Vaginismus, Penyebab Vagina Menutup dan Nyeri Saat Hubungan Seks

27 November 2019 19:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vagina. Foto: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vagina. Foto: shutterstock
ADVERTISEMENT
Vaginismus! Gangguan seksual yang satu ini hanya menyerang wanita. Vaginismus terjadi ketika otot di sekitar vagina mengalami kontraksi berlebihan, mengakibatkan nyeri saat berhubungan seks, dan kesulitan saat berhubungan intim.
ADVERTISEMENT
Ketegangan otot ini akan menyulitkan penetrasi, bahkan dalam beberapa kasus, penis sama sekali tak bisa masuk ke dalam vagina. Dalam kondisi ini, otot di sekitar kemaluan menegang dan membuat vagina seakan tertutup.
Vaginismus dapat berlangsung selamanya maupun sementara, dan bisa dialami oleh perempuan di usia berapa saja. Kondisi macam ini dapat menghambat hubungan intim. Menyebabkan rasa sakit bagi perempuan, kesulitan bagi laki-laki, dan bisa berujung pada rasa tidak puas saat aktivitas seksual.
“Vaginismus dikategorikan sebagai kontraksi otot yang tidak disadari dan tidak dapat dikendalikan,” ujar dr Ni Komang Yeni, Sp.OG, yang berpraktik di Bamed Women’s Clinic. “Sebagian besar wanita dengan vaginismus selalu dianggap rendah, dianggap bukan perempuan yang sempurna, seakan mengalami cacat.”
dr Ni Komang Yeni, Sp.OG (tengah), saat mengisi seminar vaginismus. Foto: kumparan/selli nisrina faradila
Penyebab vaginismus dibagi menjadi dua, penyebab organik atau fisik dan penyebab anorganik atau psikologis, yang secara rinci berikut:
ADVERTISEMENT
Penyebab Fisik:
Penyebab Psikologis:
ilustrasi vagina Foto: Shutterstock
Berbeda dengan masalah seksual lain yang kerap juga dipicu oleh gaya hidup, vaginismus sebagian besar disebabkan oleh kondisi emosional. Tak ada kaitan vaginismus dengan pola makan atau kurangnya olahraga.
Kesalahan lain sering yang terjadi, ketika vaginismus dibiarkan tanpa penanganan medis. Kondisi ini dinilai sebagai "cacat" yang tak bisa diobati, sehingga dokter kerap menemukan pasien yang bercerai karena sang istri dianggap secara lahiriah tak mampu merespons rangsangan seksual dari suaminya. “Ini perceraian yang sia-sia,” ujar dr Ni Komang Yeni.
ADVERTISEMENT
Padahal, banyak kasus vaginismus berhasil sembuh usai menjalani pengobatan dan terapi. Adapun prosedur penyembuhan membutuhkan kolaborasi antara psikiater dan ginekolog. Yang perlu dicatat, butuh kemauan dari perempuan untuk tak malu dalam mengkomunikasikan kondisinya, baik kepada pasangan maupun kepada dokter.