Spesial Hari Ibu: Obrolan Hangat Bersama Martha Tilaar & Wulan Tilaar

22 Desember 2018 18:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Martha Tilaar dan Wulan Tilaar (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Martha Tilaar dan Wulan Tilaar (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak kenal dengan sosok Martha Tilaar? Sosok ikonis dari industri kecantikan dalam negeri dan juga merupakan pioner produk kecantikan lokal Indonesia Sariayu.
ADVERTISEMENT
Mendirikan sebuah salon kecil Martha’s Salon di daerah Menteng pada tahun 1970, Martha Tilaar yang waktu itu berusia 33 tahun memulai perjalanannya di industri kecantikan. Hampir lima dekade kemudian, salon kecil tersebut berevolusi menjadi sebuah perusahaan yang menaungi beberapa anak perusahaan dengan lebih dari 4500 karyawan.
Sang pioneer Martha Tilaar saat ini berusia 81 tahun, namun masih aktif bekerja mengawasi jalannya perusahaan dan menjadi ambassador bagi Martha Tilaar Group (MTG). September lalu, pada pekan sidang tahunan PBB 2018, Martha Tilaar baru saja terpilih sebagai satu dari 10 SDGs Pioneer yang berasal dari berbagai negara di dunia untuk Program Pembangunan Berkelanjutan dari UN Global Compact. Ini merupakan program dari PBB untuk mengapresiasi individu-individu yang bekerja dan menerapkan empat nilai dari SDGs dalam bisnis mereka yaitu, Hak Asasi Manusia, Pelestarian Lingkungan, Anti Korupsi dan Pemberdayaan Perempuan. Keempat hal ini menjadi landasan bagi Martha Tilaar dalam menjalankan bisnisnya. Dari awal membangun usaha, pemberdayaan manusia terutama perempuan memang menjadi salah satu fokus usahanya yang ia jalankan melalui berbagai program.
ADVERTISEMENT
Namun di usianya yang semakin senja, secara perlahan, Martha Tilaar mulai mentransfer perannya kepada anak perempuannya Wulan Tilaar. Wulan, yang saat ini berusia 41 tahun menjadi ambassador baru untuk MTG dan menjadi sosok pengganti Martha Tilaar. Tapi Wulan menolak disebut sebagai pengganti sang ibu. “Sebagai Vice Chair Woman Martha Tilaar Group, saya memang bertugas untuk menggantikan sosok ibu. Tapi saya tidak setuju dengan terms itu. Karena Martha Tilaar ya hanya satu. Jadi saya lebih ke sharing roles, berbagi tugas,” ujar Wulan saat kami bertemu di kediaman Martha Tilaar akhir November lalu.
Martha Tilaar dan Wulan Tilaar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Martha Tilaar dan Wulan Tilaar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Kami beruntung bisa menemui sekaligus duo ibu dan anak yang ikonis ini. Karena sebenarnya tidak mudah menyatukan jadwal mereka berdua. Meski sering tampil berdua dalam berbagai kesempatan, namun di luar itu, masing-masing memiliki kesibukan sendiri. Wulan mengelola Martha Tilaar Spa dari kantornya di Wahid Hasyim, Menteng, sementara Ibu Martha masih bolak balik ke kantor pusat mereka di Pulo Gadung.
ADVERTISEMENT
Tetapi setelah beberapa kali berganti jadwal, akhirnya kami dapat juga bertemu dengan keduanya. Pada suatu pagi akhir November lalu, kami disambut dengan hangat oleh Ibu Martha dan Wulan di kediaman Martha Tilaar di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan. Di rumah yang besar dan penuh dengan dekorasi tradisional tersebut Martha Tilaar tinggal bersama suaminya Prof. Dr. H.A.R Tilaar.
Dikenal akan kecintaannya terhadap wastra nusantara, dan berbagai hal tentang budaya Indonesia, Martha Tilaar hampir tidak pernah tampil di publik tanpa mengenakan kain khas Indonesia. Pagi itu ia mengenakan atasan tenun, begitupun Wulan.
