Mau Awasi Media Digital, KPI: Kami Takkan Hancurkan Netflix, YouTube

7 Agustus 2019 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah berupaya memonitor konten-konten di media penyiaran online. Pihaknya akan membuat dasar hukum untuk melakukan pengawasan pada konten di platform seperti Netflix dan YouTube atau sejenisnya.
ADVERTISEMENT
Komisioner KPI Pusat yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Ketua KPI, Yuliandre Darwis mengatakan, pihaknya akan memperluas aturan penyiaran di media streaming karena dianggap sudah masuk ke dalam ranah KPI.
Meski begitu, Yuliandre menegaskan aturan ini tidak akan menghambat atau menghancurkan bisnis platform-platform streaming video tersebut. Aturan ini dibuat untuk memastikan konten yang tersebar di dunia maya layak ditonton.
“Ke depan ini harus diatur TV streaming, TV di media baru. Semangatnya begitu, tapi enggak akan menghancurkan Netflix, TV di YouTube, bukan. Tapi lebih kepada norma-norma apa saja sih yang harus kita guide ke depannya,” ungkap Yuliandre, kepada kumparan, Rabu (7/8).
Ilustrasi Netflix. Foto: Marouane Lr/Flickr
Sebenarnya, aturan yang mau dibawakan KPI untuk platform streaming online, mirip dengan yang sudah mereka terapkan di TV berlangganan. Penyedia konten harus mengikuti panduan KPI untuk menandai konten sesuai dengan kategorinya.
ADVERTISEMENT
“Di Netflix kan ada yang nama Parental Guide, anak-anak dilindungi. Sebenarnya sama seperti TV berlangganan, itu kan mereka bayar tapi kan tetap diatur oleh KPI kan, enggak boleh juga adegan making love, buka-bukaan, tapi ciuman boleh,” jelasnya. “Sebenarnya ini tinggal synchronize saja, kalau sudah benar ngapain harus kita atur-atur, benar enggak?”
Pengawasan ini dirasa dibutuhkan menimbang sebagian besar masyarakat sudah beralih dari media konvensional, seperti TV dan radio, ke media digital di mana siapa saja bisa memasukkan konten yang dibuatnya.
YouTube. Foto: PixieMe via Shutterstock
“Jangan dibiarkan seolah-olah kita ngatur-ngatur, bukan. Kami memberikan pandangan bahwa frekuensi penyiaran itu digunakan ke Indonesia, itu harus begini loh,” ujar Yuliandre.
Adapun konten-konten yang dianggap tidak layak ditayangkan, contohnya seperti tayangan bunuh diri, sadisme, pembunuhan, dan pornografi. Yuliandre menegaskan, pihaknya juga akan mengatur hukuman bagi platform yang melanggar aturan yang sedang digarap ini, mulai dari teguran hingga pemblokiran platform.
ADVERTISEMENT
“Jadi semangatnya bareng-bareng lah kalau di Indonesia itu butuh konten yang edukatif, positif, bukan membatasi atau melarang ya. Tapi ini semangat edukasi positif sehingga konten-konten positif bermunculan,” tandasnya.