Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Wisata Luar Angkasa Dikhawatirkan Bikin Rusak Lingkungan, Ini Alasannya
30 Juli 2021 8:33 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ketika miliarder Richard Branson dan Jeff Bezos terbang ke luar angkasa lewat kendaraan antariksa perusahaan mereka, sebagian besar dunia bertepuk tangan dengan kagumnya, terkecuali para ilmuwan. Mereka mengkhawatirkan kerusakan atmosfer bumi dan perubahan iklim, jika penerbangan menggunakan roket serta pariwisata luar angkasa meningkat.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus Virgin Galactic SpaceShipTwo, pesawat yang bawa Branson ke luar angkasa, ditenagai oleh mesin hibrida yang membakar karet dan meninggalkan awan jelaga -- butiran-butiran arang halus dan lunak yang terbentuk dari asap dan berwarna hitam. Mereka bertanggung jawab atas 20 persen pemanasan global di Bumi.
"Mesin hibrida dapat menggunakan berbagai jenis bahan bakar, tetapi mereka selalu menghasilkan banyak jelaga," kata Filippo Maggi, profesor teknik kedirgantaraan Politeknik Milano, Italia. "Mesin ini bekerja seperti lilin, dan proses pembakarannya menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk menghasilkan jelaga," tambahnya.
Menurut Dallas Kasaboski, analis utama di konsultan ruang angkasa Northern Sky Research Amerika Serikat (AS), satu penerbangan pariwisata ruang angkasa suborbital Virgin Galactic, yang berlangsung sekitar satu setengah jam, dapat menghasilkan polusi sebanyak penerbangan trans-Atlantik selama 10 jam.
ADVERTISEMENT
"Bahkan jika pasar pariwisata suborbital diluncurkan di sebagian kecil dari jumlah peluncuran dibandingkan dengan industri [pariwisata] lainnya, masing-masing penerbangan mereka memiliki kontribusi yang jauh lebih tinggi, dan itu bisa menjadi masalah," katanya pada Space. com.
Tentu roket Virgin Galactic bukan lah satu-satunya penyebab. Semua motor roket yang membakar bahan bakar hidrokarbon memang menghasilkan jelaga.
Dan mesin roket padat, seperti yang digunakan sebagai pendorong pesawat ulang-alik NASA , membakar senyawa logam dan memancarkan partikel aluminium oksida bersama dengan asam klorida -- yang keduanya memiliki efek merusak pada atmosfer.
Sedangkan di sisi lain, Mesin BE-3 yang menggerakkan kendaraan suborbital New Shepard Blue Origin milik Bezos, bekerja dengan menggabungkan hidrogen cair dan oksigen cair untuk menciptakan daya dorong.
ADVERTISEMENT
Tapi ahli menuturkan BE-3 bukanlah pencemar besar dibandingkan dengan mesin roket lainnya, terutama memancarkan air bersama dengan beberapa produk pembakaran kecil.
Belum diketahui seberapa parah atmosfer tercemar
Karen Rosenlof, ilmuwan senior di Laboratorium Ilmu Kimia di Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) menyampaikan masalah terbesar terletak pada roket yang mencemari lapisan atmosfer yang lebih tinggi (stratosfer), yang dimulai pada ketinggian sekitar 10 kilometer dan mesosfer yang naik dari 50 km.
"Anda memancarkan polutan di tempat-tempat di mana Anda biasanya tidak memancarkannya," kata Rosenlof.
Masalahnya, menurut Ross, komunitas ilmiah tidak memiliki gagasan dan data yang cukup untuk mengetahui kapan peluncuran roket akan mulai memiliki efek terukur pada iklim. Pada saat yang sama, stratosfer sudah berubah karena jumlah peluncuran roket secara diam-diam bertambah.
Sejauh ini, satu-satunya pengukuran langsung dari efek peluncuran roket di atmosfer berasal dari pesawat ulang-alik. Pada 1990-an, ketika dunia bersatu untuk menyelamatkan lapisan ozon yang rusak, NASA, NOAA, dan Angkatan Udara AS menyusun kampanye menilik efek emisi di ozon stratosfer dari pendorong bahan bakar padat pesawat ulang-alik.
ADVERTISEMENT
"Pada 1990-an, ada kekhawatiran yang signifikan tentang klorin dari motor roket padat," kata Ross. "Klorin adalah orang jahat untuk ozon di stratosfer, dan ada beberapa model yang menunjukkan bahwa penipisan ozon dari motor roket padat akan sangat signifikan."
Para ilmuwan kemudian menggunakan pesawat NASA WB 57 untuk terbang melalui gumpalan yang dihasilkan oleh roket pesawat ulang-alik di Florida. Mencapai ketinggian hingga 60.000 kaki (19 km), mereka mampu mengukur reaksi kimia di stratosfer bawah.
“Kami mengukurnya beberapa kali dan kemudian menganalisis hasilnya. Pada saat itu, peluncuran pesawat ulang-alik tidak cukup untuk membuat perbedaan secara global, tetapi secara lokal dapat menipiskan lapisan ozon karena gumpalan yang menyebar ini [ditinggalkan oleh roket],” kata David Fahey, direktur Laboratorium Ilmu Kimia di NOAA, yang memimpin penelitian.
ADVERTISEMENT
Pesawat ulang-alik telah pensiun 10 tahun yang lalu, tetapi roket yang menghasilkan zat perusak ozon terus meluncurkan manusia dan satelit ke luar angkasa hari ini.
Kemungkinan kerusakan dapat terjadi karena banyaknya penggemar
Menurut Martin Ross, ilmuwan atmosfer di Perusahaan Antariksa, AS, sejauh ini, dampak peluncuran roket di atmosfer masih dapat diabaikan dengan jumlah bahan bakar yang saat ini dibakar oleh industri luar angkasa kurang dari 1% dari bahan bakar yang dibakar oleh penerbangan. Tapi ini semata karena belum banyaknya peluncuran yang dilakukan.
"Permintaan untuk pariwisata suborbital sangat tinggi," kata Kasaboski. "Perusahaan-perusahaan ini hampir memiliki pelanggan yang menunggu dalam antrian, dan oleh karena itu, mereka ingin meningkatkan jadwalnya. Pada akhirnya, mereka ingin terbang beberapa kali sehari, seperti halnya pesawat jarak pendek."
ADVERTISEMENT
Northern Sky Research sendiri memperkirakan bahwa jumlah penerbangan wisata luar angkasa akan meroket selama dekade berikutnya -- dari mungkin 10 per tahun dalam waktu dekat menjadi 360 per tahun pada 2030.
Perkiraan ini masih jauh di bawah tingkat pertumbuhan yang dibayangkan oleh perusahaan pariwisata luar angkasa seperti Virgin Galactic dan Blue Origin.