Kami bertanya pada Wulan, apakah sebagai seorang ikon kecantikan Indonesia yang selalu tampil sempurna setiap saat, Ibu Martha juga cerewet mengenai penampilan anak-anaknya?
ADVERTISEMENT
“Pastilah. Cerewet sekali. Tapi sekarang saya juga paham kenapa Ibu begitu. Dari predikat yang saya sandang pasti ada harapan, ekspektasi, dan standar dari orang. Mungkin kalau dari Ibu itu tentang cara berpakaian saya,” jawab Wulan.
Tapi Wulan menekankan bahwa meski ia menuruti berbagai ‘aturan’ sebagai ambassador bagi nama besar Martha Tilaar, ia tetap ingin menjadi diri sendiri. “I want to be myself too. I'm very consistent in using Indonesian fabric, tapi mungkin style nya berbeda dari Ibu. Tapi ya Ibu tetap cerewet, saya harus begini begitu, but again I can't be somebody else. Saya harus berkompromi satu sama lain. Ada certain things yang diarahkan Ibu, tapi at the end kita harus jadi diri kita sendiri,” cerita Wulan.
ADVERTISEMENT
Untuk merayakan Hari Ibu 22 Desember ini, kumparanSTYLE mengobrol bersama duo ibu-anak yang ikonis ini. Kami bicara mengenai transfer ilmu dari Martha ke Wulan, masa kecil Wulan yang tumbuh dalam didikan ibunya yang disiplin dan seorang pekerja keras, hingga cerita momen ‘me time’ mereka.
Mba Wulan dipersiapkan sebagai penerus ikon perusahaan Martha Tilaar Group, adakah sesi khusus untuk mentorship bersama Ibu?
Wulan Tilaar (WT): Kalau misalnya untuk mentoring secara formal tidak ada. Saya rasa karena saya adalah anak penurut sejak kecil, jadi sesi mentorship itu sudah dimulai sejak awal. Dari saya duduk di bangku SMP, saya sudah diajak terus kemana-mana bersama Ibu. Sebagai anak kecil waktu itu saya melihat, melakukan observasi dan menjadikannya sebagai contoh. Jadi kalau untuk persiapan, saya melihat langsung dari Ibu.
ADVERTISEMENT
Jujur saja sebagai anak kecil yang sering ikut menghadiri show dan seminar, saya waktu itu jadi agak berpikir; ‘kenapa saya berada disini?’. Tetapi sekarang saya baru merasakan manfaatnya. Ternyata dari kecil ketika saya melihat (hal terkait perusahaan) langsung dari Ibu, itu merupakan sebuah pelajaran yang tidak bisa didapatkan oleh siapapun. Saya merasa sangat beruntung. Dan itu saya rasa adalah sesi mentoring saya. Sampai sekarang saya juga masih belajar dari Ibu.
Martha Tilaar (MT): Ini kan house industry. Dia (Wulan) pergi sekolah melihat saya bekerja di salon, pulang sekolah juga kerja di salon. Jadi semua itu memang sudah mereka lihat dari dulu.
Apa nilai-nilai entrepreneurship dan leadership yang diajarkan Ibu kepada Mba Wulan?
ADVERTISEMENT
WT: Djitu, disiplin, jujur, inovatif dan iman, tekun dan ulet. Itu adalah nilai-nilai yang juga menjadi milik perusahaan. Tetapi yang paling saya pelajari dari Ibu adalah prinsip do the talk. Beliau memang mencanangkan nilai-nilai tersebut dan menjalankannya dengan sepenuh hati. Misalnya kedisiplinan; beliau orang yang sangat on time. Misalnya janji jam 7, setengah jam sebelumnya sudah datang. Itu adalah hal kecil tapi sangat penting sekali.
