news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Studi: Orang Radikal, Ekstremis Cenderung Lamban Memproses Informasi

2 Maret 2021 8:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kelompok sayap kanan radikal Identitarian Movement di Jerman Foto: AFP/John McDouggal
zoom-in-whitePerbesar
Kelompok sayap kanan radikal Identitarian Movement di Jerman Foto: AFP/John McDouggal
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan telah menemukan tanda psikologis pada orang yang memiliki pandangan ekstremis atau radikal. Ini karena orang-orang radikal cenderung impulsif tapi lambat dalam memproses informasi perseptual.
ADVERTISEMENT
Menurut studi yang diterbitkan Minggu (21/2) di Jurnal Philosophical Transactions of the Royal Society B, kaum ekstremis, terlepas apakah mereka sayap kanan atau sayap kiri, cenderung kesulitan menjalankan tugas psikologis yang rumit. Kendati begitu, mereka lebih berani mengambil risiko ketimbang orang pada umumnya.
Studi macam ini bukan pertama kali dilakukan oleh para ilmuwan yang mencoba menghubungkan ideologi politik dengan psikologi dasar. Sekitar satu dekade lalu, penelitian berhasil mengungkapkan bahwa kaum konservatif lebih sensitif, namun dalam penelitian lebih baru peneliti gagal menemukan hasil yang sama.
Kelompok sayap kanan radikal Identitarian Movement di Austria Foto: AFP/Joe Klamar
Demikian pula dengan penelitian yang mengatakan bahwa kaum konservatif lebih khawatir terhadap ancaman ketimbang kaum liberal, namun dalam studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam jurnal Personality and Social Psychology Bulletin, mengungkapkan bahwa peneliti tidak menemukan bukti kaum konservatif takut terhadap ancaman.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan studi tersebut dilakukan para ilmuwan mengandalkan laporan diri dan mencoba menghubungkan satu ideologi dengan psikologis atau emosional, kata Leor Zmigrod, seorang psikolog dari University of Cambridge, yang memimpin studi ini. Namun, Zmigrod dan rekan-rekannya mengambil pandangan yang lebih luas.
Alih-alih berhipotesis mengaitkan psikologis atau kepribadian dengan pandangan ideologis tertentu, mereka justru menempatkan 552 orang dan diberi 37 tugas psikologis serta 22 survei tes kepribadian.
Tugas psikologis yang diberikan sangat mendasar. Misalnya, peserta akan melihat layar penuh dengan titik bergerak dan harus menjawab dengan cepat apakah sebagian besar titik bergerak ke kiri atau ke kanan.
“Dari jawaban tersebut kamu mulai bisa menyimpulkan bagaimana mereka memproses informasi dari lingkungan,” kata Zmigrod.
Petugas kepolisian mengamankan Ulama Radikal, Aman Abdurrahman (tengah), Jakarta (15/02/2019). Foto: BAY ISMOYO / AFP
Setelah menyelesaikan tugas tersebut, para peserta diajak untuk menanggapi serangkaian survei tentang pandangan atau keyakinan politiknya. Dari sini, 334 peserta setuju untuk memberi tanggapan.
ADVERTISEMENT

Psikologi, Kepribadian, dan Ideologi

Zmigrod menemukan bahwa ekstremis dan dogmatis cenderung lambat dalam memproses informasi. Mereka juga tidak bisa berpikir secara luas atau fleksibel dalam memandang suatu hal. Orang dogmatis kemungkinan tidak sempurna dalam memproses informasi hingga bertindak secara impulsif atas informasi tersebut.
Sementara kaum radikal cenderung mencari sensasi namun lambat dalam mengerjakan tugas-tugas psikologis. Mereka juga menggunakan lebih sedikit strategi persepsi untuk memecahkan masalah.
“Mereka cenderung lebih buruk dalam menyelesaikan tugas psikologis yang rumit,” kata Zmigrod.
Para peneliti juga menemukan bahwa orang dengan ideologi nasionalis dan konservatif politik cenderung lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan perseptual. "Itu sangat menarik karena kehati-hatian hampir sama dengan konservatisme," kata Zmigrod.
Penelitian di masa depan akan mencoba mempelajari bagaimana ciri-ciri psikologis dikaitkan dengan genetika dan fungsi otak. "Kami mencoba untuk melihat bagaimana lingkungan mungkin berinteraksi dengan kerentanan pribadi untuk membuat seseorang menjadi ekstrim atau dogmatis," kata Zmigrod.
ADVERTISEMENT