Suhu Tubuh Manusia Turun dalam 200 Tahun Terakhir

13 Januari 2020 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mengukur suhu dengan termometer Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengukur suhu dengan termometer Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ide menetapkan standar normal suhu tubuh manusia pertama kali dicetuskan oleh seorang dokter Jerman bernama Carl Reinhold August Wunderlich pada 1851. Pada saat itu, Wunderlich memperoleh jutaan data suhu tubuh dari 25.000 pasien di Leipzig, Jerman, sebelum memperkirakan bahwa suhu tubuh manusia normal berkisar di angka 37 derajat celsius.
ADVERTISEMENT
Penemuan Wunderlich kemudian menjadi tonggak dunia kesehatan dan diterima oleh banyak orang sebagai indikator apakah seseorang sakit atau tidak.
Namun, penelitian terbaru dari Stanford University yang berjudul “Decreasing human body temperature in the United States since the industrial revolution” justru menunjukkan bahwa suhu tubuh manusia telah turun dalam beberapa abad terakhir.
Dengan memeriksa berbagai catatan kesehatan masyarakat AS, para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa jika dibandingkan dengan suhu tubuh manusia di abad ke-19, suhu tubuh rata-rata perempuan dan laki-laki di AS turun sebesar 0,32 dan 0,59 derajat celcius.
Ukur suhu basal tubuh untuk mengetahui tanda hamil Foto: Shutterstock
Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, tim peneliti melihat tiga dataset berbeda dari tiga periode sejarah. Data pada periode pertama adalah catatan dinas militer, catatan medis, dan catatan penghargaan dari veteran Union Army dari Perang Sipil Amerika yang dikompilasi dari tahun 1862 hingga 1930.
ADVERTISEMENT
Data periode kedua diambil dari Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Nutrisi Nasional AS (US National Health and Nutrition Examination Survey) yang dikumpulkan antara tahun 1971 dan 1975. Sedangkan data periode terakhir diambil dari para pasien yang datang ke Stanford Health Care dari tahun 2007 hingga 2017.
Berdasarkan dataset dari ketiga periode tersebut, tim penelitian mendapatkan 677.423 suhu tubuh manusia. Setelah dibandingkan satu sama lain, mereka menemukan bahwa suhu tubuh manusia semakin lama semakin dingin.
“Kami menemukan bahwa laki-laki yang lahir pada awal abad ke-19 memiliki suhu 0,59 derajat celcius lebih tinggi daripada pria saat ini, dengan penurunan monotonik -0,03 derajat celcius per dekade kelahiran. Suhu juga menurun pada wanita sebesar -0.32 derajat celcius sejak tahun 1890-an dengan tingkat penurunan yang sama (-0.029 derajat celcius per dekade kelahiran),” jelas tim penelitian yang dipimpin oleh Julie Parsonnet, selaku professor of medicine and of health research and policy Stanford University.
Ilustrasi termometer telinga Foto: Shutter Stock
“Meskipun orang mungkin berpendapat bahwa perbedaan ini mencerminkan bias pengukuran sistematis karena termometer bervariasi dan metode yang digunakan untuk mendapatkan suhu, kami percaya penjelasan ini tidak mungkin,” sambung mereka.
ADVERTISEMENT
Menurut tim peneliti, alasan yang paling mungkin terkait dengan menurunnya suhu tubuh manusia adalah berkurangnya laju metabolisme karena faktor lingkungan. Perkembangan kesehatan masyarakat selama 200 tahun telah mengurangi timbulnya peradangan dan meningkatkan metabolisme.
Selain itu, orang-orang hidup lebih nyaman di lingkungan yang lebih stabil ketimbang 200 tahun lalu, yang berarti bahwa tubuh manusia tak perlu bekerja keras untuk tetap hangat, sehingga suhu tubuh manusia rata-rata turun.
Meningkatkan metabolisme Foto: Thinkstock
“Meskipun ada banyak faktor yang mempengaruhi laju metabolisme, perubahan dalam tingkat peradangan populasi tampaknya merupakan penjelasan yang paling masuk akal untuk penurunan suhu yang diamati dari waktu ke waktu,” kata penelitian tersebut.
“Perkembangan ekonomi, peningkatan standar hidup dan sanitasi, penurunan infeksi kronis akibat cedera perang, peningkatan kebersihan gigi, berkurangnya infeksi tuberkulosis dan malaria, dan awal era antibiotik, bersama-sama cenderung mengalami penurunan peradangan kronis sejak abad ke-19.”
ADVERTISEMENT
Penelitian ini telah dipublikasi di jurnal eLife pada 7 Januari 2020.