Lalu jujur itu sudah pasti. Jika kita tidak jujur maka bagaimana caranya kita bisa mendapatkan kepercayaan konsumen. Contohnya klaim yang kita berikan pada semua produk itu merupakan bentuk kejujuran kita. Misalnya essential oil yang organik, label halal yang ada di kemasan produk, itu adalah hasil dari kejujuran kita. Jadi benar-benar do the talk. Ini bisa ditanya kepada semua orang karena memang beliau menerapkan itu semua dalam kehidupan sehari-hari.
Wulan Tilaar di Gedung Puspita Martha, Jakarta.
 (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wulan Tilaar di Gedung Puspita Martha, Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Apakah prinsip on time Bu Martha juga berlaku untuk acara-acara keluarga?
ADVERTISEMENT
WT: Iya tentu saja. On time di segala hal. Acara apapun, bahkan liburan juga on time. Sarapan juga...Mungkin karena itu sudah berubah menjadi sebuah kebiasaan, kita yang harus bisa menyikapinya dengan baik.
Apakah ada perbedaan gaya komunikasi Ibu Martha dengan anak-anak saat di lingkungan pekerjaan dengan ketika di rumah sebagai keluarga?
MT: Saya tidak membedakan antara orang luar dan anak-anak. Sebab jika saya melakukan itu, mereka akan menjadi sombong, merasa menjadi pemimpin, pemilik. Padahal justru kita harus selalu menghargai satu sama lain sehingga kita bisa bekerja bersama.
Berat atau tidak Mbak Wulan menjadi anaknya seorang Martha Tilaar?
WT: Tentu saja berat. Siapa yang tidak berat jika menyandang nama Tilaar, itu sudah seperti menjadi password. Jika ada nama Tilaar di belakang pasti orang akan bertanya ini siapanya Martha Tilaar. Ada juga orang yang bertanya apakah saya benar anaknya Martha Tilaar.
ADVERTISEMENT
Bagi saya berat, awalnya. Saya pertama terjun sebagai profesional tahun 2005 dan memang benar-benar berat. Karena orang akan melihat dan membedakan bagaimana ibu dan anaknya. Tapi itu hal yang manusiawi. Sekarang dengan semakin dewasanya usia, akhirnya saya menyadari bagaimana kita harus menyikapinya.
I have to fill the big shoes of Ibu Martha Tilaar, seorang ikon kecantikan Indonesia. Tetapi ada yang pernah berkata dan mengingatkan saya ‘Ibu Martha Tilaar itu ya the one and only and you have to find your own way. Bagaimana nantinya Anda melanjutkan mimpinya, aspirasinya, but you have to be yourself, you cannot be somebody else.’ Dan itu sangat penting sekali bagi saya. Begitu saya menyadari itu rasanya beban di bahu saya terangkat.
ADVERTISEMENT
Karena pada dasarnya semua orang memiliki misi, dan misi saya adalah ditempatkan di keluarga ini, di dalam perusahaan ini. Tapi saya punya misi sendiri dan saya masih terus mencari dan menggali itu.
Apa misi yang ingin Mba Wulan kembangkan sebagai penerus apa yang sudah dibangun Ibu Martha ?
Selama perkembangan 48 tahun, Martha Tilaar sangat fokus dan well developed in developing makeup di Indonesia. Kami sudah paham sekali. Itu semua kami fokuskan dari luar, tetapi pertanyaannya bagaimana dengan dalamnya. So I think and I believe that is my mission. Bagaimana bisa meyakinkan setiap perempuan bahkan laki-laki to accept who they are, bahwa they all beautiful. And it’s true, Itu bukan hanya slogan, Tapi kita harus memulai dari diri kita masing-masing. Jadi dari perjalanan saya, itu yang ingin saya gali dan akan saya bagikan ke seluruh perempuan Indonesia. Hopefully.
ADVERTISEMENT
Mba Wulan diarahkan Ibu untuk melanjutkan bisnis keluarga. Apakah pernah terpikir untuk melakukan hal lain?
