Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 Β© PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Viral Fenomena Solstis Tak Boleh Keluar Malam 21 Desember, Ini Faktanya
15 Desember 2022 17:29 WIB
Β·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Sebuah video pendek di TikTok ramai menjadi perbincangan netizen. Postingan viral itu mengaitkannya dengan fenomena solstis (solstice) yang akan terjadi pada pada 21 Desember 2022 mendatang, atau jika diterjemahkan waktu Indonesia menjadi Kamis (22/12) pukul 04.47 WIB.
ADVERTISEMENT
Solstis merupakan fenomena alam ketika posisi Matahari relatif terhadap lintang Bumi. Fenomena ini terjadi dua kali setiap tahunnya (21 Juni dan 21 Desember), ketika Matahari di titik paling utara dan paling selatan.
Soal video viral di TikTok, postingan tersebut menampilkan kalimat yang menyebutkan, "Tidak boleh keluar malam tanggal 21 Desember 2022". Video ditutup dengan sebuah tangkapan gambar berita yang tidak jelas berasal dari media mana.
Lalu, bagaimana tanggapan astronom terkait video tersebut? Andi Pangerang, peneliti dari Pusat Sains dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan bahwa solstis adalah fenoma biasa.
"Fenomena solstice adalah fenoma astronomi biasa, masyarakat diimbau tidak perlu takut," katanya kepada kumparanSAINS, Kamis (15/12).
ADVERTISEMENT
Andi menyebut solstis sama sekali tidak berbahaya bagi Bumi maupun manusia sebagai penghuninya. Ia mengingatkan masyarakat untuk tidak mengaitkan solstis dengan fenomena alam lainnya, seperti gempa, gunung berapi, tsunami, dan cuaca lokal.
Apa itu Fenomena Solstis?
Secara umu, kata Andi, solstis adalah kondisi di mana salah satu belahan Bumi dan kutub Bumi mendekati atau condong ke Matahari, sementara belahan Bumi atau kutub Bumi lainnya menjauhi Matahari. Solstis sendiri ada dua jenis.
Pertama, solstis Juni atau solstis utara. Ketika Matahari di utara, yang terjadi sekitar 21 Juni setiap tahunnya, terjadi puncak musim panas di belahan Bumi utara, dan musim dingin di belahan Bumi selatan. Jika dilihat dari luar angkasa, bagian Bumi Utara lebih condong ke Matahari.
ADVERTISEMENT
"Dampaknya pertama, matahari akan berkulminasi di titik utara, atau mencapai titik tertinggi paling utara," lanjut Andi.
Jika diamati dari wilayah katulistiwa, Matahari ketika solstis Juni akan terbit dan terbenam condong ke arah utara. Panjang siang di belahan Bumi Utara juga akan lebih panjang ketika solstis Juni ini.
Bahkan, di Kutub Utara yang paling mendekati matahari akan mengalami siang abadi. Di sana Matahari tidak terbenam hingga 10 minggu berturut-turut.
Di saat yang sama, belahan Bumi selatan akan mengalami malam yang lebih panjang. Kutub Selatan akan mengalami malam abadi, ketika Matahari tidak pernah terbit selama beberapa minggu.
Kedua adalah solstis selatan yang terjadi sekitar 21 Desember setiap tahunnya, dengan musim dingin di belahan Bumi selatan dan musim panas di Bumi utara. Efeknya sama dengan solstis Juni, tapi kebalikannya.
ADVERTISEMENT
Kenapa pola seperti ini bisa terjadi?
Bumi mengelilingi Matahari di bidang ekliptika dengan kemiringan sumbu poros 23.5 derajat. Akibat kemiringan tersebut, sisi Bumi bergantian menjadi bagian yang paling dekat dengan Matahari.
Secara garis semu, Matahari bergerak naik turun dari 23.5 derajat lintang utara hingga 23.5 derajat lintang selatan, dan sebaliknya sepanjang tahun. Kemiringan bertanggung jawab atas perubahan musim setiap tahunnya di Bumi.
Ada momen transisi antar-solstis yang disebut sebagai ekuinoks. Di ekuinoks yang terjadi pada Maret dan September, gerak semu Matahari tepat di khatulistiwa dan tidak ada bagian Bumi yang condong ke Matahari. Durasi hari sama baik di Bumi utara maupun selatan.