news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

WHO Umumkan Nama Baru Penyakit Cacar Monyet, Apa Itu?

29 November 2022 11:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cacar monyet. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cacar monyet. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mengumumkan nama baru untuk penyakit monkeypox atau cacar monyet dalam upaya mengatasi rasisme dan stigmatisasi. Mereka menetapkan sebutan ‘mpox’ sebagai pengganti penyakit monkeypox.
ADVERTISEMENT
“WHO akan mulai menggunakan istilah baru ‘mpox’ sebagai sinonim untuk cacar monyet,” kata WHO dalam pernyataan di situs web resminya, Senin (28/11) waktu setempat.
Sementara untuk monkeypox, WHO akan menghapusnya dalam daftar nama penyakit. Penggantian nama tersebut dilakukan menyusul adanya surat terbuka yang dilayangkan sejumlah ilmuwan kepada WHO, mendesak untuk segera mengubah nama virus cacar monyet dengan alasan diskriminasi.
Mereka juga meminta mpox tidak selalu disandingkan dengan orang-orang Afrika, termasuk penggunaan gambar orang Afrika sebagai ilustrasi penyakit mpox yang sering digunakan oleh media Eropa dan AS. Oleh karena itu, WHO mencoba merespons surat terbuka tersebut dengan mengganti nama penyakit monkeypox menjadi mpox.
Ilustrasi cacar monyet pada anak. Foto: pavodam/Shutterstock
Sebelumnya, nama penyakit sering dibuat berdasarkan nama hewan atau wilayah di mana penyakit itu pertama kali menyebar, seperti flu Spanyol, flu babi, flu burung, flu Singapura, dan lain sebagainya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, WHO telah memperbarui kebijakan penamaan penyakit tersebut dengan tidak melibatkan nama wilayah, tempat, atau hewan.
ADVERTISEMENT
Ini karena nama-nama terkadang tidak mencerminkan sifat penyakit dan bisa mendorong diskriminasi atau rasisme pada kelompok tertentu. Cacar monyet, misalnya, penyakit ini ditularkan oleh hewan seperti tikus, tupai, dan monyet ke manusia. Sama halnya dengan virus flu Spanyol yang kemungkinan sebenarnya tidak ada hubungannya dengan wilayah tersebut.
WHO berharap menamai penyakit dengan nama netral bisa mengurangi rasisme dan diskriminatif terhadap kelompok, orang, atau hewan tertentu.