WT: Kalau untuk bekerja di tempat lain, saya tidak pernah memiliki pikiran itu. Karena secara tidak langsung dan tanpa sadari, saya sudah didedikasikan (untuk perusahaan) sejak kecil. Jadi saya tidak memiliki pikiran untuk bisnis lain.
Ketika saya masih sekolah di Amerika, sempat agak susah pulang dan tidak ingin pulang ke Indonesia. Lalu Ibu bilang, “kamu sudah saya sediakan fondasi yang bisa bermanfaat buat kamu, keluarga kita dan bagi banyak orang. Jadi tolong deh dipikirkan. Kamu pikirkan, daripada kamu kerja di tempat lain, kamu pikirin ladang yang sudah saya siapkan buat kamu. If you become beneficial for others, bermanfaat bagi orang lain, itu rasanya tidak bisa diukur dengan apapun, kekayaan dan harta apapun. Itu bisa memberikan kesejahteraan untuk orang lain.”
ADVERTISEMENT
Itu saja, itu yang membuat saya yakin untuk semakin ingin cepat pulang. Bahwa tempat saya di sini. Kami memiliki lebih dari 4500 karyawan yang memberi kehidupan buat keluarga mereka, sehingga manfaat perusahaan kami jadi berlipat lagi, meskipun ini perusahaan kecil jika dibanding dengan yang lain. Jadi meski kecil but if you do it with love, it matters. Itu pesan Ibu yang benar-benar membuat saya tidak berpaling.
MT: Jadi maksud saya jangan sampai minta-minta kerjaan, karena itu susah. Kalau bisa, ya menciptakan lapangan kerja untuk orang lain.
Sebagai ibu dan anak apakah sering beda pendapat atau berargumen?
Martha Tilaar dan Wulan Tilaar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Martha Tilaar dan Wulan Tilaar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
WT: Sering, namanya ibu-ibu pasti bawel. Argumen itu pasti. Terutama karena generation gap antara Ibu dan saya sangat jauh. Saat saya lahir, Ibu sudah berusia 40 tahun. Jadi cara pikir kita berbeda. Itu yang sering jadi alasan kita berargumen. Tapi seiring berjalannya waktu kita belajar untuk melihat dari sudut pandang lain.
ADVERTISEMENT
Jadi kalau Ibu bilang A, belum tentu saya setuju, tapi saya harus tetap melihatnya dari sudut pandang Ibu. Kenapa dipaksakan A, mungkin itu dari pengalaman beliau. Kayak tadi misalnya, Ibu pernah ditinggal business partner tapi saya tidak pernah. Jadi perjalanan sendiri yang membuat Ibu memaksakan sesuatu. Argumen sering, biasalah ngambek juga, tapi tidak besar.
Bu Martha itu sebagai pemimpin dan ibu di rumah galak atau tidak?
WT: Tidak galak, hanya bawel dan sangat strict.
Saya ada pengalaman lucu, kemanapun saya pergi, Ibu sepertinya selalu tahu. Misalnya saya ada lunch meeting, tiba-tiba Ibu telpon dan tanya saya di mana. Saya jadi bingung kadang jawabnya, mau jawab makan siang nanti Ibu marah, tapi masa saya harus bohong.
ADVERTISEMENT
Karena orangnya memang committed banget dengan pekerjaan, bahkan saking commit-nya beliau jadi strict. Selain itu ada perbedaan budaya bekerja karena generation gap tadi. Buat Ibu, kalau bekerja itu harus di kantor. Padahal kan sekarang bisa di mana saja, di co-working space atau bahkan pantai. Berbeda sekali memang, jadi Ibu selalu nanya kenapa tidak di kantor. Padahal kan prinsipnya yang penting pekerjaan selesai.
MT: Karena kalau di kantor saya bisa kontrol, kalau bagus saya bilang bagus, yang jelek saya suruh perbaiki.
Wulan Tilaar di Gedung Puspita Martha, Jakarta.
