Studi: Bumi di Masa Depan Jadi Tempat Tak Layak Huni Bak Neraka

28 Mei 2024 12:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bumi sudah ada sejak 4,5 miliar tahun lalu, dan selama itu dia telah banyak berubah. Bumi mula-mula berupa bola magma cair yang berputar, akhirnya mendingin dan membentuk beberapa lempeng tektonik. Beberapa miliar tahun kemudian, Bumi dipenuhi berbagai formasi superbenua dan kehidupan.
ADVERTISEMENT
Namun secara kosmologis, Bumi tergolong muda. Kita baru saja melewati sepertiga masa pakainya, dan masih banyak perubahan yang akan terjadi. Sayangnya, menurut peneliti manusia tidak akan bisa bertahan lama tinggal di Bumi.
Sebab, berdasarkan studi baru menggunakan super-komputer untuk memodelkan iklim selama 250 juta tahun ke depan, Bumi akan kembali didominasi oleh satu superbenua, dan nyaris tidak bisa dihuni oleh mamalia mana pun, termasuk manusia.
“Prospek di masa depan tampak sangat suram,” kata Alexander Farnsworth, Peneliti Senior di Cobat Institute for the Environment di University of Bristol dan penulis studi yang terbit di jurnal Nature Geoscience.
“Tingkat karbon dioksida bisa dua kali lipat lebih tinggi dari saat ini. Karena Matahari juga diperkirakan akan memancarkan radiasi sekitar 2,5 persen lebih banyak dan superbenua ini terutama terletak di daerah tropis yang panas dan lembab, sebagian besar planet ini mungkin menghadapi suhu antara 40 hingga 70 derajat Celcius.”
ADVERTISEMENT
Menurut Farnsworth, superbenua baru yang dikenal sebagai Pangea Ultima–mengacu pada superbenua kuno Pangea– akan menciptakan "triple whammy". Artinya, ketika superbenua terbentuk, Bumi akan terasa lebih panas dibanding saat ini. Dunia juga akan menghadapi 50 persen CO2 lebih banyak di atmosfer dibanding sekarang. Ini membuat hampir seluruh tempat di Bumi tidak dapat dihuni.
Ilustrasi kekeringan akibat perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
“Akibatnya adalah lingkungan yang tidak bersahabat, tidak ada sumber makanan dan air bagi mamalia. Suhu yang meluas antara 40 hingga 50 derajat Celcius, dan bahkan suhu ekstrem setiap hari, ditambah dengan tingkat kelembapan yang tinggi, pada akhirnya akan menentukan nasib kita,” kata Farnsworth sebagaimana dikutip IFL Science.
Sementara menurut Benjamin Mills, Profesor Evolusi Sistem Bumi di University of Leeds yang merupakan pemimpin penelitian, dalam skenario yang mereka buat, diperkirakan CO2 akan meningkat dari 400 parts per million (ppm) saat ini menjadi 600 ppm tahun di masa depan.
ADVERTISEMENT
“Tentu saja, hal ini mengasumsikan bahwa manusia akan berhenti menggunakan bahan bakar fosil, sebab jika tidak, kita akan melihat angka tersebut jauh lebih cepat,” katanya.
Meski penelitian ini memberikan gambaran buruk tentang Bumi jutaan tahun mendatang, peneliti memperingatkan bahwa saat ini kita tengah menghadapi krisis iklim yang sama bahayanya untuk kelangsungan hidup seluruh makhluk di Bumi.
“Sangatlah penting untuk tidak melupakan krisis iklim yang terjadi saat ini, yang merupakan akibat dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh manusia,” papar Eunice Lo, Peneliti Perubahan Iklim dan kesehatan di University of Bristol dan salah satu penulis penelitian.
“Kita sudah mengalami panas ekstrem yang merugikan kesehatan manusia. Inilah mengapa sangat penting untuk mencapai emisi net-zero sesegera mungkin.”
ADVERTISEMENT