Kisah Shakti, Gen Z yang Berupaya Bawa Internet ke Desa Tertinggal RI

25 November 2024 7:38 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Shakti Widjanarko, pelajar SMA di Jakarta Intercultural School (JIS). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Shakti Widjanarko, pelajar SMA di Jakarta Intercultural School (JIS). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Shakti Widjanarko, seorang pelajar SMA di Jakarta Intercultural School (JIS) berupaya menghadirkan koneksi internet di desa terluar Indonesia, dengan melakukan riset dan melakukan galang dana untuk membawa piringan satelit ke desa yang belum terhubung internet.
ADVERTISEMENT
Inisiatif yang dilakukan Shakti berawal dari kegelisahannya saat berkunjung ke sebuah desa terpencil di Indonesia yang belum memiliki akses internet. Kepada kumparan Shakti bercerita, desa terpencil itu berada di Nusa Tenggara Timur. Lingkungannya masih dipenuhi oleh hutan asri dengan pepohonan tinggi dan infrastruktur yang sangat minim.
Bangunan yang menjadi tempat tinggal orang-orang terbuat dari blok-blok beton kecil, atap seng yang ditambal, dan listrik yang disediakan oleh satu generator gas. Kegelisahannya kemudian melahirkan sebuah inisiatif yang mendorong Shakti melakukan riset untuk melihat dampak apa yang akan terjadi jika internet hadir di sana. Tujuan akhirnya adalah membangun Desa Interlinked.
“Saya terinspirasi untuk melakukan penelitian ini karena kesenjangan digital masih menjadi masalah yang mendesak di Indonesia, dengan banyak masyarakat yang tidak memiliki akses internet yang dapat diandalkan. Saya ingin memahami bagaimana penyediaan konektivitas dapat mengubah kehidupan secara sosial, ekonomi, dan pendidikan, serta tantangan apa saja yang dapat menghambat keefektifannya,” ujar Shakti kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Menurut Shakti, setidaknya ada 25 desa terpencil yang belum tersambung oleh konektivitas internet di seluruh Indonesia, termasuk Desa Satar Lenda, Wongko, Paralondo, dan Bulan di NTT; kemudian Napal Melintang dan Batu Empang di Jambi; Muroi Raya, Tumbang Mahuroi, dan Temalang di Kalimantan Tengah; Simpang Tiga Sakti dan Lebung Itam di Sumatera Selatan; Falabisahaya, Auponhia, dan Kusubibi di Maluku Utara; Agung Baru di Kalimantan Utara; dan Pulolhoih di Aceh.
Salah satu desa di Alor Timur, NTT, yang kini bisa mengakses internet berkat crowdfunding yang dilakukan Shakti bekerja sama dengan Pasifik Satelit Indonesia (PSN). Foto: Dok. Istimewa

