Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
WHO Rekomendasikan Terapi Pil Paxlovid Pasien COVID-19 Gejala Sedang
24 April 2022 12:25 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
World Health Organization (WHO ) mulai merekomendasikan penggunaan pil telan Paxlovid dari Pfizer untuk pasien COVID-19 bergejala ringan hingga sedang.
ADVERTISEMENT
Paxlovid Pfizer dinilai berhasil memberikan efek positif untuk terapi pada pasien COVID-19 berisiko tinggi dirawat inap. Berdasarkan data terbaru dengan melibatkan 3.078 pasien, terapi pemberian Paxlovid mampu menekan risiko rawat inap hingga 85 persen.
Menurut catatan WHO, data tersebut menggambarkan jika terapi Paxlovid mengurangi rawat inap menjadi 84 kasus per 1.000 kasus pasien. Pasien yang berpotensi besar dirawat inap tersebut seperti kelompok yang belum divaksinasi, lansia hingga pasien dengan kondisi kekebalan tubuh kurang baik (immunosupresan).
Pada November tahun lalu, Pfizer mengeklaim Paxlovid mampu menekan kasus rawat inap dan kematian akibat COVID-19 hingga 89 persen. Pfizer menyampaikan klaim tersebut bersama dengan data studi uji coba yang melibatkan 1.219 orang dewasa berisiko tinggi dirawat. Objek penelitian itu meliputi pasien yang belum divaksinasi dan komorbid seperti obesitas, diabetes dan penyakit jantung.
ADVERTISEMENT
Paxlovid hadir sebagai paket pengobatan per kemasan. Pengobatan ini dimulai 5 hari sejak pasien pertama kali merasakan gejala COVID-19. Paxlovid dapat diminum dalam 2 rangkaian dosis.
GoodRx Health mencatat, untuk setiap dosis, kamu akan meminum tiga pil: dua tablet nirmatrelvir 150 mg dan satu tablet ritonavir 100 mg. Kamu harus meminum ketiga pil ini setiap 12 jam sekali selama 5 hari.
WHO ingin Paxlovid jadi obat generik
WHO sangat mengharapkan adanya transparansi baik dari Pfizer maupun badan paten untuk memperluas cakupan akses lisensi produk Paxlovid sebagai obat generik. Dengan demikian akan banyak produsen farmasi yang mampu memproduksi jenis obat yang sama dengan cepat dan harganya terjangkau.
Sayangnya, akses terapi Paxlovid masih terkendala oleh lisensi atas produk dari produsen Pfizer. WHO menjelaskan, terdapat kemungkinan permasalahan serius bagi negara berpenghasilan rendah hingga menengah untuk dapat mengakses jenis obat ini.
ADVERTISEMENT
Data dari The Foundation for Innovative New Diagnostic (FIND) menyatakan bahwa, masih sedikit negara berpenghasilan rendah hingga sedang yang melakukan diagnosis, untuk menentukan status risiko pasien. Kedua kelompok negara tersebut hanya mampu melakukan testing harian 1/8 lebih rendah ketimbang negara berpenghasilan tinggi.
Permasalahan lain dalam penggunaan terapi pil telan Paxlovid adalah kurangnya transparansi informasi ketersediaan dari Pfizer sebagai produsen utama obat ini. Adanya perjanjian antara Pfizer dengan The Medicine Patent Pool sebagai badan paten, membatasi produksi Paxlovid sebagai obat generik.
Belum lagi, harga Paxlovid ini bisa dibilang cukup mahal. Per Desember 2021 saja, harga asli yang dilaporkan untuk satu paket Paxlovid adalah sekitar 530 dolar AS atau sekitar Rp 7,5 juta. Harga tersebut merupakan harga yang berlaku di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT