Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Berkenalan dengan Komunitas Albino Indonesia
11 Mei 2017 11:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT

Di luar negeri ada organisasi albino yang bernama National Organization for Albinism and Hypopigmentation (NOAH). Dalam laman resminya NOAH menyatakan misi mereka adalah bertindak sebagai saluran yang menyediakan informasi akurat tentang semua aspek kehidupan dengan albinisme serta menyediakan tempat bagi orang-orang dengan albinisme dan keluarga mereka di Amerika Serikat dan Kanada sehingga mereka dapat menemukan penerimaan, dukungan dan persahabatan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia ternayata juga ada komunitas albino bernama Albino Indonesia. Mereka mengaku terinspirasi oleh NOAH sehingga mendirikan komunitas tersebut.
Kepengurusan sederhana komunitas Albino Indonesia baru terbentuk pada Desember 2016 lalu di Bassura City Mall, Jakarta. Sebelumnya mereka juga pernah menggelar dua kali pertemuan di Sagoo Botani Square, Bogor pada Juli 2016 dan di Haus Coffee, Tangerang, pada September 2016.
Dalam arsip dan dokumentasi mereka tercatat bahwa anggota komunitas Albino Indonesia telah mecapai 32 orang. Para pendirinya adalah Erik Fitriadi, Arif Akhmad Aliandi, Trio Romadona, Ari Permana Putra, Nisrina Rahmatul Husna, dan Aphandic Duvadilan Zeusthike.
Mereka semua adalah orang-orang dengan albinisme atau biasa juga disebut albino.
Nisrina Rahmatul Husna menceritakan kepada kumparan, Selasa (10/5), “Awal mulanya saya iseng cari tentang albino Indonesia di Google. Ternyata ada satu blog yang membahas. Judul blognya pun Komunitas Albino Indonesia. Tapi isinya hanya satu artikel yang membahas tentang Aris, bocah albino dari Jawa Tengah yang secara ekonomi orang tuanya kurang.”
ADVERTISEMENT
Rina, sapaan akrab Nisrina, kemudian mencoba iseng menuliskan komentar pada blog itu untuk memberi tahu jika ada pembaca lain yang juga albino atau teman, keluarga dan orang yang mereka kenal merupakan albino, mereka bisa menghubungi Rina lewat email. “Saya cantumkan email saya di sana,” tutur Rina.
Perempuan 22 tahun yang saat ini dipercaya sebagai bendahara komunitas Albino Indonesia itu melanjutkan, “Nah beberapa bulan setelah itu mulai ada yang menghubungi saya lewat email dan salah satunya adalah Mbak Etun.”
Aphandic Duvadilan Zeusthike atau biasa disapa Ze, di tempat terpisah mengatakan kepada kumparan, Selasa (10/5), “Sebenarnya sih kalau foundernya Mbak Etun, cuma sekarang Mbak Etun sudah jarang aktif karena dia lagi hamil anak kedua.”
ADVERTISEMENT
Meski nama Siti Zaetun Velasquez alias Etun tidak tercantum dalam dokumen komunitas Albino Indonesia sebagai pendiri komunitas tersebut, Ze mengisahkan peran Etun sangat besar sebagai penggagas berkumpulnya beberapa orang albino di Indonesia sehingga berdirilah komunitas Albino Indonesia.
Menurut Ze, ada tiga orang yang penting dalam berdirinya komunitas Albino Indonesia, yakni Etun, Erik dan Rina. Erik Fitriadi adalah lelaki albino berusia 40 tahun yang kini dipercaya sebagai ketua komunitas tersebut. Sementara Etun sebenarnya bukanlah seorang albino, tapi ia memiliki anak pertama yang lahir dengan kondisi albino.
Ze menuturkan Etun mencari-cari tahu soal NOAH sehingga mencetuskan ide untuk membuat komunitas seperti yang sekarang sedang mereka jalani.
Senada dengan penuturan Ze, Rina mengisahkan, “Mbak Etun dan saya punya misi yang sama, yaitu membuat suatu wadah komunikasi bagi para albino di Indonesia dari berbagai daerah sehingga kita bisa sharing seputar albino atau pengalaman lainnya.”
ADVERTISEMENT
Setelah jumlah orang yang menghubungi email Rina semakin banyak, ia akhirnya membuat grup chat di BBM dan WhatsApp untuk perkumpulan mereka sekitar setahun-dua tahun lalu. “Dan masing-masing dari kita punya tugas untuk ajak albino lain agar bisa gabung menjadi member kita,” ujarnya.
Ze menerangkan banyak hal positif yang didapat dengan saling kenalnya para albino di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya, mereka jadi bisa saling membantu.
“Kayak misalkan kayak kemaren nih ada yang dari luar kota, kalau nggak salah Palembang, Dia belum ada kerjaan gitu kan, baru lulus SMA. Yaudah kita cover di sini. Ke Jakarta, kita cover di sini. Tinggal bareng sama member komunitas dan kemudian diberi kerjaan.”
ADVERTISEMENT
Ze menuturkan hingga saat ini komunitas Albino Indonesia masih berlum memiliki visi-misi yang tetap, masih dalam tahap penggodokan. Namun ia mengaku ada banyak cita-cita dan keinginan mereka terhadap komunitas tersebut.
“Untung sementara sih kita progressnya masih hunting member. Jadi siapa yang punya kenalan, tarik, tarik, kita kumpulin dulu semua,” papar Ze.
Ze mengaku cukup sulit untuk mengadakan pertemuan rutin dengan para anggota komunitas Albino Indonesia karena kendala jarak dan kesibukan waktu masing-masing. Namun ia pribadi memiliki mimpi besar hendak membangun komunitas itu hingga bisa sebesar NOAH yang bisa memiliki rumah sakit khusus albino sendiri dan bisa menolong banyak orang albino di Indonesia.
Beberapa kali Ze sempat sedih ketika melihat beberapa orang albino di jalan. Ada yang menjadi tukang parkir, ujarnya. Padahal kulit albino itu rentan terhadap panas matahari. Selain itu, mereka juga memiliki keterbatasan daya pandang karena kelainan bawaan pada mata mereka.
ADVERTISEMENT
“Lagian emang mereka bisa melihat (dengan cermat untuk memarkirkan kendaran-kendaran itu) apa?” ujar Ze. Bola mata Ze tampak bergetar dan agak berkaca-kaca. Ze terlihat begitu prihatin mengingat orang albino yang ditemuinya itu.
Melalui upaya pembentukan komunitas mereka tersebut, Rina mengatakan, “Kami ingin menyampaikan bahwa komunitas Albino Indonesia itu ada.”
Ia berharap bisa mengajak albino-albino di Indonesia untuk bergabung komunitas Albino Indonesia sehingga mereka tidak merasa sendiri. “Sebenarnya banyak orang albino di Indonesia yang tersebar, tapi seperti sulit ditemukan,” ucapnya.
“Dan juga kami ingin bisa dianggap sama dengan orang normal lainnya yang mana bisa bekerja. Banyak pengalaman yang sudah usia bekerja sulit mendapat pekerjaan karna alasan albino,” sebut Rina.
Perempuan yang kini masih berstatus mahasiswi semester 8 itu menambahkan, “Kami juga ingin diakui di Indonesia. Peran pemerintah itu penting untuk kami agar dapat membantu kami dan dapat memberdayakan kami sebagai manusia madani yang bisa bermanfaat bagi banyak orang.”
ADVERTISEMENT
Semoga apa yang diupayakan oleh teman-teman dari komunitas Albino Indonesia dapat tercapai. Tuhan selalu menyertai segala niat dan usaha yang baik.