Ambisi membangun Desa Interlinked

Shakti bilang, kehadiran internet di desa terpencil sangat penting. Ini karena internet dapat berfungsi sebagai gerbang menuju berbagai peluang yang tak terhitung jumlahnya. Dengan adanya akses internet, individu dapat terhubung dengan orang lain tanpa terhalang jarak dan waktu, sehingga dapat memudahkan mereka menjalin komunikasi dengan teman, keluarga, bahkan orang di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Internet juga menyediakan akses ke berbagai ilmu pengetahuan serta sumber daya, yang memungkinkan orang untuk mempelajari keterampilan baru, mengejar pendidikan, dan mendapatkan informasi tentang perkembangan global. Bagi masyarakat pedesaan di Indonesia, menjembatani kesenjangan digital berarti membuka peluang untuk kemajuan ekonomi, hubungan sosial, dan pertumbuhan pendidikan yang sebelumnya tidak terjangkau.
Shakti ingin menjembatani kesenjangan digital ini dengan menyediakan internet berbasis satelit ke desa-desa terpencil. Namun, Shakti sadar, untuk menciptakan Desa Interlinked, dia tidak bisa berdiri sendiri. Dia lantas mengadakan crowdfunding, bekerja sama dengan Pasifik Satelit Indonesia (PSN), penyedia komunikasi satelit terbesar di Indonesia, untuk membangun koneksi di sembilan desa di Alor Timur, NTT.
Desa-desa tersebut dipilih berdasarkan infrastruktur yang ada, akses listrik, dan kesiapan penduduk untuk menggunakan teknologi seluler. Penggalangan dana yang dilakukan selama 3 bulan berhasil mengumpulkan uang senilai Rp 200 juta. Ini menjadi tonggak penting bagi Shakti untuk merealisasikan ambisinya membangun Desa Interlinked.
ADVERTISEMENT
“Saya menggalang dana crowdfunding selama 3 bulan. Setelah dana terkumpul, diperlukan kurang lebih 2 bulan untuk warga menikmati internet, setelah persiapan logistic dan set-up peralatan satelit dish di setiap area tersebut,” paparnya.
Desa Interlinked di Alor Timur, NTT, yang sudah bisa mengakses internet. Foto: Dok. Istimewa
Di desa yang sudah dipilih, antena parabola dipasang di lokasi tempat berkumpul warga, seperti di warung atau toko, berfungsi sebagai hotspot WiFi yang memungkinkan penduduk desa mengakses internet dengan biaya terjangkau.
Pemilik toko ditunjuk untuk menjadi operator lokal yang tugas utamanya mengelola hotspot tersebut. Mereka menginvestasikan kembali biaya yang terkumpul ke dalam kuota internet bulanan, menciptakan ekonomi mikro mandiri sehingga mampu menjaga sistem tetap berjalan dan mendukung kebutuhan konektivitas di masa mendatang.
Sistem inovatif dan efisien ini memungkinkan masyarakat tidak hanya bisa mengakses internet, tapi juga membangun struktur kemandirian.
ADVERTISEMENT

Dampak hadirnya internet di desa terpencil

Shakti mengatakan, hadirnya internet di sembilan desa di Alor Timur, NTT, bermanfaat untuk komunikasi dan hiburan, dengan sebagian besar pengguna berpusat pada interaksi sosial dan kegiatan rekreasi, seperti media sosial.
Walau begitu, pemanfaatan internet untuk produktivitas dan pendidikan dirasa masih kurang optimal. Berdasarkan analisis data, puncak penggunaan terjadi pada malam hari, yang mengindikasikan bahwa internet lebih banyak digunakan di luar jam kerja tradisional.
Salah satu desa di Alor Timur, NTT, yang kini bisa mengakses internet berkat crowdfunding yang dilakukan Shakti bekerja sama dengan Pasifik Satelit Indonesia (PSN). Foto: Dok. Istimewa
Perjuangan Shakti untuk turut mendorong digitalisasi di Indonesia belum usai. Dia masih punya ambisi untuk membangun Desa Interlinked, memperluas ke-20 desa berikutnya. Dia percaya, setiap koneksi baru dapat membantu menutup kesenjangan digital di RI, menawarkan akses ke sumber daya, informasi kesehatan, dan peluang ekonomi bagi masyarakat terpencil yang sebelumnya tidak terjangkau.
ADVERTISEMENT
Shakti juga yakin, inisiatif ini merupakan langkah menuju Indonesia yang lebih inklusif, di mana masyarakat yang tak tersentuh memiliki kesempatan yang sama dengan mereka yang berada di daerah lebih maju.
Shakti berharap, pemerintah dapat meningkatkan infrastruktur terutama listrik yang lebih merata di area terpencil. Ini karena listrik menjadi sumber yang sangat penting untuk membuka konektivitas bagi masyarakat. Pemerintah diharapkan menyediakan sarana teknologi menggunakan satellite dish yang lebih terjangkau di area terpencil yang mayoritas penduduknya memiliki sumber penghasilan rendah.
“Ke depannya diperlukan lagi penggalangan dana untuk memperluas bantuan komunikasi di area terpencil lainnya seperti area pegunungan, hutan dan pulau-pulau kecil di nusantara. Saya mengharapkan apa yang saya lakukan dapat memberikan inspirasi bagi Gen Z lainnya untuk melanjutkan hal-hal yang serupa,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Shakti percaya Gen Z bukan generasi yang pemalas dan rapuh. Gen Z bisa mendorong perubahan ke arah yang lebih baik dan memberdayakan masyarakat.