Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kontradiksi Zlatan Ibrahimovic bagi Manchester United
10 April 2017 2:17 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
"Saya ini seperti Benjamin Button -- lahir ketika tua dan akan mati ketika muda!"
ADVERTISEMENT
Bukan Zlatan Ibrahimovic namanya kalau tidak tahu caranya memberi tanggapan fenomenal atas, well, dirinya sendiri. Amat wajar bagi seseorang yang menganggap bahwa dunia berputar di sekelilingnya.
Meski kesan megalomaniak sulit dienyahkan, faktanya Ibra memang fenomenal. Gol pemain asal Swedia ke gawang Sunderland, Minggu (9/4) kemarin, merupakan gol ke-28-nya untuk Manchester United di semua ajang musim ini.
Jumlah itu sendiri jauh meninggalkan rekan-rekan setimnya. Sebagai catatan, pemain United terproduktif kedua adalah Juan Mata, dan koleksi gol pemain asal Spanyol itu "baru" 10.
Kedatangan Ibra memang banyak sekali membantu "Setan Merah" musim ini. Tanpa dirinya, entah apa yang bisa diperbuat United. Di liga saja, mantan penggawa Ajax ini mampu menyumbang 37% (17 dari total 46) keseluruhan gol tim asuhan Jose Mourinho ini.
ADVERTISEMENT
United memang beruntung bisa mendapatkan Ibra. Selain karena kontribusinya di dalam lapangan, pengaruhnya di luar lapangan pun sudah mendapat pengakuan. Tak heran jika dia pernah disebut sebagai Eric Cantona-nya rezim Mourinho.
(Baca Juga: Antara Ibra dan Cantona )
Selain soal itu, meski si pemain sudah berusia 35 tahun, ternyata dia justru sedang panas-panasnya. Walau tak bisa disebut sebagai late bloomer, ternyata Ibra memang menjadi lebih panas sejak usianya mulai menginjak kepala tiga.
Sejak memulai karier profesional bersama Malmoe sampai berusia 30 tahun, catatan gol Zlatan Ibrahimovic "hanya" 232 gol. Sejak itu, dia justru menggila. Hanya dalam lima tahun, catatan golnya mampu mencapai angka 250!
Kepada SkySports, Ibra menyebut bahwa semakin tua usianya, semakin cerdas pulalah dia. "Tentu saja Anda tidak bisa bergerak seperti 10 atau 15 tahun lalu, tetapi ketika Anda semakin tua, semakin berpengalaman, semakin cerdas, Anda tidak perlu membuang energi yang tak diperlukan," tukasnya.
ADVERTISEMENT
Di Manchester United, Ibra merupakan tumpuan serangan. Bukan hanya soal mencetak gol, tetapi juga dalam proses membangun serangan itu sendiri.
Nah, beberapa waktu yang lalu, Jose Mourinho pernah mengeluhkan bahwa tim United-nya saat ini tidak bisa bergerak secepat Real Madrid-nya dulu. Tidak ada pemain United, sebut Mou, yang hanya membutuhkan satu-dua sentuhan untuk bisa mengalirkan bola ke depan.
Ibra, terlepas dari semua kelebihannya, punya satu kekurangan dalam hal kecepatan. Tentu hal ini muncul seiring dengan pertambahan usianya juga.
Namun, kalau ternyata kontribusi Ibra masih sebesar ini, bagaimana mungkin Jose Mourinho bisa mengabaikannya begitu saja? Apalagi, rumor kepindahan Ibra ke Major League Soccer (MLS) pada akhir musim nanti makin kencang terdengar. United pun disebut-sebut bakal menggantikan suami Helena Seger ini dengan Romelu Lukaku.
ADVERTISEMENT
Adapun, Lukaku sendiri memiliki beberapa kemiripan dengan Ibra. Sama-sama tinggi besar, kedua orang ini sama-sama piawai memainkan peran sebagai target-man modern. Bedanya, Lukaku yang lebih muda tentunya juga lebih punya kecepatan, meski level kecerdasan permainannya masih jauh di bawah Ibra.
Seandainya Lukaku nanti memang benar-benar didatangkan oleh United, maka jalan keluar Ibra pun bakal semakin lebar. Akan tetapi, untuk menyingkirkan sosok seberpengaruh Ibra, Mourinho tentunya bakal harus berpikir seribu kali.
Pada akhirnya, Zlatan Ibrahimovic memang tidak sebesar Manchester United. Demi kemaslahatan klub, tentunya mengorbankan seorang pemain bukanlah dosa yang tak termaafkan, bukan?