Waspada! Pakaian Thrifting Bisa Jadi Sumber Penyakit Menular

15 November 2024 9:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kegiatan belanja baju bekas atau thrifting di Pasar Senen Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (7/7/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kegiatan belanja baju bekas atau thrifting di Pasar Senen Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (7/7/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
Pamor pakaian thrifting (bekas) dan vintage terus melesat dalam beberapa tahun terakhir di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Ini karena barang yang dijual masih layak pakai, harganya lebih murah, dan beberapa di antaranya merupakan produk branded.
ADVERTISEMENT
Namun, ada baiknya kamu berhati-hati sebelum memakai baju atau celana bekas yang dibeli. Sebab, pakaian dapat menyimpan banyak penyakit menular. Kenapa begitu? Begini penjelasannya.
Kulit secara alami dilapisi oleh jutaan bakteri, jamur, dan virus, yang dikenal sebagai mikrobioma kulit. Artinya, pakaian yang kita kenakan bersentuhan langsung dengan mikroba tersebut.
Banyak mikroba yang menjadikan kulit sebagai rumah mereka, seperti bakteri Staphylococcus (penyebab infeksi staph), Streptococcus (bakteri di balik strep A), hingga jamur Candida (spesies ragi yang paling sering menyebabkan sariawan), dan virus Human papillomavirus (penyebab HPV).
Mikroba kulit setiap orang memiliki karakteristik berbeda. Mikroba yang normal dan tidak berbahaya bagi seseorang bisa jadi penyebab penyakit bagi orang lain.

Risiko infeksi dari pakaian bekas

Pakaian dapat membawa berbagai patogen penyebab penyakit. Kuman dan mikrobioma kulit dari pemilik pakaian sebelumnya masih dapat ditemukan jika tidak dibersihkan sebelum dijual. Ini juga berlaku bagi infeksi atau patogen yang mungkin diderita si pemilik pakaian saat terakhir kali mengenakannya.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan dalam The Conversation, studi telah menemukan bahwa pakaian dapat menjadi tempat berkembang biak patogen menular, termasuk kuman Staphylococcus aureus (penyebab infeksi kulit dan darah), bakteri Salmonella, E. Coli, norovirus, dan rotavirus (yang bisa menyebabkan demam, muntah, dan diare), serta jamur yang dapat menyebabkan kutu air dan kurap.
Petugas Bea Cukai memeriksa tumpukkan pakaian bekas hasil razia dengan nilai yang diperkirakan sejumlah 80 Miliar di Tempat Penampungan Barang Sitaan Bea Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (28/3/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Survei khusus pakaian bekas yang dijual di sebuah pasar di Pakistan mendeteksi keberadaan Bacillus subtilus dan Staphylococcus aureus di banyak sampel yang diambil. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi kulit dan darah. Parasit yang dapat menyebabkan infeksi kulit seperti dermatitis dan kudis juga ditemukan pada pakaian bekas.
Mikroba kulit dapat hidup pada asam amino dalam keringat, juga minyak sebasea yang dilepaskan dari folikel rambut dan protein sel kulit, di mana semuanya dapat menempel pada pakaian saat kita mengenakannya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, studi juga menemukan banyak kuman patogen seperti E. coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes yang dapat bertahan hidup pada pakaian selama berbulan-bulan jika disimpan pada suhu ruangan tertentu. Kuman pada pakaian katun atau serat campuran bisa tetap hidup hingga 90 hari.
Namun, pada kain poliester, kuman dapat bertahan hingga 200 hari. Sebagian besar spesies bakteri bisa hidup lebih lama di kain saat kelembapan udara tinggi. Ini menunjukkan bahwa untuk meminimalisir pertumbuhan kuman, pakaian harus disimpan di lingkungan kering.
Meski sulit untuk menentukan seberapa besar risiko seseorang tertular penyakit dari pakaian bekas–karena belum ada penelitian yang dilakukan hingga saat ini–, orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah mungkin punya risiko yang lebih tinggi. Jika kamu memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, ada baiknya berhati-hati sebelum mengenakan pakaian bekas.
Sejumlah calon pembeli memilih pakaian bekas yang dijual di Pasar Senen, Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Cara mencuci pakaian bekas yang baik dan benar

Sebagian besar mikroba membutuhkan air untuk tumbuh dan berkembang biak. Area kulit yang cenderung lembap–seperti ketiak, kaki, dan area genital– biasanya memiliki jumlah mikroba terbanyak dengan spesies paling beragam.
ADVERTISEMENT
Kain yang bersentuhan dengan area kulit yang lembap ini menjadi paling yang terkontaminasi. Selain cairan tubuh, pakaian juga dapat terkontaminasi dengan sisa makanan. Ini juga bisa menjadi sumber pertumbuhan bakteri dan jamur.
Itulah sebabnya, mencuci pakaian bekas sangat penting untuk mencegah pertumbuhan kuman dan mengurangi risiko infeksi. Satu penelitian tentang pakaian bekas yang terkontaminasi parasit kudis menemukan bahwa mencuci pakaian dapat menghilangkan semua parasit yang ada.
Kamu disarankan untuk mencuci pakaian bekas yang baru dibeli dengan deterjen bersuhu sekitar 60 derajat Celsius. Cara ini tidak hanya akan membersihkan kotoran di pakaian, tapi juga menghilangkan kuman dan membunuh patogen.
Air dingin nggak bakalan ampuh membasmi patogen dalam pakaian. Kalau tidak memungkinkan mencuci pakaian dengan air panas, gunakan disinfektan untuk membunuh kuman yang ada.
ADVERTISEMENT
Kamu juga disarankan untuk mencuci pakaian bekas secara terpisah dari baju atau celana yang biasa dipakai untuk mengurangi kontaminasi silang. Merendam pakaian bekas dalam ember terpisah berisi air panas dengan deterjen antibakteri selama dua hingga tiga jam dapat menghilangkan seluruh patogen. Setelah itu, lanjutkan mencuci pakaian menggunakan mesin.
Untuk memastikan seluruh patogen hilang dari pakaian, setrika uap bisa jadi pilihan. Sekali lagi, meski banyak penjual thrifting mengatakan bahwa mereka telah mencuci pakaian sebelum dijual, tidak ada salahnya untuk mencucinya lagi sebelum kamu memakainya.