Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Putri Diana: Tekanan Mental, Keinginan Bunuh Diri dan Bulimia
13 Juni 2018 9:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Kasus bunuh diri yang dilakukan fashion designer Kate Spade dan chef Anthony Bourdain pekan lalu mengingatkan kita betapa banyak public figure yang mengalami masalah mental dan sebenarnya butuh pertolongan.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia fashion saja, sebelum Kate Spade, yang mendirikan brand fashion Amerika ternama sesuai dengan namanya Kate Spade, desainer rumah mode Inggris Alexander McQueen juga bunuh diri pada tahun 2011.
Lalu di dunia hiburan, komedian dan aktor Robin Williams yang telah menghibur jutaan penonton di dunia dengan aktingnya yang kocak dan mengagumkan juga melakukan bunuh diri. Selebriti Demi Lovat o dan Catherine Zeta Jones juga mengakui pernah mengalami mental problem.
Banyak dari tokoh terkenal mengalami tekanan akibat popularitas mereka dan tekanan publik terhadap reputasi mereka. Kate Spade yang telah lama mengalami problem psikologi, menolak mendapat perawatan karena takut reputasi brand yang ia bangun dengan identitas ceria tersebut berlawanan dengan fakta kehidupan yang dialaminya.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga ternyata dialami oleh Putri Diana . Mendiang ibu dari Pangeran William dan Pangeran Harry yang sangat dicintai warga dunia karena imej nya yang lembut dan penuh kasih sayang tersebut ternyata mengalami masalah psikologis yang sangat dalam dan parah.
Andrew Morton, penulis biografi Diana, dalam salah satu tulisannya untuk Daily Mail mengungkapkan cerita Diana saat ia mencoba melukai diri dengan menjatuhkan diri di tangga pada 1982, saat sedang hamil Pangeran William empat bulan. Hal tersebut ia ungkapkan terhadap Andrew Morton pada 1991 sebagai bagian dari penulisan buku biografinya yang sensasional.
“Saat saya hamil William empat bulan, saya menjatuhkan diri saya di tangga untuk mendapatkan perhatian suami saya, agar dia mendengarkan saya. Saya sudah memberitahu Charles bahwa saya merasa putus asa dan saya menangis sejadi-jadinya. Tapi dia bilang bahwa itu tidak ada gunanya. Ia berkata ‘saya tidak akan mendengarkanmu. Kamu selalu melakukan ini kepada saya...’ Jadi saya menjatuhkan diri saya di tangga. Ratu keluar melihat apa yang terjadi dan dia benar-benar ketakutan sampai badannya gemetaran. Saya tahu bahwa bayi saya akan baik-baik saja meskipun saya memiliki cedera di sekitar perut,” ungkapnya.
Pada kesempatan lain, dalam wawancaranya dengan James Colthurst pada 1991, Putri Diana juga mengungkapkan keinginannya untuk bunuh diri. “Saya hampir memotong urat nadi saya,” ceritanya dalam wawancara yang ditayangkan dalam film dokumenter Diana: On Her Own Words.
ADVERTISEMENT
“Saya benar-benar berada dalam kondisi buruk. Saya tidak bisa tidur, tidak bisa makan, dan merasa bahwa dunia saya runtuh. Seluruh analisis dan psikiatris datang membantu saya. Mereka memberi saya dosis valium yang tinggi. Walau saya mencoba memberi tahu mereka apa yang saya butuhkan, namun mereka mengatakan bahwa saya hanya butuh pil. Tapi Diana yang waktu itu masih menguasai dirinya memutuskan bahwa saya hanya butuh waktu, kesabaran dan adaptasi,” ungkapnya.
Dampak besar dari tekanan psikologis tersebut ternyata bermuara pada persoalan lain; bulimia atau gangguan pola makan yang serius dan berpotensi mengancam jiwa. “Bulimia dimulai seminggu setelah kami bertunangan,” ceritanya. “Suami saya meletakkan tangannya di pinggang saya, dan berkata, “ Oh, sedikit berlemak ya di sini?” Dan itu memicu sesuatu dalam diri saya ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dalam ceritanya, Putri Diana mengungkapkan bahwa Pangeran Charles sering memberikan komentar yang kasar terhadapnya. Komentar-komentar tersebut memberi dampak dalam terhadap kondisi psikologisnya. Pada waktu bersamaan ia juga harus menghadapi kenyataan bahwa Pangeran Charles ternyata masih mencintainya mantannya Camilla Parker Bowles (yang sekarang telah menikah dengan Charles).
Berbagai faktor tersebut membuat Diana terobsesi dengan berat badannya yang memicu kondisi bulimia ini.
Putri Diana merasa dirinya tidak pernah cukup baik untuk menyenangkan Pangeran Charles, ia mengalami rasa rendah diri, kesepian hidup dalam di istana Kerajaan Inggris dan juga tertekan karena mendapatkan obsesi besar dari pers dan paparazzi yang selalu ingin membuat berbagai berita mengenai dirinya.
Mungkin hingga saat ini, belum ada orang yang menerima pemberitaan sebanyak yang pernah ia alami selama hidupnya.
ADVERTISEMENT
“Bulimia itu seperti penyakit rahasia," ujarnya pada wawancara dengan BBC pada tahun 1995 dengan Martin Bashir. “Anda menyimpannya dalam diri karena penghargaan terhadap diri Anda sendiri berada pada posisi yang sangat rendah dan Anda berpikir bahwa diri Anda tidak cukup berharga dan bernilai. Anda mengisi perut 4 hingga 5 kali sehari- ada yang bahkan melakukannya lebih- dan itu memberi perasaan yang nyaman. Perasaan itu seperti memiliki sepasang tangan di sekelilingku. Tapi itu hanya sementara, hanya sementara saja.”
Dalam artikel yang diterbitkan oleh Time , ia bercerita, seringkali ketika pulang dari berbagai acara, ia merasakan kekosongan. Namun Diana juga bertekad untuk mempertahankan pernikahannya dengan Charles walaupun ada begitu banyak masalah.
“Saya sebenarnya butuh pertolongan, tapi sepertinya saya mengirim sinyal yang salah dan orang menggunakan kondisi bulimia saya sebagai kamuflase. Mereka memutuskan bahwa itulah masalahnya- Diana tidak stabil.”
ADVERTISEMENT
Keberanian Diana dalam mengungkapkan persoalan yang ia hadapi kepada publik ternyata memberi dampak besar yang waktu itu disebut dengan “Diana Effect.” Pada tahun 1995, ketika Diana mengungkapkan kondisinya, terjadi peningkatan jumlah perempuan di Inggris yang meminta bantuan untuk masalah bulimia.
Pada 2017, kedua putera Putri Diana, Pangeran William dan Harry beserta Kate Middleton meluncurkan kampanye Heads Together yang menyoroti persoalan mental dan mendorong orang untuk berbicara lebih banyak mengenai isu ini. Pangeran Harry sendiri juga sempat mengalami depresi yang panjang dan menyimpan persoalan kesehatan mental yang dalam sejak kematian sang ibu.
Para peneliti mengungkapkan bahwa jika kita mengetahui bahwa seseorang lain mengalami persoalan kesehatan mental, hal tersebut akan mendorong diri kita untuk meminta bantuan.
ADVERTISEMENT
---
Jika Anda membutuhkan informasi terkait depresi atau ingin berbicara tentang isu kesehatan mental lainnya, Anda dapat menghubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat, atau mengontak komunitas 'Into the light' untuk mendapat pendampingan di situs Into The Light.