 (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wulan Tilaar di Gedung Puspita Martha, Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Mbak Wulan bilang di buku mini biografi Martha Tilaar, Beautifying Indonesia, What’s Next, bahwa Ibu cukup pelit pujian, dan untuk setiap pencapaian selalu bertanya ‘what’s next?’ Bisa ceritakan mengenai hal tersebut?
ADVERTISEMENT
WT: Awalnya memang sebal karena merasa sudah melakukan yang terbaik, tapi kenapa tidak dipuji. Tapi saya semakin belajar agar tidak mudah puas diri. Karena di atas awan memang masih ada awan lagi. Itu menjadi motivasi dan membuat kita belajar, jadi belajar memahami.
Kenapa Ibu Martha tidak suka memuji? Apakah itu cara untuk menggembleng mental anak-anak?
MT: Ya kalau dipuji nanti dia keenakan, in the comfort zone, tidak mau berkembang, what's next nya bisa hilang.
Dalam buku biografi juga ada wawancara anak-anak yang mengungkapkan masa kecil mereka yang kehilangan sosok ibu karena Bu Martha sibuk bekerja. Bisa ceritakan? Apa benar yang dirasakan anak-anak bahwa mereka dinomorduakan dan pekerjaan dinomorsatukan?
MT: Sebenarnya tidak dinomorduakan. Suami saya guru, coba bayangkan, ada kekurangan dan kelebihan. Dan keduanya harus saling diisi. Dengan suami saya akur, dengan anak-anak juga, meskipun mereka lebih condong ke ayahnya tapi tidak apa-apa. Ada kisah menarik ketika saya suatu kali diundang ke World Islamic Economic Forum untuk bicara mengenai women empowerment di Kazakhstan. Di sana saya bercerita bahwa suami saya adalah adalah seorang Turis, alias Turut Istri. Semua orang bilang bahwa istrilah yang harus ikut suami. Tapi suamiku tidak apa-apa, tidak minder. Karena memang sudah biasa begitu. Jadi kalau saling mengisi dengan keikhlasan tidak ada yang minder.
ADVERTISEMENT
WT: Ya pas waktu growing up tidak banyak merasakan. Tapi mereka berdua itu (Mama Papa) seperti yin and yang. Beruntung sekali ada ayah yang suportif karena itu memang penting sekali. Mungkin ini bisa menjadi contoh untuk bapak-bapak sekarang bahwa it takes two to tango. Kebetulan ibu saya sibuk kerja dan bapak saya mengisi semua yang seharusnya dilakukan ibu. Jadi penting sekali peran Bapak waktu itu.
Ada beberapa bagian penyesalan, mungkin bukan penyesalan ya, tapi waktu itu saya melihat I'm different with other. Kalau teman-teman bisa pergi dengan ibunya kemana-mana, saya mungkin sangat terbatas untuk bisa mendapatkan kesempatan itu. Dan itu kembali diisi oleh bapak saya. Jadi untuk urusan anak-anak dari remaja memang Bapak. Rasanya beda dan waktu itu kita memang belum bisa memahami sepenuhnya. Namun kemudian dalam perjalanan hidup saya jadi menyadari bahwa Ibu bekerja untuk kita juga dan untuk perusahaan keluarga.
ADVERTISEMENT
Dari pengalaman Ibu Martha sebagai ibu bekerja dan pengusaha, apa nilai penting yang Ibu petik dan yang bisa ditransfer ke generasi muda yang juga merupakan working mother?
MT: Saya rasa kita harus bekerja sama dengan pasangan. Karena kalau saya sebagai ibu kan kerja terus, tetapi kita menghargai suami, jangan sampai mencela, menghina suami. Kita justru harus menghargai dan bekerja sama, gotong royong. Saya memang tidak ada waktu banyak, nah kalau suami bisa, ya ayo kita bersatu. Dengan begitu tidak ada penghinaan dan lain-lain. Kita bisa hidup tentram, percaya diri, dia juga percaya diri meskipun disebut 'turis'. Jadi saya senang, dia senang, dan ternyata anak-anak bisa menikmati juga.
