Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Jejak Rudy Hartono di All England: 8 Gelar Terbanyak dan Terhebat
26 Februari 2019 15:11 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
ADVERTISEMENT
Rudy Hartono dan All England adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pasalnya, Rudy sudah menorehkan tinta emas dalam rapor penampilannya di sektor tunggal putra pada turnamen bulu tangkis tertua di dunia itu.
ADVERTISEMENT
Adalah rekor delapan gelar, jumlah terbanyak yang pernah direngkuh pemain tunggal putra, yang membuat nama Rudy takkan terhapus dari lembar sejarah All England. Tujuh dari delapan gelar itu ia dapat dengan cara yang impresif: Memenanginya secara beruntun, mulai dari All England 1968 hingga 1974.
Langkah pertama Rudy di turnamen prestisius itu pun sudah meninggalkan jejak prestasi. Debut di edisi ke-58 pada 1968 itu, Rudy yang langsung melahirkan gelar sekaligus mencatatkan namanya sebagai juara All England termuda dalam usia 18 tahun 7 bulan.
Pada laga final, atlet asal Surabaya ini mengalahkan unggulan Malaysia, Tan Aik Huang, 15-12 dan 15-9. Lantas di tahun keduanya, pada 1969, Rudy menang mutlak atas sang kompatriot, Darmadi, 15-1 dan 15-3.
ADVERTISEMENT
Pada All England 1970, Rudy masih menguasai sektor bergengsi olahraga tepak bulu ini dengan mengalahkan Sven Andersen Pri (Denmark), 15-7 dan 15-1. Lalu, pada 1971, Rudy kembali mengalahkan sesama wakil 'Merah-Putih', kali ini Muljadi, 15-1 dan 15-5.
Cerita Rudy dan Pri tak berhenti pada 1970. Dua tahun setelahnya, mereka kembali bertemu di final. Lagi-lagi, Rudy --yang sudah menjelma jadi andalan Indonesia ini-- mampu mempertahankan gelar dengan kemenangan 15-9 dan15-4. Pada edisi 1973, giliran Christian Hadinata yang dikalahkannya.
Pada 1974, Rudy mendapat gelar ketujuh buah perjuangan selama tiga gim melawan Punch Gunalan (Malaysia), 8-15, 15-9, dan 15-10. Dilaporkan Arthur Jones di Badminton Gazette, final antara Rudy dan Gunalan menjadi momen bersejarah.
ADVERTISEMENT
"Akhirnya, Indonesia lawan Malaysia dan masing-masing wakil membawa harapan jutaan orang di negaranya. Ketika mereka berdua masuk lapangan, Wembley jadi hidup. Para suporter memberikan tepuk tangan meriah dan pertandingan itu akan selalu diingat selamanya," tulis Arthur dilansir laman All England.
Lalu pada All England 1975, rantai gelar Rudy Hartono terputus oleh Svend Pri, yang menang 15-11 dan 17-14. Namun, satu tahun berikutnya, Rudy mengembalikan namanya ke takhta sektor tunggal putra usai mengalahkan Liem Swie King, 15-7 dan 15-7, di final pada 27 Maret 1976.
Musim itu, Rudy memang mendapat gelar terakhirnya di All England . Namun, rapornya di sana masih bisa ditutup dengan penampilan di final pada 1978.
Totalnya, selama berlaga di Wembley Arena, London (venue All England pada musim 1957 hingga 1993), Rudy 60 kali bertanding, 10 kali menjejak final, dan sembilan final di antaranya beruntun pada 1968-1976.
ADVERTISEMENT
Hingga penyelenggaraan All England 2018, Rudy masih kukuh sebagai pemain tunggal putra paling produktif dengan tampil terbanyak di final dan terbanyak menyegel gelar.
Delapan gelarnya hingga saat ini belum mampu disamai siapa pun di sektor tunggal putra. Sementara, rekor penampilan terbanyak di final (10 kali) harus ia bagi bersama pemain kawakan China, Lin Dan.
Well, meski begitu, Rudy masih lebih berjaya karena dari 10 aksinya di final, sembilan di antaranya adalah penampilan back-to-back alias berturut-turut. Lin Dan? Hanya enam dari 10 penampilan di final yang dilakoni beruntun.
Namun, pemain bertangan kiri itu juga masuk dalam catatan emas sektor tunggal putra All England buah enam gelar sepanjang musim 2004 hingga 2016 yang membawanya ke peringkat tiga klasemen pemain dengan gelar terbanyak.
ADVERTISEMENT
Nama-nama lain yang masuk dalam sejarah di antaranya pemain legendaris asal Malaysia, Lee Chong Wei, buah empat gelar dan catatan tujuh kali tampil di final, Liem Swie King dengan tiga gelarnya dari tujuh laga di final, hingga Chen Long, yang memiliki dua gelar di turnamen tertua ini.
Para pemain Inggris sendiri lebih banyak mengisi rapor emas di tahun-tahun pertama All England berlangsung mulai 1899 hingga 1938. Salah satu tunggal putra lokal yang sukses adalah Ralph C.F. Nichols dengan perolehan lima gelar, di sektor yang baru dimainkan pada 1900 itu.
Bagi Indonesia sendiri, tak ada yang mampu menyamakan perolehan gelar Rudy Hartono. Pun setelah habis era Rudy, Liem Swie King, hingga Hariyanto Arbi, gelar sektor tunggal putra All England belum juga kembali ke Tanah Air. Jejak terakhir dan terbaik dari kekuatan tunggal putra Indonesia adalah penampilan Budi Santoso pada final pada 2002.
ADVERTISEMENT
Saat ini, peta persaingan dunia di sektor tersebut didominasi Shi Yuqi, juara All England 2018 asal China; Chen Long (China), peraih emas Olimpiade 2016; Kento Momota (Jepang), juara dunia 2018. Bagaimana dengan Indonesia? Dua ujung tombak sektor tunggal putra saat ini, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie, tengah berusaha menyeruak di antara mereka.