Mahasiswa ITB Ciptakan Prototipe Giroskop Militer Pertama di Indonesia

1 Agustus 2017 16:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim G-FORTAR (Foto: Dok. ITB)
zoom-in-whitePerbesar
Tim G-FORTAR (Foto: Dok. ITB)
ADVERTISEMENT
Laju impor alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia masih sangat tinggi. Angkanya mencapai 683 juta dolar AS atau sekitar Rp 9,3 miliar pada tahun 2015.
ADVERTISEMENT
Salah satu komponen utama alutsista adalah sistem navigasi inersia. Sistem navigasi inersia merupakan bantuan navigasi yang berbasiskan sensor komputer, sensor gerak (akselerometer), dan sensor rotasi (giroskop) untuk terus menghitung melalui perhitungan mati posisi, orientasi, dan kecepatan yang bergerak ke objek tanpa perlu referensi eksternal.
Sistem navigasi inersia ini banyak digunakan pada berbagai kendaraan sipil maupun militer seperti kapal, pesawat terbang, kapal selam, rudal, dan pesawat ruang angkasa.
Khusus untuk giroskop, Indonesia rupanya masih 100 persen melakukan impor terhadap komponen yang berfungsi sebagai sensor rotasi itu. Giroskop dalam alutsista memegang peranan penting dalam mengukur dan mempertahankan orientasi perangkat berdasarkan prinsip-prinsip momentum sudut.
Hal inilah yang kemudian mendorong sekelompok mahasiswa ITB --Ardinda Kartikaningtyas (Teknik Fisika 2013), Megan Graciela Nauli (Teknik Fisika 2013), Nahdia Nurul Hikmah (Teknik Fisika 2013), Khodijah Kholish Rumayshah (Aeronotika dan Astronotika 2014), dan Cristian Angga Jumawan (Teknik Mesin 2014)-- menciptakan G-FORTAR (Gyroscope for Military), sebuah prototipe yang diharapkan bisa menjadi giroskop serat optik pertama buatan putra-putri Indonesia.
ADVERTISEMENT
Megan, salah satu anggota tim yang membuat G-FORTAR menuturkan, ia dan kawan-kawan telah memulai pembuatan G-FORTAR sejak Maret 2017 lalu. Prototipe giroskop serat optik ini mereka khususkan untuk digunakan dalam keperluan militer atau alutsista. Dalam bidang alutsista, giroskop yang banyak digunakan di seluruh dunia memang berjenis serat optik.
"Sebenarnya giroskop ini kan bisa ke mana saja. Tapi kami cari yang bisa bermanfaat itu ke sebelah mana. Dan kami rasa (cocok untuk) alutsista militer sih,” kata Megan kepada kumparan, Selasa (1/8).
“Tahapannya sendiri kami melakukan studi pustaka, cari-cari pengembangan riset dari giroskop serat optik itu kayak gimana. Terus kita cari komponennya butuh apa aja,” Megan menceritakan proses pembuatan G-FORTAR.
Kendala yang sempat dihadapi Megan dan teman-teman adalah sebagian besar komponen untuk membuat G-FORTAR itu harus mereka dapatkan dari luar negeri. “Sebenarnya banyakan impor sih, jadi kami sempat nunggu juga (proses) pengimporannya," kata Megan.
ADVERTISEMENT
Kendala lainnnya, kampus mereka, ITB, belum memiliki laboratorium khusus untuk membuat serat optik. "Fasilitas untuk mengembangkan serat optik itu belum ada. Jadi kita coba cari link ke luar," ujar Megan.
Akhirnya mereka berlima mendapat kesempatan untuk mengembangkan penelitian mereka di laboratorium serat optik milik PT. Telkom Indonesia. “Mereka welcome buat kami kerjain giroskop,” kata Megan.
Prototipe G-FORTAR. (Foto: Dok. Tim G-FORTAR)
zoom-in-whitePerbesar
Prototipe G-FORTAR. (Foto: Dok. Tim G-FORTAR)
G-FORTAR buatan kelima mahasiswa ITB itu kini sedang diikutsertakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2017. Namun begitu, Megan dan kawan-kawan berharap G-FORTAR tak hanya lolos dan memenangkan PKM, tapi juga dapat digunakan dalam alusista atau kendaraan-kendaraan militer Indonesia.
Megan mengatakan ia bersama teman-temannya telah menemui pihak PT. Dirgantara Indonesia (DI) untuk mencari tahu kemungkinan penggunaan prototipe giroskop buatan mereka pada pesawat komersil. Berdasarkan hasil pertemuan itu, Megan mengatakan masih perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut, validasi, dan sertifikasi terhadap G-FORTAR untuk bisa digunakan dalam alutsista maupun perangkat lainnya.
ADVERTISEMENT
Prototipe giroskop serat optik yang telah dibuat oleh kelima mahasiswa ITB itu memiliki dimensi 15 sentimeter. Ukuran tersebut masih tergolong cukup besar dibandingkan giroskop serat optik komersial di luar negeri.
Namun begitu, biaya pembuatan G-FORTAR jauh lebih murah. Yakni sekitar setengah kali dari harga giroskop komersil luar negeri yang mencapai lebih dari Rp 100 juta.
Megan berharap G-FORTAR ini dapat dikembangkan lebih lanjut agar kemanfaatannya dapat segera dirasakan oleh bidang kemiliteran Indonesia.