WT: Intinya adalah memiliki support system. Sebenarnya support system ada banyak sekali. Ada Papa, ada oma, kemudian banyak juga yang membantu kita waktu kita growing up.
ADVERTISEMENT
Lalu Mba Wulan, apa yang Mba pelajari dari pengalaman tumbuh dengan ibu bekerja dan sekarang Mba juga menjalankan hal yang sama?
WT: Yang saya pelajari itu adalah adanya support system tadi. Kita ke suami juga harus commit sejak awal. Ketika mau menikah, saya sudah bilang akan kerja, jadi jangan tiba-tiba saya tidak boleh bekerja karena sudah disepakati sejak awal.
Karena memang belajar dari pengalaman pribadi, saya ingin memberikan pengalaman yang berbeda kepada anak-anak saya. Jadi if we don’t have time, we make time. Konsekuensinya sudah pasti capek. Apalagi kalau saya ada acara seperti fashion dan lain-lain sampai malam, tapi besoknya sudah harus ada waktu untuk anak-anak lagi. Saya ingin memberikan pengalaman yang berbeda untuk mereka. Namun ternyata itu masih kurang buat anak-anak, padahal saya merasa sudah effort lebih, commit to the time. Bagi mereka rumput tetangga pasti lebih hijau. Mereka melihat banyak ibu-ibu yang suka nongkrong di sekolah nemenin anaknya. Memang berbeda tapi saya berusaha memberikan yang terbaik yang saya bisa.
ADVERTISEMENT
Adakah waktu 'me time' khusus berdua?
Martha Tilaar dan Wulan Tilaar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Martha Tilaar dan Wulan Tilaar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
WT: Waktu 'me time' seringnya pas menemani Ibu ke dokter atau kalau ada acara ke luar negeri yang saya dampingi. Pergi ke event itu jadi quality time kita karena Ibu tidak bisa dipisahkan dari kerja. Ibu is kerja. Jadi mungkin pertanyaan tadi bisa saya jawab, antara pekerjaan ke anak itu memang satu. Ibu memang totally work. Sebagai anak kita bisa memahami. Karena membuat sesuatu yang tadinya tidak ada menjadi ada itukan sesuatu ya, jadi sulit. Pekerjaan is her life. Kami anak-anak harus bisa memahami.
Apakah Bu Martha suka kasih hadiah buat Mba Wulan?
WT: Waktu ulang tahun saja mungkin.
Hadiah apa yang paling berkesan yang pernah diberikan oleh Ibu kepada Mbak Wulan?
ADVERTISEMENT
WT: Kalau barang biasa saja. Tapi hadiah yang spesial adalah waktu saya lulus SMA sebelum berangkat ke Amerika. Waktu itu kami melakukan perjalanan mengunjungi Mother Teresa. Kebetulan nama baptis saya Theresa, dan ibu sangat mengagumi Mother Teresa. Jadi kami pergi ke Kalkuta untuk niatnya bertemu dengan beliau dan memberi donasi. Mungkin Ibu sadar sudah harus melepas saya ke tempat yang jauh, jadi beliau takut. Maka pergilah Ibu berkaul ke tempat Mother Teresa.
Memang waktu itu susah sekali karena Mother Teresa bukan orang VIP yang bisa booking janji. Jadi jika kita ingin ke sana ya langsung datang saja, kalau ketemu ya berarti kita beruntung, karena dia kan jalan dan membantu orang-orang. Kita ke sana tahun 1995 dan tidak ada jaminan untuk bertemu. Tapi kami tetap pergi ke Mother House dan ternyata waktu itu bisa ketemu dengan beliau. I thinks that’s the best gift. Karena dua tahun kemudian Mother Teresa meninggal.
ADVERTISEMENT
Kalau urusan pacaran, Ibu Martha dulu gimana sama Mba Wulan dan saudara-saudara?
