai puncak. Hal ini dimaksudkan agar langkah selanjutnya bisa membawa dampak pada penurunan kasus di negara tersebut.
Zhong Nashan, penasihat medis senior pemerintah China mengatakan, jika negara-negara yang terdampak wabah SARS-CoV-2 mengikuti langkah yang dilakukan China, maka pandemi ini dapat dikurangi dalam beberapa bulan saja.
“Saran saya menyerukan semua negara untuk mengikuti instruksi WHO dan melakukan intervensi pada skala nasional. Jika semua negara bisa dimobilisasi, pandemi ini bisa berakhir pada Juni,” ujarnya, seperti dikutip Reuters.
Lebih lanjut peneliti ITB mengatakan, jika masyarakat mengabaikan pencegahan, ini akan sepadan dengan risiko yang dihadapi. Bisa dibayangkan bila langkah pencegahan tidak dilakukan secara serius, maka kasus bisa berlipat dalam puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan penderita. Dan jika hal ini terjadi, maka tidak menutup kemungkinan rumah sakit akan kewalahan untuk menerima pasien, dan peluang transmisi penyakit menjadi lebih besar.
ADVERTISEMENT
Adapun penekanan jumlah kasus pasien di sini berguna bagi rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya agar dapat menampung jumlah pasien, sehingga peluang orang untuk sembuh juga makin besar. Tidak ada lagi pasien yang terbengkalai atau tidak mendapatkan perawatan karena alasan membludaknya jumlah pasien di sebuah rumah sakit.

Puncak Pandemi Virus Corona Bisa Mundur dari Prediksi Awal

Kembali soal prediksi tim peneliti ITB. Nuning menegaskan bahwa data yang ada saat ini masih bersifat dinamis, sehingga proyeksi hasil penelitiannya bisa saja bergeser.
“Pergeseran waktu puncak dan proyeksi akumulasi data juga bisa berubah,” ujar dia saat dihubungi kumparanSAINS, Minggu (22/3). Maksud Nuning di sini, pandemi yang semula diprediksi akan mencapai titik puncak pada akhir Maret, bukanlah hasil final.
ADVERTISEMENT
Sebab secara matematika, estimasi tersebut masih bisa berubah sehingga waktu puncak pandemi bisa mundur atau bergeser. Hal ini karena pendekatan model matematika yang digunakan peneliti, imbuh Nuning, memproyeksikan secara kasar puncak dan akumulasi kasus COVID-19.
Ketika ditanya soal kemungkinan puncak pandemi yang bergeser ke April hingga Mei, Nuning menekankan bahwa proyeksi kasar tersebut pun masih sangat mungkin berubah. Berubah di sini diartikan menjadi lebih lama, dengan mempertimbangkan data update yang mereka gunakan ketika jumlah kasus positif corona di Indonesia masih menyentuh angka 369 orang per Jumat (20/3).
“Untuk data update sampai 369, (akan bergeser) lebih lama. (Namun) kita semua berharap bisa lebih cepat,” paparnya.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT