Sebelum Menikah, Sebaiknya Tanyakan 5 Hal Ini pada Diri Anda Sendiri

21 Juli 2018 12:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan dalam gaun pernikahan (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan dalam gaun pernikahan (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Ketika seorang reporter, Ellen McCarthy Rosenthal, meliput tentang isu-isu pernikahan bagi harian The Washington Post, ia bertemu satu pasangan yang menarik. Calon pengantinnya adalah seorang pekerja sosial, dan sebelum ia dan pasangannya menikah, mereka membuat daftar 200 pertanyaan untuk dijawab sebelum meresmikan ikatan cinta mereka. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, berkisar mulai dari “Bagaimana harapanmu tentang berapa banyak waktu yang akan kita habiskan dengan keluargamu?”, atau “ Apa pendapatmu mengenai piring-piring kotor yang ditinggalkan begitu saja di tempat pencuci piring?”
ADVERTISEMENT
"Pertanyaan-pertanyaan tersebut benar-benar mendetail", ujar Rosenthal, penulis The Real Thing: Lessons on Love and Life from a Wedding Reporter’s Notebook seperti dikutip oleh Time. “Ia benar-benar ingin tahu apa ekspektasi masing-masing karena ia tahu itu bisa mengatasi potensi konflik.”
Apa yang dilakukan pasangan ini mungkin patut ditiru. Banyak dari kita yang melangkah ke jenjang pernikahan tanpa membahas berbagai isu yang krusial dengan pasangan kita. Misalnya mengenai keuangan, mengenai keluarga, mengenai anak, hingga mengenai berbagai isu sehari-hari. Isu sehari-hari, seperti kebiasaan hidup yang kadang kita anggap sepele, bisa menjadi masalah besar ketika kita hidup bersama orang lain.Apalagi, jika kita memiliki kebiasaan yang sangat berbeda. Anda mungkin seseorang yang super higienis, sementara pasangan tidak peduli soal kebersihan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, salah satu isu lain yang juga sangat krusial dibicarakan adalah isu keuangan. Kita harus tahu pendapatan calon pasangan, apa saja beban keuangan mereka (apakah mereka mesti mendukung keluarga besar mereka?), bagaimana pandangan dan prinsip mereka tentang keuangan. Apakah ia tipe yang menabung atau tidak?
Menurut Rosenthal, pasangan yang bahagia dan sukses biasanya memiliki kesamaan, yaitu, ‘harapan yang wajar’. “Mereka melangkah ke jenjang pernikahan dengan mata yang terbuka lebar, mengerti perbedaan mereka dan tahu bahwa pernikahan adalah sesuatu yang berat,” ujarnya. “Sementara biasanya orang yang kecewa adalah orang yang memiliki harapan yang tinggi,” ujarnya.
Jadi untuk memastikan bahwa Anda memasuki kehidupan pernikahan yang penuh kesadaran, seimbang dan sehat, dilansir dari Time, berikut 5 pertanyaan yang dikurasi dari para ahli yang perlu Anda tanyakan sebelum Anda menikah.
ADVERTISEMENT
1. Apakah hubungan ini adil dan seimbang?
Ketika merencanakan pernikahan, hal pertama yang Anda diskusikan mungkin adalah mengenai pembagian urusan keuangan. Siapa yang bertanggung jawab untuk pengeluaran keluarga dan sebagainya. Namun jangan lupa untuk juga mendiskusikan isu keseimbangan emosional. Jika hanya satu dari Anda yang akan selalu memberi, mengalah, berkompromi, dan fokus untuk memenuhi kebutuhan pasangan, maka artinya ada hal yang perlu dipertimbangkan kembali. “Kondisi ketidakseimbangan dan ketidakadilan ini bisa menggigit Anda,” tulis Rosenthal. “Hal tersebut akan menghabiskan energi Anda karena membuat orang lain untuk selalu bahagia bisa menjadi beban yang berat, apalagi jika ditambah dengan anak-anak, cicilan rumah dan orang tua yang sakit.”
2. Bagaimana orangtua dan keluarga memberi referensi tentang kehidupan pernikahan pada Anda?
ADVERTISEMENT
Tentu saja setiap pasangan merupakan pasangan unik, tetapi tetap penting sekali untuk menilai bagaimana orangtua dan keluarga berkontribusi pada harapan dan standar Anda mengenai kehidupan keluarga. Latar belakang keluarga dimana Anda tumbuh akan mempengaruhi bagaimana Anda membangun keluarga sendiri. Dan tentu saja, ada kemungkinan besar Anda dan pasangan dibesarkan dengan cara yang sangat berbeda, sehingga Anda akan memiliki referensi masing-masing tentang bagaimana Anda ingin membangun keluarga sendiri.
Pastikan Anda mendiskusikan dan menyamakan persepsi dengan pasangan tentang bagaimana kehidupan keluarga yang Anda inginkan.
Ilustrasi Diskusi dengan Pasangan (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Diskusi dengan Pasangan (Foto: Pixabay)
3. Apakah saya menginginkan anak?
Ada beberapa hal yang lebih sulit untuk dinegosiasikan dibanding hal-hal lain. Masalah anak misalnya. Jika satu orang menginginkan anak sementara yang lain tidak, hal tersebut akan menjadi hal yang sulit untuk dikompromikan. Tentu saja budaya di Indonesia berbeda dengan budaya barat. Di Indonesia, terkadang masalah punya atau tidak punya anak bukanlah pilihan. Setiap pasangan menikah diasumsikan akan dan ingin memiliki anak. Jarang sekali yang kemudian memilih untuk tidak punya anak atas keinginan mereka sendiri. Dengan demikian, maka mungkin yang perlu didiskusikan adalah, berapa orang anak yang Anda inginkan dalam pernikahan tersebut.
ADVERTISEMENT
4. Apa tujuan hidup saya, dan apakah tujuan tersebut cocok dengan tujuan yang dimiliki pasangan saya?
Pastikan bahwa Anda tahu apa yang Anda inginkan, baik sekarang maupun sepuluh tahun ke depan. Rob Scuka, executive director pada National Institute of Relationship Enhancement, seperti dikutip oleh Time, mengatakan bahwa sangat penting untuk benar-benar mengetahui tujuan besar dalam hidup Anda dan memastikan tujuan tersebut cukup sejalan dan cocok dengan gol besar yang dimiliki pasangan Anda. “Jika salah satu dari Anda menginginkan sesuatu yang benar-benar berbeda, Anda pasti akan menghabiskan waktu berargumen mengenai hal tersebut,” ujarnya. Karena itu, jangan berasumsi mengenai hal tersebut. Bicarakan dan diskusikan benar-benar apa yang menjadi tujuan Anda berdua sebelum melangkah ke kehidupan pernikahan.
ADVERTISEMENT
5. Apa yang akan saya lakukan untuk mempersiapkan kehidupan pernikahan?
Rosenthal mengaku bertemu banyak pasangan yang sangat siap dan merencanakan dengan matang hari pernikahan mereka, namun sedikit sekali yang berpikir tentang bagaimana membangun sebuah pernikahan yang sukses. “ Kita berpikir bahwa cinta dan sebuah hubungan merupakan hal yang intuitif-cukup dengan perasaan saja. Tapi itu adalah pemikiran yang bodoh,” ungkapnya. “Kita perlu memiliki alat-alat yang diperlukan untuk membangun sebuah hubungan pernikahan.” Rosenthal mendorong pasangan untuk membuat rencana, apakah itu membaca buku bersama tentang hubungan yang sehat, mendapatkan counseling untuk meluruskan isu yang sudah muncul atau datang ke seminar mengenai pernikahan.