WHO Investigasi Asal-usul Virus Corona, Benarkah dari Asia Tenggara?

11 Februari 2021 16:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kelelawar. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kelelawar. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Virus corona SARS-CoV-2 telah menginfeksi ratusan juta manusia, setelah setahun lebih meneror dunia. Awal keberadaannya kembali dipertanyakan dan ditelusuri, termasuk asal usul virus yang sampai saat ini masih menjadi misteri.
ADVERTISEMENT
Laporan awal investigasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang disampaikan Selasa, 9 Februari 2021, misalnya, mendukung teori yang dipromosikan pemerintah China bahwa virus corona bukan berasal dari pasar basah Huanan di Wuhan.
Dalam sebulan terakhir, WHO memang tengah mencari asal usul virus corona SARS-CoV-2 di beberapa lokasi kunci di Wuhan. Tim gabungan investigasi tersebut terdiri dari 17 pakar China dan 17 pakar internasional dari 10 negara berbeda.
Sejak awal kasus COVID-19 menyita perhatian dunia, pasar makanan laut Huanan di Wuhan mendapat sorotan karena diprediksi menjadi pusat penularan yang pertama. Namun, menurut anggota tim studi gabungan WHO-China Liang Wannian, pasar Huanan bukan jadi ground-zero awal penularan kasus corona.
Liang menyebut, kasus virus corona pertama yang dilaporkan pada 8 Desember 2019 tidak ada kaitannya dengan pasar basah Huanan.
ADVERTISEMENT
“Studi dari berbagai negara ini menunjukkan peredaran SARS-CoV-2 mendahului deteksi awal kasus dalam beberapa minggu,” kata Liang, berbicara melalui seorang penerjemah saat konferensi pers, Selasa, 9 Februari 2021.
“Beberapa sampel yang diduga positif terdeteksi lebih awal dari kasus pertama yang dilaporkan. Ini menunjukkan kemungkinan sirkulasi yang dilaporkan terlewat di wilayah lain.”
Di kesempatan yang sama, WHO menegaskan bahwa virus corona bukan berasal dari kebocoran laboratorium Wuhan, sebagaimana yang dituding pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump.
“Temuan menunjukkan bahwa hipotesis insiden laboratorium sangat tidak mungkin untuk menjelaskan pengenalan virus ke dalam populasi manusia, dan oleh karena itu bukanlah hipotesis yang menyiratkan untuk menyarankan penelitian masa depan dalam pekerjaan kami, untuk mendukung pekerjaan kami di masa depan, ke dalam pemahaman tentang asal-usulnya. virus,” kata Peter Ben Embarek, kepala misi investigasi WHO-China.
ADVERTISEMENT
Embarek menambahkan, asal-usul COVID-19 memiliki reservoir alami pada kelelawar. Namun, ia menjelaskan bahwa ini tidak mungkin terjadi di Wuhan.
Embarek menyebut, virus corona bisa saja datang ke Wuhan melalui rantai makanan, karena produk makanan beku dapat menjadi tempat penularan. Embarek menambahkan bahwa produk hewan beku, terutama makanan laut yang dijual di Pasar Huanan, bersama dengan produk yang dibuat dari hewan liar dan ternak, beberapa di antaranya berasal dari bagian lain China atau diimpor.
Petugas keamanan berjaga di sekitar Pasar Makanan Laut Huanan lokasi terdeksi Virus Corona di Wuhan, Hubei, China. Foto: AFP/HECTOR RETAMAL
“Jadi, ada potensi untuk terus mengikuti petunjuk ini dan melihat lebih jauh pada rantai pasok dan hewan yang dipasok ke pasar dalam bentuk beku dan olahan lainnya dan bentuk setengah jadi, atau bentuk mentah,” ujarnya.
Dia mengatakan, identifikasi terhadap jalur transmisi virus corona di hewan masih merupakan "pekerjaan yang sedang berlangsung". Sejauh ini, para peneliti yakin kalau "kemungkinan besar" virus tersebut berpindah ke manusia dari spesies perantara.
ADVERTISEMENT
“Penemuan awal kami menunjukkan bahwa introduksi melalui spesies inang perantara adalah jalur yang paling mungkin dan akan membutuhkan lebih banyak studi dan penelitian yang ditargetkan secara lebih spesifik,” katanya.
Menurut laporan BBC, kini WHO tengah menyelidiki pasokan impor makanan beku dari Asia Tenggara.

Sejumlah riset temukan virus mirip SARS-CoV-2 menyebar di Asia Tenggara

Asia Tenggara sendiri dalam beberapa pekan terakhir menjadi sorotan para peneliti yang mencari asal usul virus corona. Setidaknya, ada dua riset terbaru yang menemukan adanya virus mirip SARS-CoV-2 yang menyebar di Asia Tenggara.
