Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Mengapa Guardiola Memilih Bravo Ketimbang Joe Hart?
19 Januari 2017 12:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Jamie Carragher dulunya merupakan pesepak bola hebat, dan sebagai seorang pundit, dia lebih hebat lagi. Bersama seteru abadinya, Gary Neville, dia menjadi sosok analis sepak bola yang dianggap mampu meningkatkan kualitas analisis pertandingan di televisi. Saluran SkySports, yang mempekerjakan dua orang ini lewat acara Monday Night Football, patut bersyukur.
ADVERTISEMENT
Dalam edisi termutakhir (16/1/2017), Jamie Carragher, tanpa tedeng aling-aling, menyatakan bahwa Pep Guardiola telah melakukan kesalahan transfer fatal ketika dia mendatangkan Claudio Bravo -- dan sekaligus menyingkirkan Joe Hart -- pada awal musim.
Carragher, dalam pernyataan pedas itu, tentu merujuk pada kekalahan telak yang diderita pasukan Pep Guardiola dari Everton hari Minggu (15/1/2017) lalu. Pada pertandingan tersebut, gawang Claudio Bravo bobol 4 kali. Padahal, Everton hanya mampu menciptakan 6 upaya tepat sasaran pada pertandingan itu. Hal tersebut membuat catatan buruk penjaga gawang asal Chile itu semakin kentara saja.
ADVERTISEMENT
Catatan buruk itu tentu saja menghapus segala ekspektasi yang merekah pada awal musim. Pasalnya, Bravo adalah kiper yang boleh dibilang merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Atau setidaknya begitu ketika dia berseragam Real Sociedad, Barcelona, dan Tim Nasional (Timnas) Chile.
Bersama tiga tim tersebut, Bravo berhasil mengoleksi sepuluh gelar, termasuk satu trofi Liga Champions dan dua trofi Copa America. Hal itulah yang kemudian membuat Guardiola kepincut. Lagipula, dengan Barcelona yang sudah memiliki Marc-Andre Ter Stegen sebagai pengganti, Bravo pun dapat dengan mudah didaratkan.
Akan tetapi, nasib Bravo di Manchester City ternyata jauh dari kata 'bravo' . Seiring dengan sulitnya Pep Guardiola menemukan racikan yang dulu membawanya jadi penguasa dunia, kualitas penampilan Bravo pun turut anjlok.
ADVERTISEMENT
Apa yang dikatakan Carragher tersebut sebetulnya hanya merupakan rangkuman dari rutukan orang-orang yang gemas dengan performa Bravo. Karena itu pula lah kemudian komparasi dengan Joe Hart jadi tak terelakkan.
Mengapa Bravo dan Bukan Hart?
Ya, mengapa Bravo dan bukan Hart? Nah, sebetulnya, Pep Guardiola punya dasar kuat untuk menendang Joe Hart dari tim. Performa kiper internasional Inggris tersebut pada musim lalu memang layak dipersoalkan. Coba simak tabel statistik di bawah ini.
Pada musim 2015/16 lalu, Claudio Bravo memang tampil cukup baik bersama Barcelona. Dari tabel di atas tampak bagaimana Bravo unggul dalam hal rasio kebobolan (0,6 gol per laga) dibanding Hart (1,02 gol). Selain itu, jumlah penyelamatan dan rasio jumlah penyelamatan per gol Bravo pun lebih baik dibanding milik Hart.
ADVERTISEMENT
Unggul dalam kemampuan sebagai penjaga gawang, Bravo pun punya nilai lebih. Dari statistik tersebut, dapat terlihat pula bahwa Bravo memiliki kemampuan sebagai sweeper-keeper yang tak dimiliki Hart.
Bermain di tim yang mengedepankan pentingnya mengontrol laga lewat penguasaan bola, Bravo mampu menunjukkan bahwa dia adalah seorang kiper yang mampu terlibat secara aktif dalam permainan. Tak hanya 'mampu', Bravo lebih layak kalau disebut 'piawai'.
Ukuran keterlibatan Bravo dalam permainan itu bisa dilihat melalui total umpan, umpan berhasil, serta akurasi distribusinya. Dalam tiga atribut itu, Bravo unggul telak dari Hart. Selain itu, tingginya jumlah intersepsi dan sapuan milik Bravo juga jadi bukti bahwa dirinya memang sweeper-keeper yang piawai.
Joe Hart, jika dilihat dari statistik itu, sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia adalah pemain yang dimaui oleh Pep Guardiola.
ADVERTISEMENT
Berbalik 180o
Lain musim lalu, lain musim ini. Bravo, di klub barunya, kalah mentereng dari Hart di pengasingan.
Joseph Hart secara mengejutkan menerima pinangan klub Serie A, Torino, pada musim panas 2016 lalu. Langkah itu boleh dikatakan sebagai sebuah langkah yang berani karena pertama, Torino hanyalah klub papan tengah yang tak punya sumberdaya sekuat Manchester City. Kedua, tak banyak pemain Inggris yang bisa sukses di negara orang, terlebih di Italia yang karakter persepakbolaannya berbeda jauh dengan Inggris. Dalam 25 tahun terakhir, hanya ada nama David Platt, Paul Gascoigne, dan David Beckham yang bisa dibilang cukup sukses berkarier di negeri semenanjung itu.
Meski sempat diragukan, Joe Hart justru tampil apik di klub asuhan Sinisa Mihajlovic tersebut. Meski Torino saat ini hanya bertengger di urutan kedelapan klasemen sementara, Hart menjadi salah satu dari pemain-pemain Torino yang mampu mencuri perhatian.
ADVERTISEMENT
Dari tabel statistik di atas terlihat jelas bagaimana performa kedua kiper masing-masing berbalik 180o. Meski jumlah kebobolannya lebih banyak -- karena bermain di Torino, Hart unggul dalam hal jumlah penyelamatan dan rasio penyelamatan per gol. Selain itu, kemampuan distribusi Hart pun meningkat drastis pada musim ini. Jika pada musim lalu Hart menciptakan 390 umpan dari 35 laga, kini hanya dalam 18 laga, sudah ada 300 umpan yang diciptakan pemain berambut pirang ini. Tak hanya dari segi jumlah, akurasi umpan Joe Hart pun meningkat. Sebaliknya, kemampuan distribusi Bravo justru mengalami penurunan. Jika tingkat akurasi Hart naik 11%, Bravo justru turun 11%.
Di Torino, Hart pun seperti menemukan kemampuan untuk menjadi sweeper-keeper. Selain karena meningkatnya keterlibatan Hart di permainan, kemampuan Hart melakukan intersepsi dan sapuan pun meningkat. Hal ini menjadi bukti sahih bahwa Hart pada musim ini memang lebih baik dibanding Bravo.
ADVERTISEMENT
Kemampuan Joe Hart yang seperti muncul tiba-tiba ini layak untuk dijadikan pertimbangan khusus oleh Pep Guardiola. Meski tak ada garansi yang absolut, tentu tidak ada salahnya jika pada musim depan (kalau belum dipecat, tentunya), Guardiola kembali memercayakan gawang Manchester City kepada Joseph Hart. Selain itu, Guardiola juga tak selayaknya menendang pemain yang jadi salah satu simbol kesuksesan Manchester City pada dekade ini tanpa memberi kesempatan untuk membuktikan diri.
Nah, sekarang tinggal bagaimana Joe Hart menjawab tantangan ini.