WT: Nah kalau soal itu, ini salah satu kebaikannya, karena ibu adalah korban backstreet. Dulu Ibu tidak boleh pacaran sama Bapak, jadi mereka backstreet dan Ibu tahu itu tidak enak. Maka kami mendapatkan anugerahnya, karena beliau tidak terlalu picky jadinya. Ada beberapa hal yang di-note tapi tidak berat. Yang penting bertanggung jawab dan baik sama saya. Ibu tidak mau anak-anaknya backstreet.
MT: Dulu saya pacaran susah sekali karena beda suku. Suami saya Sulawesi, saya Jawa. Dulu orang selalu beranggapan kalau orang Manado suka foya-foya dan kalau kita Jawa sederhana. Tapi saya sudah bertekad, dia orang yang pintar. Saya ingin memperbaiki keturunan, supaya anak-anaknya nanti pintar. Nekad sekali saya. Bukan soal kaya atau yang lain. Dia hanya seorang guru, orang tua saya bilang nanti kesulitan soal ekonomi tapi saya bilang tidak apa-apa. Benar saja anak-anak saya pintar semua.
ADVERTISEMENT
Me time Bu Martha dan Mba Wulan salah satunya ketika traveing untuk urusan pekerjaan. Sempat jalan-jalan?
Disempatkan dan saya yang harus atur, kalau tidak nanti Ibu kerja terus. Saya yang harus pinter-pinter menyelipkan jadwal. Ibu pasti melihat-lihat kosmetik, itu sudah pasti. Ibu mau kok dibuatkan jadwal, kan jadwalnya bagus. Ibu percaya dengan saya.
Kegiatan apa yang membuat Bu Martha happy?
Yang paling happy itu saat ibu kumpul keluarga, makan bareng. Dan sekarang suka ke bioskop juga. Film terakhir yang ditonton film tentang Ahok dan The Greatest Showman. Nontonnya kadang sama kita atau dengan teman-temannya. Tapi memang tidak terlalu sering.
Sebagai seorang ikon kecantikan Indonesia, kami ingin tahu rutinitas kecantikan Ibu Martha Tilaar apa saja.
ADVERTISEMENT
MT: Untuk kesehatan saya selalu senam dan taichi, senam mayong goseto, untuk stretching dan pernapasan. Lalu untuk menjaga kebersihan kulit, setiap hari makeup harus dibersihkan agar kulit tidak rusak. Kemudian, dua kali sebulan facial, seminggu sekali creambath. Sebelum creambath pakai minyak cemceman. Itu yang membuat rambut sampai sekarang masih bagus.
Saya juga pijat dua kali sebulan. Kemudian minum jamu tapi dalam bentuk teh atau rebusan. Jadi kalau agak pikun, pakai pegagan. Kalau pegal linu, pakai jahe. Kalau kolesterol tinggi, pakai daun salam.
Martha Tilaar (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Martha Tilaar (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Kalau makeup, Ibu sendiri atau dibantu oleh tim?
WT: Sehari-hari sendiri, kalau acara baru dibantu tim rias.
MT: Teman-teman saya itu banyak yang mengajak facelift, tapi saya tidak mau. Saya kan mengajak perempuan untuk cantik alami, tapi kalau ternyata saya sendiri operasian lalu bagaimana.
Produk Sariayu. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Produk Sariayu. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Produk apa saja yang biasa Ibu gunakan?
ADVERTISEMENT
MT: Biokos Derma Bright, untuk memutihkan. Serum, night cream dan day cream. Kalau scrub bisa seminggu sekali, kalau banyak kegiatan di luar ya seminggu dua kali.
Apa advice yang bisa Ibu berikan kepada para perempuan muda yang juga memiliki aspirasi menjadi pengusaha seperti Bu Martha?
MT: Ayah saya bilang, saya bisa mimpi besar. Jadi harus dream big, but start small. Tidak hanya ngomong, tetapi juga action. Lalu mulailah dengan diri kita sendiri. Jangan nyalahin dan marahin orang, tapi mulai dari diri sendiri, dan menjadi manusia DJITU itu tadi; disiplin, jujur, inovatif dan iman, tekun, on time, dan kerja keras.