Riset pertama, yang di-posting di situs web pra-publikasi BioRxiv pada 26 Januari 2021, menemukan dua varian virus mirip virus corona SARS-CoV-2 di Kamboja. Kedua virus tersebut berasal dari sub-genus Sarbecoviruses, keluarga virus corona yang di dalamnya termasuk SARS-CoV penyebab SARS dan SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
ADVERTISEMENT
Dalam riset, peneliti memberi nama kedua virus yang baru mereka temukan dengan nama RshSTT182 dan RshSTT200. Keduanya punya kemiripan genome hingga 92,6 persen dengan SARS-CoV-2.
Menariknya, sampel yang dipakai peneliti untuk menemukan virus tersebut berasal dari satu dekade silam. Dalam laporannya, para peneliti mengatakan kalau sampel penelitian mereka berasal dari dua kelelawar tapal kuda Shamel (Rhinolophus shameli) yang diberikan pemerintah Kamboja pada 2010 lalu.
Selama rentang 10 tahun tersebut, sampel ditaruh di mesin pendingin bersuhu -80 derajat celsius dan baru diteliti pada 2020.
Berdasarkan penemuan mereka, para peneliti pun menyebut bahwa Asia Tenggara perlu dipertimbangkan sebagai wilayah asal usul virus corona.
Persebaran spesies kelelawar di Asia Tenggara. R. shameli (oranye), R Malaynus (hijau), R. Affinis (biru). Foto: Dok. IUCN Red List via BioRxiv
“Penemuan virus ini pada spesies kelelawar yang tidak ditemukan di China menunjukkan bahwa virus terkait SARS-CoV-2 memiliki distribusi geografis yang jauh lebih luas daripada yang dipahami sebelumnya, dan menunjukkan bahwa Asia Tenggara merupakan area utama yang perlu dipertimbangkan dalam pencarian yang sedang berlangsung untuk asal usulnya. SARS-CoV-2, dan dalam pengawasan masa depan untuk virus korona,” kata para peneliti dalam riset mereka, yang belum melalui tahap peer-review.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan terpisah, Alexandre Hassanin, peneliti dari Muséum National d’Histoire Naturelle (MNHN) di Prancis sekaligus anggota penelitian tersebut, mengatakan bahwa virus mirip corona SARS-CoV-2 kemungkinan besar sudah beredar di Asia Tenggara dalam beberapa dekade terakhir.
Asia Tenggara sendiri merupakan rumah bagi 25 persen spesies kelelawar yang diketahui di dunia.
Dalam tulisannya di The Conversation, Hassanin berargumen bahwa temuan tim penelitiannya penting karena ini adalah bukti pertama keberadaan virus mirip SARS-CoV-2 yang identik hingga mendekati 93 persen.
Sebelumnya, virus sejenis yang hampir identik dengan SARS-CoV-2 sempat ditemukan di dua kelelawar di Yunnan, China, pada 2013 dan 2019. Pada 2013, peneliti menemukan virus yang diberi nama RaTG13 dari kelelawar tapal kuda ladam menengah (Rhinolophus affinis) dengan kemiripan genome hingga 92 persen.
ADVERTISEMENT
Dalam foto di atas, tampak persebaran R. Affinis juga terdapat di beberapa wilayah Indonesia. Namun sampai saat ini belum ada bukti keberadaan maupun asal usul virus corona tersebut terdapat pada kelelawar jenis itu di wilayah Indonesia.
Pada 2019, virus bernama RmYN02 yang punya kemiripan genome hingga 93,3 persen dengan SARS-CoV-2 ditemukan di kelelawar Rhinolophus malayanus, juga dari Yunnan.
“Virus baru dari Kamboja terdeteksi pada spesies kelelawar endemik Asia Tenggara yang tidak melampaui Yunnan, tempat dua virus serupa SARS-CoV-2 kelelawar sebelumnya ditemukan,” kata Hassanin.
“Implikasi langsungnya adalah bahwa virus yang mirip dengan SARS-CoV-2 telah beredar selama beberapa dekade, seperti yang diungkapkan oleh penanggalan molekuler, di seluruh Asia Tenggara dan Yunnan, dan bahwa spesies kelelawar yang berbeda dapat bertukar virus ini di gua-gua tempat mereka tinggal.”
Analisis filogenetik SARS-CoV-2 dan representasi subgenus sarbecoviruses. Foto (b) menunjukkan peta wilayah China dan Asia Tenggara. Titik hitam menunjukkan lokasi pengambilan sampel saat pertama ditemukan dari inangnya, titik merah merupakan lokasi di Wuhan, tempat di mana kasus infeksi pertama SARS-CoV-2 dilaporkan. Foto. BioRxiv
Hassanin menambahkan, dugaan virus corona berasal dari Asia Tenggara juga diperkuat dengan bagaimana kelelawar berinteraksi dengan trenggiling, hewan yang selama ini diduga kuat menjadi inang perantara SARS-CoV-2 antara kelelawar dan manusia.
