Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Belum tuntas persoalan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Tanah Air, dampak yang ditimbulkan malah terus merembet ke sejumlah wilayah di beberapa negara tetangga. Setelah Malaysia dan Singapura, kini giliran Thailand yang mengeluhkan dampak polusi udara kiriman Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan media setempat, The Thaiger, ada dua wilayah di bagian Selatan Thailand yang terkena dampak karhutla, yakni di Songkhla dan Satun. Tingkat PM 2,5 (kadar partikel berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron dalam udara) di kedua wilayah tersebut tercatat telah mencapai lebih dari 50 mikrogram per meter sehingga menyebabkan kualitas udara di sana berada dalam status berbahaya.
Kadar polutan PM 2,5 di Hat Yai, Songkhla, yang berada pada angka 54 mg per meter kubik dinyatakan telah melebihi ambang batas aman oleh Dinas Lingkungan Provinsi Songkhla dengan mengacu pada standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Sementara di Satun, tingkat polutan PM 2,5-nya juga telah melebihi 50 mg per meter kubik.
ADVERTISEMENT
Sebelum ada warga yang mengeluhkan kesehatan pernapasan mereka yang terganggu, para pejabat di Hat Yai, Songkhla, telah mengambil langkah antisipatif dengan membagikan masker kepada seluruh warga termasuk pula kepada turis mancanegara yang berkunjung ke sana.
Sejak jauh-jauh hari, pejabat di Songkhla juga telah mengimbau warga di Hat Yai untuk mengenakan masker yang tepat saat melakukan aktivitas di luar ruangan. Mereka mengingatkan para warga untuk segera berkonsultasi ke dokter jika memiliki masalah pernapasan akibat kepungan kabut asap.
Sementara itu di Kota Pekanbaru, Riau, ratusan orang berkumpul untuk mengadakan doa bersama agar hujan lekas turun dan memadamkan api karhutla. Mereka berharap masalah kabut asap beracun yang dihasilkan dari kebakaran hutan segera tertangani sehingga tak ada lagi sekolah-sekolah yang terpaksa diliburkan akibat peristiwa ini.
ADVERTISEMENT
Di Sumatera dan Kalimantan, kebakaran hutan akibat pembukaan lahan secara ilegal seolah telah menjadi persoalan klasik yang terus berulang setiap tahunnya. Akibat peristiwa kebakaran itu, saat ini petugas pemadam kebakaran dibantu oleh sejumlah pihak tengah berjuang mati-matian untuk memadamkan api.
Selama beberapa bulan terakhir, asap tebal menyelimuti wilayah Pekanbaru dan mengancam kesehatan warganya. Selain itu, kabut asap juga mengganggu aktivitas mereka saat beribadah.
Seperti yang terjadi pada pekan lalu, ada sekitar 1.000 warga Pekanbaru yang melakukan salat Jumat di sebuah lapangan terbuka. Mereka terpaksa menggunakan masker untuk menghindari asap beracun masuk ke sistem pernapasan.
“Kondisinya benar-benar buruk selama sebulan terakhir. Saya tidak bisa bernapas jika saya tidak memakai masker. Beberapa tetangga saya juga mengalami sakit parah,” ujar Rahmad, pensiunan pegawai negeri sipil berusia 57 tahun, kepada AFP.
ADVERTISEMENT
Fatimah El-Kareem, seorang ibu berusia 26 tahun, memutuskan untuk meninggalkan Pekanbaru dengan membawa anaknya karena merasa khawatir kabut asap akan mengancam kesehatan buah hatinya.
"Saya sangat khawatir. Anak saya baru berusia satu tahun dan masih sangat rentan,” katanya kepada AFP melalui sambungan telepon.
Kekacauan yang terjadi akibat karhutla di Indonesia mengundang respons yang beragam dari dunia internasional. Hal ini mengingat dampak buruk yang ditimbulkan ketika hutan hujan tropis, yang memainkan peran penting untuk melindungi Bumi dari pemanasan global, malah dengan sengaja dibakar oleh tangan-tangan manusia yang tak bertanggung jawab.
Gubernur Kalimantan Tengah menyebutkan ada 3.900 sekolah yang terancam terpaksa diliburkan sementara waktu. Hal ini dilakukan demi melindungi para siswa. Di Sumatera sendiri, setidaknya ada 9.000 sekolah yang juga terancam ditutup untuk sementara waktu akibat kabut asap karhutla.
ADVERTISEMENT