ADVERTISEMENT
Dugaan ini bermula dari data genome Sarbecoviruses dari dua trenggiling Malaya (Manis javanica) yang disita petugas bea cukai China di provinsi Guangdong dan Guangxi pada 2019 lalu. Berdasarkan laporan para peneliti di jurnal Nature pada 26 Maret 2020, kedua sampel trenggiling tersebut memiliki virus yang punya kemiripan genome dengan SARS-CoV-2 hingga 85,5 dan 92,4 persen.
Melalui data ini, Hassanin menduga bahwa virus corona SARS-CoV-2 yang muncul di China berasal dari hubungan trenggiling Malaya dan kelelawar tapal kuda di Asia Tenggara, di mana trenggiling itu kemudian dijual ke China.
“Pertanyaannya tetap tentang bagaimana trenggiling awalnya terinfeksi. Mungkinkah ada di lingkungan alami Asia Tenggara sebelum ditangkap? Penemuan virus baru yang dekat dengan SARS-CoV-2 pada kelelawar di Kamboja mendukung hipotesis ini, karena kelelawar Rhinolophus dan trenggiling dapat bertemu, setidaknya sesekali, di gua-gua di Asia Tenggara. Ini memperkuat hipotesis bahwa perdagangan trenggiling bertanggung jawab atas banyak ekspor virus mirip SARS-CoV-2 ke China,” kata Hassanin.
ADVERTISEMENT
Penelitian dari tim Hassanin kemudian didukung oleh riset lain yang dipublikasi di jurnal Nature Communications pada 9 Februari 2021. Dalam laporan tersebut, para peneliti menemukan banyak virus mirip SARS-CoV-2 bernama RacCS203 yang “secara aktif bersirkulasi di Asia Tenggara”.
Varian virus corona ini pertama kali ditemukan dari 13 kelelawar tapal kuda tajam (Rhinolophus acuminatus) di Suaka Margasatwa Provinsi Chachoengsao pada 2020. Ia punya kemiripan genome hingga 91,5 persen dengan SARS-CoV-2.
Para peneliti mengatakan, meski lokasi pengambilan sampel terbatas hanya di Thailand, mereka yakin bahwa virus corona yang mirip SARS-CoV-2 ini tersebar secara luas di banyak negara Asia. Klaim ini didukung oleh bukti bahwa varian virus corona tersebut telah ditemukan di tempat lain sejauh 4.800 km, yang terdiri dari Jepang dan China.
ADVERTISEMENT
“Meskipun lokasi pengambilan sampel (hanya Thailand) dan ukuran pengambilan sampel terbatas, kami yakin bahwa CoV dengan tingkat keterkaitan genetik yang tinggi dengan SARS-CoV-2 banyak terdapat pada kelelawar di banyak negara dan wilayah di Asia,” kata para peneliti dalam laporan mereka.
Virus corona SARS-CoV-2 dalam bentuk 3D. Foto: Nanographics
Peneliti juga menjelaskan, varian RacCS203 yang mirip-mirip virus corona SARS-CoV-2 juga terkait erat dengan virus corona RmYN02 yang ditemukan pada kelelawar di Yunnan, Cina, pada 2019.
Selain itu, para peneliti mengamati antibodi pada kelelawar dan trenggiling Malaya yang diperdagangkan di Thailand selatan. Mereka mengatakan antibodi itu mampu menetralkan virus corona yang jadi pandemi, yang merupakan bukti lebih lanjut bahwa virus corona terkait SARS-CoV-2 beredar di Asia Tenggara.
“Meskipun asal mula virus tetap tidak terpecahkan, penelitian kami memperluas distribusi geografis SC2r-CoV (virus corona terkait SARS-CoV-2) yang beragam secara genetik dari Jepang dan China ke Thailand dalam jarak 4.800 km. Pengawasan lintas batas sangat dibutuhkan untuk menemukan virus progenitor langsung SARS-CoV-2,” kata peneliti untuk menyimpulkan riset mereka.
ADVERTISEMENT
Dari temuan ini, para peneliti menyarankan agar investigasi asal mula virus corona difokuskan ke Asia Tenggara.
Senada dengan Wang, Martin Hibberd, seorang profesor penyakit infeksi baru di London School of Hygiene & Tropical Medicine, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan temuan itu menekankan penyebaran luas kelelawar dan virus yang mungkin termasuk pencetus wabah saat ini.
"Pekerjaan lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana SARS-CoV-2 ditularkan dari hewan ke manusia, dengan penyelidik WHO baru-baru ini di Wuhan menunjukkan bahwa hingga saat ini, belum ada bukti konklusif tentang bagaimana ini terjadi," katanya kepada BBC.